'Akane Sato' tiba di Gudang Terminal Pelabuhan Lama pada Jumat malam. Ia membawa tas tangan mahal, tetapi di dalamnya hanyalah kepanikan dan pisau 'lipat' kecil.
Dia mengenakan gaun ketat, 'make-up berlebihan', topeng 'glamor'nya—senjata yang ia gunakan untuk eksploitasi.
Tiba-tiba, lampu gudang mati, meninggalkan kegelapan total. Akane tersentak.
"Kalian di mana?!" teriak Akane, suaranya bergetar. "Aku bisa membayar kalian! Berapa pun yang kalian mau!"
Shika melangkah dari bayangan. "Kami butuh 'kompensasi' yang berbeda, Akane Sato."
Shika melompat maju, menampar pisau dari tangan Akane. Pisau itu jatuh dan hilang dalam gelap.
Shika mencengkeram lengan Akane, menyeret dan memborgolnya ke kait besi yang tergantung dari balok atap.
Akane kini tergantung, hanya jari-jari kakinya yang menyentuh lantai. 'Cengkeraman besi itu merobek kulit di pergelangan tangannya', menyebabkan darah menetes perlahan.
"Dosa Pertama: 'Fitnah dan Eksploitasi Kehormatan'." Shika membuka 'hoodie'-nya.
Shika mendekat dan menempelkan 'Stigma of Sin' ke pipi Akane.
Akane tersentak, rasa sakit karma menelannya. Dia merasakan 'rasa malu, hinaan, dan kehancuran reputasi' dari setiap korban fitnahnya, dikalikan dengan rasa malunya sendiri.
Di bawah tekanan sihir, Akane menjerit, dan 'urat-urat di lehernya menonjol'. 'Darah mengalir dari sudut matanya' karena tekanan mental yang sangat tinggi.
"Aku tidak menyebarkan fitnah! Itu adalah ide Minami!" Akane menjerit.
“Abaikan alasan-alasannya, Alice. Fokus pada darahnya,” desis Caim yang menikmati pemandangan itu.
Shika menarik tangannya. Wajah Akane kini basah oleh darah, air mata, dan 'make-up' yang luntur. Topengnya hancur.
Akane terengah-engah, berusaha menggunakan pesonanya yang tersisa. "Tolong... aku akan melakukan apa pun..."
Shika menatapnya dengan jijik. "Dosa Kedua: 'Nafsu dan Menjual Diri'."
Kali ini, Shika meletakkan tangannya di atas 'area pribadi Akane', memfokuskan :Stigma of Sin' ke sana.
Akane merasakan kejutan yang luar biasa. Rasa sakit itu 'memutarbalikkan sensasi', rasa jijik dan penyesalan yang ia timbulkan pada dirinya sendiri terfokus menjadi 'siksaan fisik yang mengerikan'.
Dinding gudang bergetar saat Akane meratap, 'ia menggigit sumpalannya dengan keras hingga darah mengalir deras dari mulutnya'.