Sudah beberapa hari ini tidak hujan. Matahari bahkan semakin terik saja. Ah, semakin malas saja keluar rumah. Tapi dikarenakan temanku dari Jogja tiba-tiba saja ingin main ke Bandung. Alhasil, disinilah aku. Menunggu kereta yang tak kunjung datang. Hm … menyedihkan sekali.
Beberapa menit yang lalu, memang sudah ada pengumuman tentang keberangkatan yang molor plus pesan lebay dari temanku itu yang sudah berpikir kemana-kemana. Ya, kereta yang ditumpangi temanku harus mengungsi dulu di stasiun lain karena masalah teknis. Sebenarnya, aku juga khawatir sih dengan dia. Semoga tidak terjadi apa-apa.
Dan … doaku terkabul teman-teman. Di kejauhan terlihat sebuah kereta akan masuk. Aku yakin itu kereta yang ditumpangi temanku. Hal itu diklarifikasi oleh temanku dengan membalas pesan digital yang aku kirimkan beberapa waktu yang lalu.
Alhamdulillah … akhirnya aku bisa segera pulang! Yeay!
Aku melihat temanku, Saras, melambaikan tangannya ke arahku. Dia masih ada didalam. Masih mengantri untuk keluar. Tapi, dari apa yang kulihat, beberapa kali dia harus terseret ke belakang lagi karena tubuhnya terlalu kecil untuk menyeimbangi arus keluar yang lumayan padat. Beberapa kali pun ia mengumpat. Bukan. Bukan aku yang punya pendengaran yang tajam, tapi ciri khas Saras yang selalu mengumpat itu jelas sekali dari mulutnya yang komat-kamit. Aku tertawa kecil. Dari dulu memang tidak pernah berubah.
Aku menunggu tepat di depan gerbong tapi jaraknya memang lumayan jauh. Mataku masih mengawasi Saras yang susah payah untuk dapat bergerak maju. Hingga tak sadar seseorang menubrukku. Aku oleng. Untung saja aku langsung dapat menyeimbangkan tubuhku. Di sudut mataku, terlihat bahwa orang yang menubrukku berhenti.
“Kalau jalan lihat-lihat, dong!” Semburku seraya berbalik memandangi dia yang berpakaian serba hitam. Tunggu! Kenapa di cuaca yang panas ini dia memakai jaket tebal? Ah, terserahlah ! Kulihat dia membungkuk kearahku. Aku meringis. Bahuku lumayan sakit terkena ranselnya yang lumayan besar itu.
Kemudian aku berbalik, kembali memandangi Saras. Ia mungkin melihatku hampir jatuh, mulutnya bergumamn sesuatu yang ditujukkan padaku, “Kenapa?” aku menggeleng. Tak selang berapa lama, aku lihat Saras jatuh terjerembab. Sontak saja aku berteriak.
“Saras!”
Jantungku terhenti.
Bukan. Bukan karena Saras yang jatuh. Tapi … karena sesuatu yang telah menusuk perutku. Aku tertegun pada pria yang ada di hadapanku. Kemudian tanganku meraba perutku.
Basah.
Aku melihat … darah. Darahku.
“To—lo—“ Tenggorokanku tercekat. Pusing mulai mendera sehingga tubuhku mulai oleng.
HAP.
Ada yang memelukku. Tangannya menekan tanganku yang menutupi luka tusukan itu. Berbarengan dengan pelukan itu, pria dihadapanku oleng dan ambruk. Walau tidak jelas, aku mendengar rintihannya.
Badanku dibalik olehnya. Tanganku dia masukkan kedalam saku jaketnya.
“Sayang … tidak boleh seperti itu. Kamu malah menendangnya! Astaga …”
“Hah? Kenapa? Ya ... maaf jangan memelukku seperti ini dong. Malu dilihat orang lain. Apa? Mau digendong? Jangan disini dong … aaw .. Kamu malah mencubitku. Iya-iya aku gendong sekarang!”
Perkataannya semakin melantur. Aku tidak dapat mendengarnya lagi.
******
Kejadian satu tahun yang lalu.
Entak kenapa … aku yang tipenya beringatan buruk, tapi sangat mengingat kejadian itu. Ah, mungkin karena kejadiannya di luar dugaan. Ya, aku pernah tertusuk tanpa sebab dan … terjebak dengan orang yang tiap harinya—ah aku harus bilang apa, ya?
Intinya, tugasku tiap hari adalah bertahan hidup!
Ya. Aku sama seperti kalian awalnya mungkin ini hanya halusinasi saja. Mungkin karena aku sering nonton film action jadinya berasa hidupku benar-benar mengalaminya. Tapi sayangnya, aku memang benar-benar mengalaminya. Entahlah … dunia memang penuh misteri.
Jangan kalian pikir aku senang dapat mengalaminya!
Karena tidak seperti pada film-filmyang aku tonton. Hah …. Jauh sekali ...
Sungguh sangat tidak senang. Tiap hari bergulung dengan suara tembakan, bom, kebut-kebutan, pisau darah racun dan sebagainya. Ah, sudahlah mungkin kalian akan mengira aku berfantasi tinggi.
Tapi—itu kenyataannya. Kenyaataan yang aku alami. Namun, tidak dapat aku ceritakan pada siapapun. Karena semua orang menganggap hal ini hanya khayalan atau ide cerita yang bagus.
Ah ya, perkenalkan namaku Raidilla Anjani seorang penulis yang sampai saat ini tidak pernah membukukan karyanya sendiri. Karena apa? Karena aku tidak pernah merampungkan cerita-ceritaku itu.
Hahaha … silakan tertawa saja kalian sepuasnya!
Hanya saja, untuk kali ini … tekadku sudah bulat. Aku akan merampungkan ceritaku ini. Cerita tentang dia yang tak tahu siapa namanya, dimana rumahnya, apa pekerjaan, apakah dia sekarang baik-baik saja atau tidak.
Dia yang …
Panggil saja dia Maharesi.
Ya. MAHARESI.
Alasannya?
Tidak ada.
Walaupun dia sering dipanggil Tuan Muda.
Tapi …