Tabib Mina memandang Shinouti dengan penuh ketidakpercayaan. Bagaimana mungkin seorang pemuda yang selama ini begitu teguh pada tradisi leluhur, kini beralih mengikuti ajaran seorang nabi dari tanah Arabia? Bukankah kepercayaan mereka selama ini sudah cukup memenuhi kebutuhan spiritual?
"Shinouti, kau tahu betapa kuatnya akar-akar tradisi leluhur kita. Bagaimana mungkin kau bisa begitu mudah terpesona pada ajaran lelaki asing yang datang dari jauh?" tanya Tabib Mina dengan nada prihatin.
Shinouti terdiam sejenak, mencoba mengumpulkan sisa-sisa kekuatan dalam dirinya. Tubuh pemuda itu semakin lemah dan tenaganya nyaris terkikis habis karena penyakit yang dideritanya. Dengan suara parau, ia menjawab, "Aku tahu, Tabib Mina. Aku tahu betul. Tapi, ada sesuatu yang berbeda dalam diri lelaki itu. Ada kesucian dan keteguhan iman yang sulit aku jelaskan dengan kata-kata."
Tabib Mina mendengarkan penuturan Shinouti yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Mendengar keyakinan Shinouti terhadap sang Nabi dari Arabia, Tabib Mina menggelengkan kepala. Ia tak habis pikir dengan pemikiran Shinouti. "Lalu, bagaimana dengan penjelasan Abba Isaak yang pernah kau ceritakan kepadaku selama ini? Bukankah Abba Isaak adalah panutan kita? Apakah Abba Isaak pernah menyebutkan kalau akan tiba seorang nabi dari Arabia sehingga kau meyakini dia, lelaki Arabia itu, sebagai utusan Tuhan?”
***
Mata Shinouti terpejam lalu setetes air mata mengalir di pipinya.
“Bagaimana jika keyakinanmu ini salah? Apa kau tega meninggalkan keyakinanmu hanya demi orang asing dan belum tentu dialah nabi yang disebut dalam alkitab?" ucap Tabib Mina melanjutkan.
"Itulah yang paling menyiksaku, Tabib Mina. Andai Abba Isaak masih ada, mungkin aku tak perlu dilanda keraguan seperti ini."
Tabib Mina hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mendengar penuturan Shinouti. Sungguh di luar dugaannya. Shinouti yang selama ini dikenal sebagai pengikut setia Sang Iesous Pkhristos, kini telah berpaling pada ajaran lelaki Arabia. Tabib Mina hanya bisa berharap Shinouti tidak menyesali keputusannya.
"Dia ... lelaki Arabia itu, aku melihatnya langsung dengan mata kepalaku sendiri, wahai Tabib Mina. Sungguh, mataku berkaca-kaca saat kali pertama menatap wajahnya. Ada bahagia tak terkira saat melihat lelaki bersahaja itu."
Shinouti tersenyum tipis, matanya menerawang jauh. "Aku tahu kau akan mengerti, Kawan. Kau selalu mengerti aku."
"Sungguh, Shinouti, aku turut berbahagia mendengar ceritamu. Jika memang itulah yang kau rasakan, maka aku pun akan mendukung langkahmu," ucap Tabib Mina dengan hangat.
Megaukes menggenggam tangan Shinouti, memberikan kekuatan dan dukungan di saat Shinouti tengah berjuang melawan penyakitnya. Meskipun berbeda keyakinan, Megaukes tidak ingin berdebat. Yang terpenting baginya adalah kesembuhan dan kebahagiaan Shinouti.
"Aku yakin, sang Nabi Arabia pasti akan memberkatimu, Shinouti. Semoga kau segera sembuh dan bisa menjalankan ajaran yang kau yakini," lanjut Tabib Mina dengan senyum tulus.