Fajar pagi itu, suhu yang dingin dan terasa sejuk, mendekati waktu subuh, tapi masyarakat kota Salama, salah satu kota di negeri Madani, sudah terbangun disibukan persiapan shalat subuh di mesjid As-Syakur, yang merupakan mesjid terbesar dan megah di kota itu.
Melihat masyarakat menjelang subuh saat itu, rasanya seperti melihat sebuah festival, atau seperti keadaan hari raya, begitu banyak orang, ramai sekali, antusias masyarakat untuk mengerjakan shalat subuh berjamaah. Mungkinkah karena sebuah kebiasaan yang menjadi budaya, atau memang kesadaran akan manfaat yang telah mereka rasakan, ataukah rasa cinta yang lahir dari sebuah makrifat, yaitu saat dimana seseorang mengenal keindahan akan Tuhannya.
...
Puluhan baris jamaah yang tersusun rapih dalam waktu singkat
dengan satu komando yaitu iqomat
begitu mengagumkan, begitu indah dan disaksikan para malaikat.
Beruntunglah karena Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang memberikannya rahmat.
...
Matahari mulai menampakkan sinarnya, terlihat seorang remaja sedang duduk di sofa, sambil membaca sesuatu, dan saat itu mendekatlah seorang lelaki tua kepadanya.
“Mahmud, hari ini kamu ada kegiatan?,“
“Tidak kek, paling sore harinya aku akan ke rumah Zain,” jawab Mahmud
“kalau begitu bisa bantu Ariza untuk menjaga kedai kopi?, kakek ada perlu keluar sampai sore ini”
“Ya kek,” jawab Mahmud.
Ariza adalah karyawan laki-laki, di kedai kopi milik kakeknya Mahmud, sedangkan lelaki yang yang dipanggil kakek oleh Mahmud itu bernama Dzuria, lelaki berumur 55 tahun itu, sudah bersama Mahmud sejak 15 tahun yang lalu, saat Mahmud baru berumur 2 tahun, dan saat itu ia harus kehilangan ibunya karena meninggal dunia, sedangkan ayahnya harus pergi karena suatu hal, menyisakan kesedihan dan sebuah alasan yang belum bisa kakeknya ungkapkan kepada Mahmud sampai sekarang.
Pagi itu Mahmud membereskan dan merapikan area kedai, yang memang menyatu dengan rumah mereka, seperti halnya ruko, dengan bangunan dua lantai, bagian atas dipergunakan untuk tempat tinggal dengan beberapa ruangan dan kamar, dan lantai bawah difungsikan sebagai kedai.
Ariza baru saja datang, ia tersenyum karena melihat kedai sudah terlihat rapih, pastinya Mahmud lah yang melakukannya.