Mahasiswa Abadi: Matrikulasi Strata Satu

Muhaimin
Chapter #1

Hari Pertama, Teguran Pertama

Di beberapa negara tetangga, Malaysia misalnya, kelas matrikulasi dilangsungkan selama kurang lebih dua tahun. Di Indonesia, beberapa kampus mewajibkan matrikulasi untuk mahasiswa tahun pertama selama satu hingga dua bulan saja sementara beberapa kampus lainnya tidak mengenal istilah matrikulasi. Tujuannya adalah untuk menciptakan homogenitas - agar kemampuan akademik mahasiswa berada pada level yang sama sebelum perkuliahan yang sebenarnya dimulai. Kampus tempat Deka berkuliah menerapkan wajib matrikulasi selama dua bulan. Prosesinya kurang lebih sama seperti kuliah - ada proses belajar, ada diskusi, ada presentasi, dan diakhiri dengan ujian.

Tidak ada remedial seperti di SMA. Jika tidak lulus, harus ikut program matrikulasi lagi. Tapi tahun depan bersama junior.

“Baik! Seluruh mahasiswa dan mahasiswi yang saya kasihi dan saya sayangi, selamat datang di Fakultas Bahasa dan Sastra. Selamat atas status baru kalian yang mana kalian saat ini telah benar-benar resmi menyandang status sebagai ‘mahasiswa’.” Kata prof. Kis, Dekan Fakultas Bahasa dan Sastra, dalam sambutannya.

“Sesi pertama yang akan kalian ikuti adalah sesi matrikulasi. Sesi ini diwajibkan kepada kalian semua. Pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan jurusan, prodi dan kelas masing-masing. Materinya hanyalah materi dasar.” Lanjut orang nomor satu di Fakultas Bahasa dan Sastra itu.

“Matrikulasi tidak memiliki bobot kredit tapi kalian semua wajib lulus - kecuali jika kalian tidak mau selesai di kampus ini. Kalian yang lulus program matrikulasi akan mendapatkan sertifikat yang nantinya akan digunakan sebagai persyaratan ujian proposal. Kalian yang tidak lulus diberikan kesempatan sekali lagi pada tahun berikutnya. Selama ini, belum ada yang tidak lulus matrikulasi. Dari wajah-wajah kalian, saya lihat angkatan 2007 ini masih akan konsisten seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Kunci untuk lulus hanya satu saja - belajar.”

Berbeda dengan saat menjadi siswa baru, hari pertama ngampus setelah resmi menjadi mahasiswa biasanya terasa biasa saja - nyaris tidak ada yang spesial. Demikian halnya karena seluruh mahasiswa telah melewati masa penerimaan mahasiswa baru yang pada fase itu semua bisa saling kenal dan akrab, baik itu dengan senior maupun dengan rekan-rekan seangkatan. Tidak ada lagi yang kikuk saat menjelajahi kampus, apalagi tersesat. Semua sudut telah ‘diinvasi’ saat penerimaan mahasiswa baru.

“Disini apa ada yang masih merasa belum paham dasar-dasar tata bahasa Inggris?” Tanya prof. Kis. Kedua bola matanya menyisir tangan yang terangkat dari barisan audiens.

“Kalau masih ada, saya akan hubungi pihak sekolah kalian dan mempertanyakan kenapa Anda diluluskan ujian nasional.” Ujar prof. Kis dengan gaya berkelakar.

“Baiklah. Tanpa perlu menghabiskan banyak waktu disini, baiknya kita segera menuju inti acara. Kita tinggalkan saja formalitas-formalitas yang tidak penting seperti ini. Kalian juga pasti sudah bosan mendengar kata sambutan. Sekarang kalian menuju kelas masing-masing. Kalian masih punya waktu sekitar satu jam sebelum dosen kalian masuk. Manfaatkan waktu itu untuk saling mengenal satu sama lain.”

