Suhu udara sore hari selalu memberikan ruang napas bagi para pekerja di penjuru dunia, mereka yang terpaksa bekerja dari pagi dengan alasan menyambung nyawa mengubah raut wajah yang semula ditekuk tegang, menjadi wajah ceria seorang anak kecil yang rindu akan hari libur setelah menempuh panjangnya ujian akhir.
Serentak, semua orang memenuhi sisi jalan utama pusat perkantoran berada, kotak besi dengan roda empat dari segala ukuran yang hampir semuanya didatangkan dari penjuru dunia menumpuk dan membanjiri jalanan. Tentu tidak semua orang mempunyai jam sibuk yang sama, hidup di zaman dengan berbagai macam sumber penghasilan membuat kemajemukan mata pencaharian, sehingga bisa saja suhu udara sore mempunyai arti sebaliknya bagi kebanyakan orang.
Termasuk Sekar
Sedari awal ia sadar bahwa risiko dinamika jam dan hari kerja yang serampangan dari profesi yang ia idamkan akan membuat hidupnya tidak teratur. Pekerjaan ini menuntutnya untuk tidak mengenal istilah pembagian waktu dan hari dalam bekerja.
Pagi ini bisa saja ia berada di kantor, besoknya di waktu yang sama mungkin ia sedang bersiap - siap untuk berangkat kerja, lusa pagi ia bisa saja masih terlelap di atas kasur karena ia mendapatkan giliran untuk bekerja pada sore hari atau setelah lusa di saat seluruh mayoritas penduduk dalam radius dua ratus kilometer di dekatnya akan bangun dalam keadaan segar, justru dirinya berada pada taraf terbawah di mana dirinya sudah tidak terlihat seperti manusia, melainkan seperti zombie istilah untuk mayat hidup yang tidak berpikiran dan bernafsu memangsa manusia, namun yang diinginkan Sekar adalah memangsa furnitur bersegi panjang dengan lebar satu setangah meter dan panjang dua meter untuk membaringkan tubuhnya.
Dan kini Sekar tertatih - tatih melakukannya, ia tidak memedulikan teriakan tetangga kosnya yang kesal karena Sekar lupa menutup pagar. Metabolisme tubuhnya sudah tidak dapat menghasilkan energi lebih.
Terukir garis senyuman yang hampir menghilangkan bibir atas dan menyisakan bibir bawahnya saat ia berhasil membaringkan tubuhnya di atas kasur, sejenak ia berfikir bahwa dirinya sudah merdeka, namun sesaat dirinya hampir berhasil menuju tahap dua pada fase non-REM. Tiba - tiba jantungnya memompa aliran darah dengan kencang kembali dan membuat mata Sekar semula terkatup seketika terbelalak.
Ponselnya terlalu sopan untuk sekedar bergetar, tanpa sungkan ia memekikan suara dengan tingkat kenyaringan penuh. Sekar enggan menghampiri dan membunuh akar yang mengusik tidurnya, ia memilih untuk meniadakan suara itu dengan menanamkan sugesti pada otaknya bahwa keadaan dikamarnya sunyi.
Namun yang ia lakukan tak membuahkan apa - apa, ia tak dapat menaiki tahap berikutnya, dan ponselnya semakin melunjak.
Dengan lunglai Sekar meraih ransel coklat yang terbaring tiga puluh sentimeter dari paha kirinya dan tentu saja dengan kaki kirinya. Setelah berhasil menggenggam ujung tali ranselnya setelah beberapa kali mendepak, Sekar menyeret ransel tersebut dan langsung membuka tasnya untuk megambil ponselnya yang tidak kunjung berhenti bernyanyi. Tertulis Pak Bos di layar ponselnya, kemudian ia menjawab panggilan si bos dengan helaan napas panjang.
"Sorry... tapi ini mendesak banget, kamu sekarang pergi ke Polda! Tersangka kasus pembunuhannya Sherly ketangkep!" satu kalimat yang ia dengar langsung membuat organ adrenalnya bekerja.
