Kata orang, saat ada yang meninggal langit akan menghujani bumi
Ikut bersedih atasnya
Tapi langit pagi itu begitu cerah
Matahari tanpa malu menatap Sekar
Yang berharap ia bersembunyi di balik kelabu awan
***
Pandangan Sekar tertuju pada papan persegi panjang yang di kedua belah ujungnya runcing, pucuk yang satu lancip melengkung bagaikan kubah sedangkan yang lainnya menukik tanjam pada kedua sisi.
Di salah satu sisi luas papan berwarna coklat tua, tertulis nama Panji Erlangga dibubuhi tanggal lahir dan wafat. Sekar diam tak berkutik, mengabaikan sengatan matahari yang menerobos tajam kedalam kulitnya.
Tetes demi tetes air hasil dari penguapan permukaan kulit yang terbakar sinar ultraviolet membuat Sekar bergeming tanpa mengindahkannya. Seakan raganya tak ingin melayani rangsangan dari luar.
Selaput bening yang menutupi iris dan pupilnya memantulkan mebel kotak persegi panjang putih yang sedang diturunkan oleh enam orang laki-laki dari berbagai baya tak menyiratkan duka.
Hingga pantulan itu memunculkan babak baru, mengubah lahan berlubang menjadi tumpukan tanah merah kecoklatan.
Ia masih mematung kaku tak menyadari setiap prosesi serta orang yang hadir di sana memerhatikannya, masing-masing mata memancarkan emosi.
Sedih
Cemas