Kanda Erik, kanda Ical, dan kanda Wahyu terlihat sedang ngopi pagi di bawah pohon didepan kantin. Seperti layaknya mahasiswa baru tahun-tahun sebelumnya, mahasiswa baru tahun ini juga berjalan bergerombol - seperti barisan tentara yang sedang olahraga. Bedanya, tentara berjalan dengan postur gagah perkasa sedangkan mahasiswa baru berjalan dengan pandangan yang menatap tanah atau lantai - seperti orang yang sedang mencari barang yang jatuh.

“Selamat pagi, adinda-adindaku! Semuanya kelihatan segar sekali pagi ini. Pasti karena sudah mandi semua, kan?!” Rayu kanda Ical yang duduk di dahan pohon terendah dengan kedua kaki yang tidak menapak tanah.

“Selamat pagi juga dan selamat ngopi, kanda-kandaku!” Sahut salah seorang mahasiswi dari balik kerumunan. Tidak jelas siapa yang berbicara. Suaranya terdengar baru.

“Kami ke kelas dulu, kakanda! Disuruh pak dekan untuk menunggu dosen di kelas. Kami pamit, kanda!” Ujar Deka kepada ketiga seniornya.

“Belajar yang rajin semuanya. Jangan malas seperti kanda Erik!” Kelakar kanda Wahyu saat para juniornya sudah sedikit menjauh.

Gedung HD yang seluruh daun jendelanya telah terpasang kaca bening - mahasiswa teknik menyebutnya float glass - kini telah dipenuhi mahasiswa Program Studi Sastra Inggris dan Pendidikan Bahasa Inggris. Tidak ada kelas senior di gedung ini karena semua senior sudah lulus kelas matrikulasi.

“Baik. Selamat pagi semuanya. Nama saya...” Deka mencoba mengendalikan atensi teman-temannya dengan memperkenalkan diri - sesuai dengan instruksi pak dekan tadi.

In English, bro!” Teman-teman sekelas Deka menginterupsi.

Alright! Let me introduce myself. My name is Deka. I was graduated from Laboratorium High School in East Java. I am so delighted to be here, speaking in front of you all, and introducing myself to anyone here. I think that’s all that I can tell you about myself.”

Ini kali pertama Deka berbicara dalam bahasa Inggris didepan publik. Dalam sesi perkenalan singkat ini, ia menyadari satu hal yang mendesak untuk ia perbaiki - pronunciation.

Sejak lulus SMA, ia tak pernah melatih kemampuan speaking-nya. Menurut teori linguistik, skill ini adalah skill tersulit untuk dikembangkan karena speaking membutuhkan sinergitas skill-skill lain - pengetahuan tata bahasa, diksi, pelafalan kata, dan intonasi. Hal yang membuat speaking menjadi semakin kompleks adalah semua skill pendukung harus diolah dalam otak secara bersamaan. Berbeda dengan writing yang masih memberi waktu kepada penulis untuk berfikir sebelum mulai menulis. Jikapun ada yang salah, masih bisa dikoreksi.

To shorten the time, I would like to invite one of you to introduce yourself to us. Who wants to take the floor?” Deka mengundang satu teman kelasnya untuk memperkenalkan diri. Sayang sekali, tidak ada yang berani.

“Bagaimana teman-teman? Oke, baik. Waktu dan tempat saya persilahkan untuk teman saya yang tampan ini. Silahkan.” Deka mencoba mengakrabkan diri dengan salah satu mahasiswa yang telah berdiri untuk memperkenalkan dirinya.

Thank you very much to the man of the year, Deka, for the opportunity given to me to introduce yourself. You are wonderful and handsome too, buddy! Alright my friends, my name is Josh Mikail. All my family and friends call me Josh so just simply call me Josh. I am from Lentera High School. I took this major because I am interested in learning foreign language. Here, I want to improve my English and I hope we can learn together.” Josh, lulusan terbaik dari SMA Lentera, berhasil mengundang tepuk tangan yang meriah atas pronunciation-nya yang brilian.

Lihat selengkapnya