Manusia yang tadinya tampak seperti mayat hidup kini kembali cerah.
"Aku udah share loc, cuman kamu yang bisa ke sana, si Baim masih sakit, Dian ama Ipul lagi fokus ama perampokan di Bantul. Roni otewe ke sana, kamu buruan dan kalo bisa nanti on kem ya!" titah si bos kembali.
Sekar tak perlu memberikan jawaban, lekas ia mengambil tasnya tanpa menghiraukan bentuknya yang tidak mencerminkan seorang wanita. Rambut tebal panjang bergelombang sebahu semakin terlihat tebal dan mengembang karena sudah lepek tak dicuci tiga hari. Wajah kusam memaparkan rona usia yang melebihi umurnya. Bibir merah sirna tersamarkan bubuk putih mengelilingi ujung mulutnya, dan mata besar dengan alis panjang di atasnya sembab menandakan ia terjaga dalam waktu yang lama.
Sekar tiba tepat waktu, setelah memarkirkan sepeda motor matic-nya, ia bergegas mengikuti rekan sesama reporter berlarian saat mobil patroli polisi memasuki area Polda diikuti beberapa mobil lainnya. Kerumunan manusia serempak menodongkan perekam suara, ponsel, microphone, dan sebagian lainnya sibuk mengambil gambar menggunakan segala jenis kamera, tidak tertinggal pula ada yang merekam peristiwa itu. Sekar yang melihat teman sekantornya Roni langsung menyeretnya dan masuk di sela kerumunan.
***
Setelah selesai dengan semua yang harus ia lakukan di Polda, Sekar tak langsung pulang. Tubuhnya sudah terlanjur segar dan ia enggan berada di kosan sendirian setelah mendapatkan rangkaian kasus Sherly. Kamar kos yang harusnya menjadi tempat yang nyaman dan aman untuk seorang perantau, menjadi teror baru bagi Sekar.
Akhirnya ia memutuskan untuk berdiam diri dan menjernihkan pikirannya dengan menyeruput Americano panas untuk menghilangkan kasus Sherly dari benaknya. Ia duduk samping jendela kaca yang menjulang tinggi, bersandar pada sofa mungil dengan sandaran hingga kepala membuatnya semakin nyaman, ditambah dengan suasana vintage yang mengelilingi kafe ini memupuhkan keremajaan bagi psikisnya.
Mata Sekar tertuju pada jalan bersapal yang sejak ia meletakkan tubuhnya tak ada satupun kendaraan yang lewat.
"Hey!"
Saat sedang menikmati aliran kafein yang masuk dalam rongga pencernaannya tiba – tiba ketenangan Sekar terusik oleh kehadiran sosok pria seusianya yang sudah berdiri di samping tempat ia duduk.
Sekar menoleh dan mengayunkan wajahnya keatas kemudian mengernyitkan dahi serta menatapnya bingung. Tangan kirinya ia lepas dari cangkir bening cerah dan diarahkan ke dadanya dengan perlahan sedangkan tangan kanannya tetap pegang kendali atas cangkir tersebut.
"Iya, aku Arya!" balasnya dengan mengangguk lalu mengulurkan tangannya.
"Maaf, saya sedang tidak ingin digangu!" Sekar menimpalinya hanya dengan membuang muka.
"Hmmm... oke maaf kalau mengganggu kamu" ucapnya seraya mundur menjauhi Sekar. S
emenit kemudian ketenagan Sekar kembali memanjakan jiwanyanya.
Di tempat kesuakaannya di dalam kafe yang entah sudah keberapa kali ia datangi dalam minggu ini.
***
Kasus Sherly akhirnya ditutup setelah pengadilan menjatuhi hukuman kepada tersangka, Sekar menyampaikan kabar baik tersebut kepada khalayak umum dengan wajah segar dan kepuasan, paling tidak menurutnya putusan pengadilan sesuai.