Tibalah mereka di tempat pamannya Zain yang bernama Jabir Abdullah, saat memasuki halaman depan, mereka bertemu dengan asisten rumah tangga yang menyambut mereka dan mengarahkan ke suatu tempat, sebuah ruang terbuka yang sudah ada Jabir pamannya Zain menunggu disana.
Terlihat Jabir sudah duduk disebuah kursi disitu, Mereka tersenyum dan mengucapkan salam, Jabir pun mempersilahkan mereka duduk.
“silahkan duduk... ” ucapnya
“Terima kasih paman Jab, perkenalkan paman, ini temanku Mahmud, Mahmud ini pamanku Jabir Abdullah,” Zain memperkenalkan mereka berdua.
Paman Jab berarti kependekan dari paman Jabir, semua orang sudah lazim dengan panggilan seperti ini.
Jabir Abdullah adalah seorang yang berhasil masuk kelas royal syair, dan mengikuti kelas selama tiga tahun.
“Oh, jadi ini Mahmud, Zain beberapa kali bercerita kepadaku, tentang minatmu masuk kelas royal syair.” kata Jabir.
“Betul paman Jab, terimakasih” jawab Mahmud.
“Saat Mahmud menunjukan keseriusannya untuk masuk kelas royal syair, aku langsung ingat paman Jab, kami harap bisa mendengar ceritamu, saat ikut tes dan lulus ujian masuk kelas royal syair” kata Zain.
“Ya, aku mengerti, tapi ada satu hal yang harus kalian tahu, meskipun aku pernah berhasil masuk kelas royal syair, tidak otomatis aku mendapat gelar pujangga dan menjadi bagian darinya, aku memang sudah menamatkan semua pendidikan disana, dan aku mendapat kelulusan sebagai sastra syair, satu level lagi diatas sastra syair yaitu pujangga yang memang langsung dipilih oleh para pemegang Syairulhusna, dan aku lulus tidak sebagai pujangga, karena untuk itu ada sebuah kompetensi yang tidak bisa aku penuhi, lebih jauh lagi tentang sebuah gelar Syairulhusna, pengalamanku tidak sampai kesana” Jabir memulai pembicaraan.
“Ini ku sampaikan karena aku mendengar Mahmud juga punya impian menjadi Syairulhusna, agar kalian mengerti sejauh mana informasi yang bisa kalian dapatkan dariku, biar begitu justru aku salut dan bangga ada orang yang mempunyai impian menjadi Syairulhusna sepertimu” kata Jabir.
“kami mengerti paman Jab, apapun yang kami dapatkan itu sangat penting, dan apapun yang paman sampaikan adalah hal yang sangat berarti bagi kami.” Kata Mahmud.
“benar paman Jab, kami sangat menghargai hal sekecil apapun yang paman ceritakan” Zain memperkuat ucapan Mahmud.
“baiklah, aku mulai dari kenapa memilih kelas royal syair, adalah karena aku juga menyukai syair, apalagi karya dari para Syairulhusna, sungguh mengagumkan dan mengesankan, bagiku memang tidak terpikirkan menjadi bagian pujangga apalagi Syairulhusna, awalnya aku mencoba saja mengikuti serangkaian tes ujian masuk kelas royal syair, mungkin karena minatku pada dunia syair membuatku diterima, intinya jika minatmu dan motifmu lemah kau akan gagal pada tahap ini”. Jelas Jabir
Dia melanjutkan, “Banyak yang berkata ujian masuk kelas royal syair tidak biasa seperti umumnya, bahkan ada yang mengatakan ujian masuk yang sangat sulit, ya kita tidak menyalahkan pendapat seperti itu, karena ujian masuknya sendiri ada tiga tahapan dan sedikit berbeda. Pada tahap pertama ada semacam tes psikologi, menjawab pertanyaan dengan pilihan jawaban yang telah disediakan, selanjutnya yang kedua menguji empat kecerdasan utama, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ). dan kecerdasan transendental (TQ). Mungkin yang dua tahapan ini cukup umum, tapi ujian ketiga yang agak berbeda yaitu ujian EI atau Experience Impression, dimana kita harus menggubah sebuah syair sendiri sehingga mendapatkan pengalaman dan kesan yang juga bisa tersampaikan kepada para penguji, dan batas maksimal waktumu 40 hari untuk mendapatkannya, aku mendengar ujian ketiga ini, ada Syairulhusna yang terlibat dalam penilaiannya.” Begitulah Jabir menjelaskan beberapa hal.
“Hmm, jadi seperti itu ya...” kata Zain.
“ya, aku sekarang punya sedikit gambaran tentang ujian masuk kelas royal syair, terima kasih paman Jab” ucap Mahmud.
“Mungkin aku tidak terlalu banyak membantu, tapi semoga kalian bisa mendapat pelajarannya, dan satu lagi, tidak ada suatu hal yang bisa menjaminan keberhasilan, selain kehendak-Nya, keyakinan dan ikhtiar yang maksimal adalah salah satu jalannya” ucap Jabir.
“Terima kasih paman Jab, kami sangat beruntung bisa berbincang dan membahasnya dengan paman Jabir” kata Mahmud.
Perbincangan yang serius dan penuh fokus dari Mahmud dan Zain, mereka mendapatkan sebuah informasi untuk membuat rencana dan menyusun strategi, dan lama juga mereka berbincang mengenai semua kemungkinan saat ujian masuk. Dan mereka beruntung sekali terutama Mahmud, yang memang banyak sekali mendapat referensi.
Akhirnya mereka pamit dan sangat berterima kasih pada Jabir Abdullah,
Dalam perjalanan pulang, Mahmud menyinggung rencana pilihan Zain yang berencana masuk akademi kesehatan.
"Oh ya, bagaimana tentang rencanamu masuk akademi kesehatan?.“ tanya Mahmud