[]
Masih memejamkan mata, Siddharta berguling. Tangannya terentang begitu saja. Namun, sesuatu mengusik pemuda itu. Alih-alih kasur yang empuk, telapak tangannya menyentuh sesuatu seperti… Siddharta meraba-raba, apakah itu hidung? Bibir? Ah, mungkin hanya mimpi, pikirnya seraya berusaha membuka kelopak mata yang masih sangat berat.
Percuma, matanya terlalu berat.
Siddharta memutuskan untuk mengabaikan apa pun itu dan menuruti hasratnya melanjutkan tidur. Namun, sesuatu itu bergerak. Sejenak hening, kemudian—
“Aaaaaaaaa!!!”
Kedua mata Siddharta seketika terbuka lebar saat sebuah suara nyaring terdengar. Karena duduk terlalu cepat,dia merasa pusing. Jantungnya juga berdegup kencang.
Sepasang mata membelalak lebar, beradu pandang dengan Siddharta yang masih linglung. Kemudian, lengan gadis pemilik mata itu terayun, meraih bantal di sampingnya dan melemparkan benda itu ke arah Siddharta.
“Ibu, Ibuuu!” Gadis itu berteriak seperti kesetanan sembari meraup kain selimut untuk membungkus tubuhnya dan turun dari tempat tidur. Tangannya meraih benda-benda yang ada di meja samping tempat tidur dengan serampangan untuk dilemparkan ke arah Siddharta.
“Ibu, ada pencuri. Pencuri, Ibuuu!”
Siddharta menangkis dan menghindari benda-benda yang dilemparkan ke arahnya. “Aku bukan pencuri!” serunya, meraih bantal untuk dijadikan tameng dan turun dari tempat tidur.
“Ibuuu, pencuriii! Bapaaa!”
Pintu bilik menjeblak terbuka dan Ki Sapari masuk bersama istrinya.
“Gusti?!” Lelaki yang sebelah tangannya membawa sabit dan sebelah lagi membawa sejumput rumput itu tampak sangat terkejut, membuat Siddharta makin bingung.
“Tenanglah, Sekar, dia bukan pencuri.” Istri Ki Sapari memeluk si gadis dan mengelus-elus punggungnya untuk menenangkan.
Sehela napas panjang diembuskan Ki Sapari. “Gusti salah masuk kamar,” ujar lelaki itu kalem.
Siddharta mengerjap. “Hah? Ap—tidak,” tolaknya, “saya masuk di bilik pertama yang saya lihat. Sesuai arahan Ki Sapari.” Dia tidak berbohong, tidak mungkin juga dia keliru. Ini bilik pertama yang dia lihat begitu keluar dari ruang dalam.
“Maksud saya, bilik pertama dari depan, Gusti. Ada di samping bilik ini.”
Apa?!
Siddharta membelalak. Dia tidak tahu seperti apa mukanya sekarang. Bagaimana bisa dia keliru memahami perkataan Ki Sapari?