Madah Rindu Maria

Hadis Mevlana
Chapter #42

Nabi dari Arabia

Seperti bunga-bunga mekar di musim semi, kelahiran Ibrahim semakin mewarnai hari-hari sang nabi. Begitu pun dengan kaum muslimin. Mereka menyambut kelahiran putra sang nabi itu dengan sukacita. Kelahiran Ibrahim, bagaikan musim semi dengan limpahan kehangatan cahaya matahari, membawa semangat baru dan kegembiraan di tengah masyarakat Madinah.

“Aku turut gembira mendengarnya,” ucap Shinouti dengan suara makin melemah.

“Shinouti … Ibrahim, putra Maria, kini telah menjadi pusat perhatian. Namun, kabar yang kubawa ini mungkin lebih kompleks dari yang kau duga.” Tabib Mina berhenti sejenak, menimbang kata-katanya dengan hati-hati sebelum melanjutkan. “Dengan kelahiran Ibrahim, tampaknya kecemburuan telah tumbuh di hati Aisyah, salah satu istri sang nabi.”

Shinouti terdiam, mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Tabib Mina, lalu menghela napas panjang. Matanya tertutup rapat sejenak, seperti sedang mencoba menahan gelombang emosi yang datang menerjang.

"Cemburu … ," gumamnya. "Perasaan manusiawi yang bisa menghancurkan banyak hal, bahkan dalam hati paling suci sekali pun.

Tabib Mina menatap Shinouti dengan pandangan yang dalam. "Cemburu adalah racun yang pelan-pelan merusak dari dalam, Shinouti. Aisyah merasa bahwa dengan kehadiran Ibrahim, Maria semakin dekat dengan sang nabi. Aisyah juga merasa jika Maria menerima cinta sang nabi lebih banyak dari yang ia dapat dan hal itu membuat hatinya gelisah.”

“Aku bisa membayangkan betapa berat beban yang harus ditanggung Maria. Ia harus hidup di antara intrik dan perasaan yang saling bertentangan.”

Shinouti membuka mata perlahan, menatap Mina dengan pandangan yang seolah melihat jauh ke dalam jiwanya sendiri.

"Mina," katanya pelan, "cemburu ini … apakah akan menghancurkan Maria? Atau mungkin ... Ibrahim?"

Tabib Mina menggelengkan kepala dengan berat hati. "Kita tidak bisa menebak nasib Maria di masa datang. Tapi kita harus mengerti, cemburu itu seperti api. Jika dibiarkan, ia akan membakar segalanya, tetapi jika ditangani dengan bijaksana, ia bisa menjadi pendorong perubahan. Namun, bagaimana dengan hati Aisyah kelak ... biarlah waktu yang akan menjawab."

Tabib Mina mengangguk. Tatapannya penuh pemahaman. “Ya, Aisyah yang telah lama menjadi istri sang nabi, merasa posisinya terancam. Ibrahim bukan sekadar anak. Dia adalah simbol cinta dan keberhasilan Maria. Satu hal yang tidak bisa dilakukan Aisyah. Hal ini menambah ketegangan di antara mereka.”

Shinouti merasakan berat kata-kata itu. Dunia di hadapan Shinouti semakin suram sebab kabar perseteruan Aisyah dan Maria. Shinouti menarik napas panjang, berusaha mengumpulkan kekuatan yang tersisa untuk merenungkan situasi ini.

"Aku berharap Maria kuat," bisiknya. "Karena dunia ini tidak selalu adil bagi mereka yang penuh cinta."

 “Mina, betapa sulitnya bagi mereka semua ..., terutama bagi Maria. Di satu sisi, dia harus merawat anaknya, sementara di sisi lain, dia harus menghadapi kecemburuan yang mungkin tak diucapkan, tetapi jelas dirasakan.”

Lihat selengkapnya