Rio berjalan ke daun pintu dengan muka cemas. Segera ia mendekat ke arah Ibundanya.
“Mereka siapa mah? Papah kenapa?”
Ibunda Rio hanya mampu terisak, begitupula dengan neneknya. Salah satu dari pria berbadan tegap itu menjawab pertanyaan Rio dengan tegas.
“Maaf Nak, kami mendapat laporan tentang kasus korupsi tuan Hadi. Setelah kami selidiki, telah terbukti. Kami membawa surat tugas ini dan sudah ada beberapa barang bukti,”
Papah Rio hanya menunduk malu, perlahan ia memberanikan diri menatap Rio yang sedang dilanda kecewa, “Maafin papah Nak, papah ngelakuin ini demi kamu.”
“Rio ga butuh uang Pah! Rio cuma butuh perhatian. Kalau begini bukan bahagiain, justru papah ngancurin keluarga kita!” Rio bicara dengan nada tegas, ia menatap kesal pria dihadapannya.
“Mari pak, ikut kami.” Kedua pria berbadan tegap itu segera menarik tangan Papah Rio yang terborgol.
“Maafin papah, Nak.” Teriak Papah Rio saat akan masuk ke dalam mobil. Rio hanya bisa diam menyaksikan orang tuanya dibawa pihak kepolisian dan petugas KPK.
Mobil hitam itu mulai pergi menjauh dari rumah. Rio segera mengajak Ibunda dan neneknya masuk ke dalam rumah.
“Udah Mah, jangan nangis. Biarin papah bertanggungjawab atas perilakunya.” Rio memeluk Ibundanya.
“Tapi, kenapa? Kenapa Papahmu melakukan ini semua,” Ibunda Rio menjawab dengan air mata yang membasahi pipi.
Rio mengusap kedua pipi Ibundanya, “Papah selama ini selingkuh diluar Mah. Rio tau, Rio sering liat di media sosial. Tapi Rio diam, Rio ga mau mamah nangis. Kalau sudah seperti ini, mungkin saatnya mamah tau. Ikhlasin saja. Mungkin ini teguran dari Tuhan untuk papah.”
Air mata mengalir semakin deras, Ibunda Rio tidak menyangka bahwa suaminya tega mengkhianati janjinya hanya karena kondisi kesehatannya yang kini kian memburuk. Satu-satunya harapan Ibundanya hanya Rio. Sekarang Rio satu-satunya lelaki di rumah itu.
“Maafin mamah ya Nak, mamah tidak bisa turuti kemauanmu untuk kuliah jurusan arsitek karena rumah ini pun disita, kita udah ga punya apa-apa lagi sekarang.”
Rio kaget, dirinya tidak menyangka bahwa seburuk itu kondisinya saat itu. Rio mencoba tegar, meskipun di dalam hatinya hancur. “Mamah ga usah mikirin Rio, Rio gapapa mah. Yang penting sekarang, mamah cepat sehat ya.”
Rio memeluk Ibundanya, begitupula nenek Rio yang sedari tadi hanya bisa menangis. Mereka berpelukan. Semua terasa hangat ditengah peliknya kehidupan.
***
Keesokan harinya Rio, Nenek dan Ibundanya segera merapikan barang bawaan mereka. Hari itu Rio berencana pindah ke kontrakan kecil di salah satu perkampungan dekat dengan rumahnya. Dengan berat hati, Rio melepas semua fasilitas yang dulu dapat dinikmatinya.
“Ayo Nek, ini barangnya udah semua Rio kemas.”
Rio menunggu sang nenek di depan rumah, mereka berjalan kaki ke rumah barunya karena hanya berjarak kurang dari 1 KM. Saat sampai di rumah itu, Rio segera meletakkan semua barang bawaannya.
“Mamah kenapa? Mamah pucat.”
Rio terlihat panik melihat Ibundanya yang duduk menyender ke tembok, tampak lemas dan pucat.
“Gapapa, mamah baik-baik aja Nak.”
“Yaudah mamah istirahat dulu aja ya, sebentar Rio siapin alasnya.”
Dengan cekatan Rio merapikan kasur di rumah itu, beruntung sang pemilik kontrakan menyediakan fasilitas kasur dan lemari. Rio segera membersihkan kasur untuk sang Ibunda.
“Mah udah bersih dan rapi, mamah istirahat dulu aja ya.” Raut wajah Rio sangat cemas.
“Iya makasih ya Nak.”
Ibunda Rio segera merebahkan diri diatas kasur. Rio kembali ke ruang tengah untuk merapikan alat-alatnya. Saat dirinya sibuk merapikan pakaiannya, sang Nenek mendekatinya.
“Rio, kamu yang sabar ya. Maaf nenek ga punya rumah jadi kita harus tinggal disini sekarang,” Nenek mengelus pundak Rio.
“Iya gapapa kok Nek, yang penting kita ga kepanasan dan kehujanan.” Rio tersenyum untuk menutupi kesedihannya.
“Gimana soal kuliahmu? Kamu mau lanjut jadi perawat?”
Rio tertegun, kenapa ia harus menerima pertanyaan itu lagi disaat situasi seperti ini. Rio menghela nafas, nenek mengerti jawaban Rio dari gerak-geriknya.
“Nenek paham kamu pasti malu. Tapi karena disana ada beasiswa kenapa engga? Kalau kamu jadi perawat kamu kan bisa ngerawat mamah dan nenek,”
“Bukannya perawat itu buat cewek ya Nek?”
“Iya memang pada umumnya perawat itu cewek. Tapi perawat cowok juga banyak kok,”
“Ya masa nanti Rio di panggil suster, Rio kan cowok Nek!” Rio khawatir, terbayang saat Aldi meledeknya kemarin.
“Engga kok, kamu ga mungkin di panggil suster. Ada panggilannya, tapi nenek lupa. Nanti kamu akan tau. Apa kamu ga kasian melihat kondisi mamah mu?”
Rio menunduk, ia telah kehilangan sosok ayah. Ia tidak ingin kehilangan Ibundanya.
“Kasian si Nek, yaudah iya Rio mau.”
Nenek tersenyum mendengar jawaban Rio, “Kamu hebat Rio. Nenek doakan kamu sukses ya, Nak.”
Rio tersenyum meskipun di dalam hatinya masih bimbang. Selepas percakapan itu, Rio kembali merapikan pakaian dan memasukannya ke dalam lemari. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, dengan cepat Rio mengangkat telepon yang masuk.
“Rio lu dimana? Kenapa ga ke sekolah? Ayo kita coret-coretan!” Seru Bimo dengan nada gembira.