Sepanjang liburan, semuanya berjalan baik-baik saja. Ayah dan Ibu sering mengajakku dan adik-adik berbuka di luar rumah untuk menikmati waktu bersama. Hingga tak terasa lebaran tiba dan waktu untuk kembali ke pesantren semakin dekat. Beberapa kali selama beberapa minggu terakhir Ayah memang giat untuk memperluas jaringan bisnis barunya. Aku tak tahu apa-apa tentang MLM. Yang kutahu, bisnis ini lumrah di Amerika dan cukup banyak peminatnya.
“Ayah sudah memenuhi target, Lia. Tinggal menjaga jaringan Ayah tetap berkembang saja. Nanti uangnya bisa kita tabung untuk biaya kuliah kamu.” kata Ayah saat aku mengepak barang-barang dan pakaian yang kubawa ke pesantren.
“Kok bisa ya. Yah. Walaupun Ayah udah nggak ngapa-ngapain tapi bisa dapet komisi terus.” kataku sambil berhenti sejenak karena takjub dengan sistem bisnis yang digeluti Ayah. Bisnis ajaib. Aku menyebutnya begitu.
“Soalnya ada barang yang diperjualbelikan. Nah komisinya ya dari sebagian kecil keuntungan-keuntungan dari orang-orang yang berada di jaringan Ayah.” Aku mengangguk-angguk. Meski tak begitu mengerti kurasa bisnis ini memang lumayan cocok untuk Ayah yang hebat dalam pemasaran.
Sejak aku keluar dari pesantren pertama, Ayah memulai usaha pembuatan seragam sekolah anak-anak. Pangsa pasarnya adalah sekolah-sekolah TK. Yang biasanya memiliki ciri khas seragamnya masing-masing dan tidak dijual di toko-toko. Sebelumnya Ayah dan Ibu menjual makanan-makanan ringan yang dikemas ulang dan dititipkan ke warung atau toko-toko kelontong. Setiap pagi, sebelum menjalani rutinitas mengemas snack yang akan di kirim ke toko, mereka menjajakan gorengan pastel dan dititipkan ke kantin-kantin sekolah. Meski hasilnya tak banyak, tapi cukup untuk makan kita sehari-hari dan menabung walau sedikit.
Begitu tabungan Ayah dan Ibu terkumpul cukup, mereka berinisiatif untuk terjun ke industri konveksi dan dimulai dengan menggarap pesanan seragam-seragam anak TK. Uang yang dihasilkan bisa sepuluh kali lipat dari menjual snack dan pastel. Meski tersandung-sandung karena tidak tepat waktu pengiriman pesanan di tahun pertama dan kedua, Ayah berhasil di tahun ketiga dan mendapat untung yang sangat besar bagi kami kala itu. Menembus puluhan juta. Sampai kemudian muncullah bisnis MLM ini. Konveksi kami masih berjalan, namun Ayah bersikeras untuk melebarkan sayap lebih luas dengan mengumpulkan modal dari komisi MLM.
“Ibu kemana, Yah?” tanyaku setelah celingukan tak melihat Ibu dari tadi. Kulihat di dalam kamar dua adikku sudah tertidur dengan tivi menyala.
“Oh ikut pengajian katanya tadi. Paling bentar lagi pulang.” tepat setelah Ayah menjawab, kami berdua mendengar suara Ibu datang dengan mengucap salam. Kami berdua menjawabnya dan terkejut dengan muka masam Ibu.
“Ibu kenapa kok cemberut?” tanyaku membuat Ibu terkejut dengan keberadaanku. Nampaknya saat aku menjawab salam tadi, Ibu bengong dan tak menyadariku yang tengah memasukkan baju-baju ke dalam tas bersama Ayah.