Sayaka melilitkan syal di leher supaya sedikit hangat dan mengenakan jaket musim dingin berwarna biru tua. Dia tidak pergi sendirian, melainkan bersama Minami. Sejak tadi, Minami memang tengah menunggu Sayaka tiba. Minami menunggu di gerbang sembari bersandar di sana.
Melihat Sayaka sudah keluar dari sekolah, Minami melambaikan tangan pada Sayaka.
“Jadi, kakak mau ke mana?” tanya Minami menunjukkan senyumannya.
“Hmm, ke Tojo Tei, ada sesuatu yang harus kulakukan di sana.”
“Eh, sudah mau malam begini?”
“Sudahlah, lagi pula sekarang tempat itu jadi milikku, kalau sampai larut malam urusanku belum selesai, kita bisa tinggal di sana,” kata Sayaka seraya menarik tangan Minami.
Benar juga, hal itu tidak terpikirkan oleh Minami. Semenjak Sayaka ketahuan kalau dia adalah keturunan terakhir dari Tokugawa, Tojo Tei menjadi rumah resmi warisan dari sang ayah. Sebenarnya, bukan dia yang layak diberi warisan itu karena dia perempuan. Namun, di era yang serba maju ini, sulit untuk mencari sepupu jauh Sayaka yang merupakan seorang laki-laki. Semua orang sudah tidak tertarik dengan hal ini, karena perang di masa lalu sudah berakhir.
Sayaka dan Minami tiba di stasiun. Untuk pergi ke Tojo Tei setidaknya mereka harus menaiki kereta, karena lokasi itu terletak di Prefektur Chiba. Stasiun begitu ramai, dipadati dengan orang-orang yang baru pulang dari kerja atau sekolah. Terdapat beberapa siswa-siswi di sana tengah menunggu kereta datang.
Sayaka mengeluarkan kartu member lalu ditempelkan pada sebuah alat seperti scanner. Ketika Sayaka menempelkannya, palang transparan itu terbuka, Sayaka memasuki area stasiun, sekarang tinggal menunggu kereta yang menuju Chiba. Suasana yang ramai seperti ini sudah biasa terjadi saat-saat seperti ini. Walau sebenarnya Sayaka agak jengkel, tetapi mau bagaimana lagi.
Selang tidak lama, kereta telah tiba, mereka memasuki kereta tersebut bersama penumpang lainnya. Di waktu seperti saat ini, sulit mendapatkan tempat duduk, tetapi mereka berhasil mendapatkan tempat duduk. Minami mengeluarkan ponsel dari saku, dia mengetikkan pesan untuk ayahnya kalau dia akan pulang sedikit terlambat.
“Maaf ya, kalau kamu harus ikut, kamu bisa pulang duluan kalau keberatan,” ujar Sayaka sembari menatap Minami.
“Tidak masalah sih kalau aku. Jadi apa yang sebenarnya ingin kamu cari?” tanya Minami.
“Panduan tentang senjata suci. Aku tidak tahu apakah di sana tersimpan buku semacam itu,” ucap Sayaka sembari melipat tangan.
Karena bagi Sayaka, beberapa bulan yang lalu, dia sudah pernah mengunjungi ruang perpustakaan yang dijaga ketat. Hanya beberapa orang saja yang boleh memasuki perpustakaan bawah tanah. Saat itu, Sayaka melihat banyak buku yang tertata dengan rapih walau banyak yang sudah berdebu, sekaligus lembab. Di sanalah jawaban akan ditemukan olehnya.