Magical Revenge Shika-魔法レヴェンゲ志香: magical girl whose aim is not to save but to take revenge (series 1) novel edison

Pikri YAnor
Chapter #2

Benang Takdir yang Tak Berubah

Aroma mie instan dan buku-buku lama adalah aroma yang menyambut Shika Arisu setiap kali ia pulang. Itu adalah bau kehidupan barunya, kehidupan yang disubsidi oleh rasa bersalah yang diabaikan.

Dua tahun telah berlalu sejak kebakaran itu, sejak ia mengucapkan "Aku terima" kepada Caim di tengah abu. Usianya kini delapan belas tahun.

Shika tinggal di sebuah apartemen kecil di pinggiran kota, diasuh oleh sepupu laki-lakinya, 'Renji'. Renji adalah mahasiswa teknik tingkat akhir yang hidup dengan bekerja paruh waktu.

Renji selalu bersikap baik, mungkin terlalu baik, mencoba mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh trauma Shika.

"Kau makan yang benar, Shika. Kau terlihat semakin kurus," kata Renji suatu malam, meletakkan semangkuk nasi di depannya.

Shika hanya menatap nasi itu, lalu kembali ke layar komputernya. "Aku tidak lapar."

Renji menghela napas. Dia tahu perlawanan itu sia-sia. Shika sekarang adalah cangkang. Gadis yang ceria itu sudah lama mati di bawah puing-puing rumah mereka.

Hubungan mereka ditutupi oleh dua lapisan kerahasiaan: Shika menyembunyikan Stigma Vengeance Alice-nya, dan Renji menyembunyikan pekerjaan paruh waktunya.

Renji sering pulang larut malam, terkadang dengan memar kecil yang disembunyikan di bawah lengan panjangnya.

"Kerja apa kau hari ini?" Shika pernah bertanya, tanpa nada menuduh, hanya ingin tahu.

"Hanya mengangkut barang di gudang. Berat," jawab Renji, senyumnya tidak mencapai matanya. Shika tidak bertanya lagi. Ia tahu itu bohong.

Di bahu Shika, Caim berbaring, mata emasnya yang licik mengawasi Renji. “Pembohong yang tulus. Itu jenis manusia yang paling menarik, meong.”

Shika mengabaikannya. Kehidupan Renji tidak penting. Hanya ada enam target di dunianya, dan dua tahun ini adalah masa persiapan yang dingin.

Selama dua tahun ini, Shika telah mempraktikkan sihirnya. Ia telah melacak puluhan "pendosa kecil"—pencuri, penipu—menguji batas kekuatan 'Stigma of Sin'.

Setiap kali ia berhasil membalaskan dendam, kepuasan singkat muncul, diikuti oleh 'rasa sakit karma berlipat ganda', dan yang terburuk, 'mati rasa' yang semakin dalam.

Jari-jari Shika menyentuh punggung tangannya, tempat simbol Stigma itu bersemayam. Ia sekarang jarang menangis, atau tertawa. Ia hanya merasakan 'kebencian' yang kental.

Pagi itu, Shika bangun dengan tekad yang dingin. Dua tahun sudah cukup. Waktunya untuk memulai daftar yang sebenarnya.

“Target pertama: Ayah Arisu. Pengkhianat.” Shika menghela napas, debu kenangan lama terasa di lidahnya.

“Akhirnya. Aku bosan melihatmu hanya menyiksa lalat, Alice-ku,” desis Caim, meregangkan tubuh.

"Aku butuh informasi. Aku harus tahu di mana dia, dan apakah takdir telah menghukumnya lebih dulu," ujar Shika, tatapannya kosong.

Lihat selengkapnya