Mahar Surah An-Nissa

Ahliya Mujahidin
Chapter #2

Gudhul Bashor

Segala amal butuh ilmu, termasuk dalam berumah tangga. Pondasi utama sebuah rumah tangga adalah amal agama. Aku tak ingin buru-buru mencari calon istri karena aku yakin Allah sudah menyiapkan jodoh terbaik untukku. Bisa saja aku meminta orang tuaku untuk mencarikan calon istri, tapi aku belum meminta mereka untuk mencarikanku calon karena aku ingin memilih calonku sendiri. Mereka memahami maksudku, maka dari itu mereka tak memaksaku. Aku memang belum pernah menyukai seorang wanita selama ini. Hanya sebatas rasa kagum jika melihat wanita berhijab sempurna. Hanya sebatas rasa kagum jika mendengar dari kawan ada wanita sholehah yang siap untuk dinikahi. Rasa ingin terkadang muncul, tapi aku ingin mendapat wanita yang berbeda dengan biasanya. Tinggal aku sendiri yang belum berkeluarga di antara abang dan adikku. Bagiku tak masalah, karena aku yakin, suatu saat nanti aku akan menyusul mereka, in-syaa Allah. Godaan dari Abang-abangku pun aku tanggapi dengan senyum ramah. Aku tak mau ambil pusing dengan godaan mereka karena setiap ujian akan dihadapi orang-orang beriman, termasuk singlelillah sepertiku.

Hari ini aku menjalani keseharianku setelah pulang dari Jakarta, mengurus pondok cabang An Nur di Bandung. Beberapa hari yang lalu aku libur dan pulang ke Jakarta karena sedang diberi nikmat sakit oleh Allah. Aku mulai mengajar di pondok ini setelah selesai belajar di pondok pesantren Raiwind, Pakistan. Enam tahun lebih aku belajar di sana. Alhamdulillah, aku telah menyelesaikannya. Kini, aku tinggal mengamalkan apa yang kudapat di sana. Karena ilmu yang didapat saat belajar bukan untuk disimpan, melainkan untuk diamalkan dan disampaikan.

"Kak Hamzah!"

Aku menoleh ketika mendengar seruan adik iparku. Ya. Dia Ali, suami Salwa, adikku. Dia menghampiriku dengan langkah tergesa.

"Assalamu'alaikum," sapaku ketika dia tiba di hadapanku.

"Wa'alaikumussalam," jawabnya. Kulihat dia masih mengatur napas.

"Ada apa, Al?" tanyaku.

"Kemarin ada santri mengalami kecelakaan tabrak lari. Aku merujuknya ke rumah sakit Harapan Mulya karena lukanya cukup parah. Aku belum sempat menjenguk karena tugasku di rumah sakit padat dan Salwa sedang hamil muda, jadi aku sibuk mengurus pekerjaan dan Salwa, dan belum sempat mewakili pondok untuk menjenguknya." Ali menceritakan maksudnya menemuiku.

"Keluarganya sudah tau?" tanyaku.

"Sudah." Dia membalas singkat.

"Insya Allah, nanti siang aku ke sana. Terima kasih untuk infonya." Aku menepuk pundak Ali pelan.

"Kalau begitu aku pamit ke klinik." Dia pamit.

Aku hanya mengangguk.

"Assalamu'alaikum." Dia berlalu dari hadapanku.

"Wa alaikumussalam." Aku menatap kepergian Ali.

Ujian datang silih berganti di pondok ini. Berbagai ujian sudah kami hadapi. Alhamdulillah, Allah selesaikan dengan cepat ketika pondok ini mengalami masalah. Lebih baik aku segera bersiap-siap untuk shalat zuhur dan setelah makan siang aku akan menjenguk santri yang dirawat.

***

Aku berjalan cepat ke ruangan yang telah ditunjukan suster. Ya Ruangan santri yang mengalami tabrak lari. Sebenarnya ini pelanggaran karena santri itu keluar pondok ketika pelajaran berlangsung. Aku tak mungkin membahas ini karena musibah bisa saja terjadi kapan saja dan aku tak mungkin langsung menyalahkan santri itu. Bagaimana baiknya, nanti aku musyawarah dengan orang tua sang santri. Saat ini yang kupikirkan adalah kondisinya.

Aku tiba di depan pintu ruang yang kutuju. Lorong ini terlihat sepi dan hanya beberapa suster yang lewat. Aku segera masuk ke dalam, tapi seketika pintu itu terbuka sebelum aku membukanya, dan tatapanku langsung tertuju pada seorang wanita yang kini ada di depanku. Pandangan kami pun bertemu.

Astagfirullahal'adzim.

Aku menundukkan kepala dan bergeser dari posisiku memberi jalan wanita berhijab sempurna di hadapanku.

"Maaf, Anda siapa?" tanya wanita itu.

"Saya Hamzah gurunya Ziyad," sahutku dalam keadaan menunduk.

"Oh, silakan masuk. Di dalam ada Abah dan Umi." Dia membalas.

"Terima kasih." Aku mengangguk dan berlalu masuk ketika wanita itu memberi jalan untukku.

Siapa dia? Kenapa matanya kembali teringat di pikiranku? Astagfirullah, buang ingatan itu Hamzah. Itu tipu daya setan menggodamu.

Lihat selengkapnya