Magnolia

Fitri F. Layla
Chapter #5

Bab 5 (Hari Baru)

Mataku menatap gedung sekolah yang menjulang tinggi. Kulihat ada tiga lantai dengan dinding bercat putih yang agak usang. Ini adalah sekolah kedua setelah aku gagal bertahan di pesantren yang pertama.

“Dek, Sudah siap belum?” tanya Mbak Rini menanyaiku dan dua santri baru lain. Hamida dan Raya.

“Sudah, Mbak.” Jawab kami bertiga bersautan.

“Tadi kan sudah ziarah di mbah Mahmud. Insya Alloh nanti betah di pondok. Sekarang ikut mbak daftar ulang di ruang TU.”

Aku, Hamida dan Raya mengangguk dan saling melempar senyum.

Ini adalah tahun keduaku setelah tak sanggup menetap di pesantren pertama. Semuanya baik, teman-teman, ustadzah, kakak kelas, tak ada yang membuatku mengingat kejadian buruk saat aku masih di SD sebelumnya. Namun begitu Ayah dan Ibu meninggalkan pesantren, dadaku sesak. Dan pikiranku kosong. Semuanya meledak saat jam tidur tiba. Kehilangan sosok Ayah dan Ibu yang selalu melindungiku  menjadikan gelembung ketakutan terbentuk di sudut otakku. Hingga akhirnya, setelah merengek-rengek pulang selama tiga bulan, Ayah memulangkanku dengan raut kecewa yang tak sanggup ditutupi. Kami pulang kehujanan sambil terus diam. Hingga sesampainya di rumah, untuk pertama kali kulihat Ayah dan Ibu memalingkan muka dariku.

“Ini daftar kitab kalian dalam setahun. Untuk buku paket pelajaran umumnya belum keluar mau pakai yang mana. Yang jelas kita beli kitab-kitabnya dulu, ya.” Mbak Rini, pengurus pondok yang sangat mengayomi itu menggiring kami seperti anak bebek. Di sepanjang perjalanan ia juga suka bercerita tentang banyak hal. Terlebih tentang kepesantrenan dan kehidupan sehari-hari sebagai santri. mendengar ceritanya kami bertiga tampak antusisas. Tak bisa dielakkan jika Mbak Rini seorang pencerita yang hebat. 

“Kaya Kalian tadi Ziarah ke Mbah Mahmud, Itu tuh kaya MOS untuk kalian. Tau MOS, kan?” kami bertiga mengangguk. “Kalau sekolah lain kan MOS-nya perkenalan tentang sekolah gitu, kan ya. Kalau di pondok MOS-nya berdoa biar bisa betah dan dapat ilmu yang manfaat. Nanti kalau udah betah duluan, wah, semua kegiatan di pondok bakal nyenengin dan ngangenin banget kalau sudah lulus nanti.”

“Tapi kalau sudah ziarah tetep nggak betah di pondok gimana, Mbak?” tanyaku.

“Hmmm, kalau itu sih Mbak nggak tahu. Hehehehe.” Mbak Rini menjawab enteng. “Soalnya memang tidak semua orang berjodoh menuntut ilmu di pesantren. Tapi semua orang berjodoh mendapat ilmu yang bermanfaat. Tinggal tempatnya aja yang beda-beda. Ziarah tadi kan bentuk dari ikhtiyar supaya bisa lancar belajar di pondok yang pastinya bakal belajar ilmu agama lebih banyak daripada di sekolah umum.”

“Berarti kalau sekolah di sekolah umum belum tentu pintar agamanya?”

Lihat selengkapnya