Mahar dari Raydan

Ana Rizki
Chapter #2

Bab 1 : Kedatangan Tamu

“Iya! Tunggu bentar, bocah-bocah riweuh!” Kamila meneriaki seseorang yang memanggilnya di ujung telepon seraya berlari menuruni satu persatu anak tangga. Suara gema takbir mengalun indah memenuhi kemeriahan suasana lebaran di kompleks perumahan tempatnya tinggal.  

Kamila mengenakan gamis peach berenda sederhana di bagian tepi bawah kakinya. Baju itu berukuran tiga perempat, Kamila memadukannya dengan leging hitam dan kain panjang berwarna hitam yang ia letakkan seadanya di atas kepala. Kamila mencengkeram eraterat ponselnya yang baru saja terputus dengan sambungan telepon. Gadis itu memelotot ketika ia sampai di ruang tamu. Di sana, ia tak hanya menemukan orang tua dan adiknya, tetapi juga satu keluarga lain yang ikut bercengkerama.  

“Mila, mau ke mana, Sayang?” Untuk pertama kalinya, Belva menyapa. Mamanya itu melambaikan tangan sebagai isyarat agar Kamila turut bergabung bersama mereka. 

Kamila melangkah mendekat, papanya berbicara lewat ekor mata, memerintahkan Kamila untuk menyapa tamu mereka—tamu Papa dan mamanya—dan dengan senyuman terpaksa yang Kamila ukir di bibirnya, ia mencium punggung tangan dua tamu orang tua dan hanya melempar senyum kepada seorang pemuda yang duduk bersama mereka.  

“Teman-teman Mila datang, Ma, mereka udah di depan,” kata Kamila seraya bergerak menyampirkan salah satu sisi kain berwarna hitam ke bahunya. “Aku nemuin mereka, dulu, ya?”  

Kamila melihat Gabriel mengerutkan alisnya. “Kamu tidak bilang teman-temanmu mau datang.”  

“Iya, Pa. Karena Mila juga nggak tahu kalau mereka mau silaturahmi hari ini,” jelas gadis dengan senyum lebar itu.  

Kamila merasakan tamu orang tuanya menatapnya tanpa putus sejak tadi. Ia terus-terusan tersenyum dengan teramat lebar, antara tak enak diperhatikan dengan cara yang berlebihan dan ingin segera beringsut pergi dari ruang tamu ini.  

“Ya sudah, sana temui dulu tamu-tamu kamu. Tapi nanti balik lagi ke sini, ya.” Belva, dengan sifat pengertiannya yang teramat kental dan mendarah daging mengizinkan Kamila pergi dari ruang tamu.  

“Kamila! Makin cantik aja kalau pakai hijab! Ajib, dah, lo!” Regan mengguncang-guncang bahu Kamila ketika ia menyambut kedatangan teman seangkatan seperjuangan senasib sejurusannya itu.  

“Regan gila! Lepasin aku, aku jijik sama kamu!” Kamila meronta-ronta, berteriak mendramatisir suasana hingga Regan melepaskan bahunya. Namun, Kamila tak akan pernah bisa lepas dari jeratan teman seperkampretannya yang lain. 

“Milaaaa!”  

Astaghfirullah, Yudha bikin gue enek aja!  

“Setop! Bukan mahram!” Kamila merentangkan tangan di depan dada, menahan pelukan lebar dari Yudha yang bersiap menenggelamkannya ke dalam dekapan maut.  

“Oh, iya, lupa.” Yudha menggaruk-garuk kepalanya.  

“Lupa terus lo, sih. Emang separo doang otaknya!” Regan memukul kepala Yudha lalu duduk di kursi mahoni yang ada di teras rumah Kamila. Cowok itu membuka toples kue kering lalu mulai melahapnya. “Ada tamu, ya, Mil, di dalam?”  

Kamila mengangguk. Gadis itu menusuk air mineral kemasan dengan sedotan lalu menghabiskan isinya. “Eh, jangan ngajak gue keliling ke rumah temen-temen sejurusan, ya, hari ini. Gue mencium bau-bau pengekangan nih hari ini.”  

“Pengangkangan?” Yudha membeo.  

Sejurus dengan pertanyaan konyol Yudha itu, Regan turut membeo, “Pengangkangan gimana maksud lo, Mil?” 

Gadis itu menghela napas. Kain yang menutupi separuh kepalanya kini telah lepas. Ia menepuk dahi. “Pengekangan, wahai teman-teman! Bukan pengangkangan! Otak kalian tuh, ih! Bikin kesel!”  

Lihat selengkapnya