Mahasiswa Salah Jurusan

Arlita Dela
Chapter #1

Terlambat

“Rio ga mau masuk jurusan keperawatan mah!” Setelah menyanggah dengan nada tinggi kepada sang Ibu, Rio bergegas masuk kamar dan membanting pintu dengan cukup keras. Sontak Ibunda dan sang nenek hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah laku Rio.

Ibunda Rio berjalan gontai mendekati daun pintu dan berseru lirih dari luar, “Cepat atau lambat, kamu akan mengerti Nak.”

Sementara, Rio yang berada di dalam kamar tidak mengindahkan kalimat sang Ibu. Dirinya sibuk mendengarkan musik dengan volume tinggi. Berusaha melupakan perdebatan yang baru saja terjadi. Kini jam pun berdenting menunjukkan angka 12 malam. Tanpa sadar, Rio tertidur dengan headset masih terpaut dikedua telinganya.

***

Kini waktu sudah pagi, Rio menyentuh kedua telinganya yang terasa sakit. Didapatinya headset di kedua tangannya.

“Hah! Gua tidur pakai headset semalaman? Duh mana sakit lagi, ah!” Rio membanting headset putih miliknya ke kasur, “Eh jam berapa ya?”

Rio mencari ponselnya yang tertindih bantal. Rio membulatkan kedua matanya ketika terlihat angka 8 di layar ponselnya. “Serius jam 8? Duh telat nih gua.”

Rio bergegas mengambil handuk dan berlari ke kamar mandi. Setelah selesai, Rio segera turun dan bergegas pamit kepada Ibunda.

“Ini sarapan kamu makan dulu,” Ibunda Rio menyodorkan sepiring roti bakar dengan olesan selai cokelat diatasnya.

“Udah telat. Rio pamit dulu, Mah.”

Rio segera mencium tangan Ibundanya dan melenggang pergi meninggalkan ruang makan.

“Nanti kamu lapar, mamah bawain buat bekal ya.” Dengan sigap, Ibunda Rio mengambil kotak makan untuk memindahkan roti bakar dari piring tersebut. Setelah usai Ibunda Rio segera keluar rumah mencari putra semata wayangnya.

Sayang, Rio sudah menyalakan mesin motornya dan bergegas meninggalkan rumah.

Rio memacu motornya dengan kecepatan tinggi dan menyalip diantara kemacetan ibu kota. Rio berharap dapat sampai ke sekolah dalam waktu 15 menit, padahal biasanya ia harus menempuh waktu satu jam.

Setelah melewati jalanan yang cukup ramai, sampailah ia di depan gerbang sekolah. Seperti yang telah di duganya, gerbang sekolah sudah tertutup rapat. Dengan cepat, Rio membelokkan motornya ke belakang sekolah tepatnya ke warung tongkrongannya. Biasanya anak-anak yang datang terlambat, memarkirkan motornya disana.

“Eh Rio, telat ya?” Sapa Mang Ujang, penjaga warung kopi yang dijadikan tongkrongan anak-anak.

“Iya nih Mang, saya numpang taro motor ya,” Dengan cekatan Rio merapikan motornya bersama beberapa motor lain yang sama-sama telat hari itu.

“Yaudah, jangan di kunci stang ya.”

“Siap, pasti. Makasih ya Mang, saya masuk dulu."

Rio bergegas lari menuju pintu belakang sekolah. Rio mengendap-endap berjalan di tengah koridor yang lengang. Tak ada satupun siswa yang berani berkeliaran di jam pelajaran. Saat dirinya hendak sampai dikelas, terlihat dari kaca jendela bahwa Pak Sugeng guru Matematika yang killer sedang duduk di meja guru. Rio mengurungkan tekadnya untuk tetap melangkah, ia putuskan memutar arah ke ruang band.

Rio menunggu hingga kurang lebih dua jam setengah di dalam ruang band. Rio sibuk memainkan ponselnya atau sesekali bernyanyi sambil bermain gitar. Bell berbunyi, waktu istirahat tiba. Saat dirinya hendak pergi ke kantin, masuklah ketiga sahabatnya.

“Eh Rio, lu kenapa terlambat? Dicariin pak Sugeng tadi,” Surya menepuk pundak Rio.

Rio segera menggagalkan keinginannya untuk pergi ke kantin. “Telat bangun gua. Emangnya pak sugeng tadi ngapain? Kitakan udah ujian nasional kenapa masih ada guru yang masuk?”

“Kok bisa? Oh itu tadi Pak Sugeng sosialisasi tentang kampus negeri gitu.”

“Oh gitu, gua telat karena lupa pasang alarm. Gua aja semalaman tidur pakai headset,”

“Dih serius? Masih bisa dengar dengan normal kan lu?”

Rio memandang kesal, “Masihlah.”

Lihat selengkapnya