MAHAWIRA

el
Chapter #13

12. Problem Solved!

Brak!

"Brengsek!" Ren membabi buta. Tiga orang lainnya di ruangan organisasi GNB tersentak kala menyaksikan Ren Rajaksa, si ketua organisasi itu tiba-tiba datang langsung menyerang Arkandi. Bahkan, Ayu Willa sampai mundur sebab tersenggol kursi yang terlempar akibat tendangan Ren.

"Kak Willa gak apa-apa?" Kamala menarik Willa untuk menepi. Gadis yang ditanyai hanya mengangguk, ia masih kaget untuk mencerna situasi yang terjadi. Abimanyu bangkit dari sofa, berusaha mendekat.

Bugh!

"Penghianat!" Satu lagi kepalan tangan Ren merangsek Arkandi hingga bercak darah kentara pada sudut bibir lelaki itu.

"Ren, berhenti!" seru Abimanyu tanpa menggunakan embel-embel 'Kak'. Ya, dari awal interaksi mereka dengan menggunakan nama masing-masing. Kecuali Kamala. 

Abimanyu menangkap badan Ren yang terhuyung ke sana ke mari, sementara Arkandi hanya diam. Ia tidak melawan sama sekali. Barangkali benaknya berpikir bahwa ia pantas mendapatkan ini semua.

Suasana sekolah telah sepi, kegiatan ekstrakurikuler hanya diadakan di lapangan, kecil kemungkinan untuk ada yang menyadari adanya keributan di lantai dua di ruangan 3×4 m sebelah sini.

"Kamu penghianat, Arkandi!"

"Berhenti, Ren, udah!"

"Mereka kenapa, sih?!" Willa berkata gamang. Menyaksikan dua orang tengah terlibat perkelahian seperti ini, membuat perasaannya berkecamuk.

"Bajingan!" Kertas beukuran F4 berterbangan. Kursi berderit sebab ulah mereka berdua.

Bugh!

Dinding berdebam. Punggung Arkandi menubruk hingga ia terbatuk.

"STOP, REN. KAMU KETUA DI SINI!" 

Untuk sekali itu Ren mereda. Napasnya memburu, seragamnya sudah tidak serapi biasanya. Ia menghempas pegangan Abimanyu pada lengannya.

"Kamu melanggar peraturan ketiga, Ren."

Menjalin hubungan kerjasama antar anggota dengan baik.

"Bisa gak atur kondisi biar kondusif? Bisa bicarain baik-baik kalau ada masalah?" Abimanyu menjeda.

"Ketua macam apa kamu, Ren?" sarkas Abimanyu, tiga kalimat pertanyaan penuh penekanan berhasil ia lontarkan. Suaranya menggema seisi ruangan sebab semuanya diam saja. Hanya ada deru napas yang saling berseteru.

"Arkandi berkhianat, dia bocorin rahasia organisasi ini ke orang lain!" Ren menjelaskan dengan suara parau. Dan untuk sekali itu segala pasang mata yang ada di sana mengarah tepat pada laki-laki dengan lebam membiru di mukanya.

Dada Kamala mencelos. Dia maju satu langkah, mendadak amigdala di dalam otaknya mengirimkan sinyal-sinyal kekhawatiran. Ini yang ia takutkan sejak awal. Bagaimana jika mereka ketahuan? Bagaimana kalau menyebar luas. Bagaimana nasibnya sebagai siswi di sekolah ini. Bagaimana—

"Arkandi, apa itu benar?" ucap Kamala gamang. Sekujur tubuhnya mulai panas dingin. Napasnya ikut memburu.

"Gimana kalau berita ini menyebar, dan dia tau—"

"Aku gak bocorin sepenuhnya—" 

"Itu tetap aja, bodoh!" Willa meyela ucapan Arkandi sewot.

"Lagian, ini semua salah. Dan ini bukan salah kita, kan?" sahut Arkandi tanpa menyesal sekalipun. 

"Tapi dia bakal marah besar sama kita, sialan!" Ren menyentak.

"Kamu bocorin ke siapa, Ar?" sahut Kamala.

"Daniella Aylin. Murid IPS 2, kasus pertama kita dulu." Itu bukan suara Arkandi. Ren menyahut lebih dulu.

"Arkandi, apa alasan kamu bocorin ini ke dia?" tanya Abimanyu yang sedari tadi diam menyimak perseteruan.

Lihat selengkapnya