MAHAWIRA

el
Chapter #18

17. Keriuhan Mengudara

Wira kembali malam-malam ke rumahnya sendiri guna mengambil beberapa baju Juno, sebab abang satu-satunya itu perlu rawat inap. Bang Juno mengalami cedera kepala sebab timpukan benda keras di kepalanya. 

Tetapi Wira terpaku sewaktu ia membuka laci. Di sana terdapat beberapa kaplet obat tidur lengkap dengan sisa-sisa wadahnya. Benar, walaupun ia menyita berapapun obat tidur yang Juno pakai, lelaki itu bisa membelinya kapan saja. Wira menarik napas dalam. Tidak apa selagi Bang Juno tidak bertindak di luar kendali.

Melihat obat-obatan ini Wira jadi teringat seseorang.

Besok adalah pengungkapan kasus.

Kamala Raspati, bagai seonggok jiwa tanpa rasa.

Bagaimana nasib Kamala Raspati jika seandainya ia di drop out?

***

Dipta termenung di kamarnya sendiri. 

Bulatan-bulatan asap putih mengudara. Dipta mengulangnya selama beberapa detik sekali. Hisap... hembuskan. Dipta menjauhkan lintingan nikotin itu sewaktu Aldinata—bocah laki-laki yang tingginya hanya sebatas pinggangnya—menghampirinya seraya merengek manja.

Untuk sekali itu, Dipta mematikan rokoknya yang tinggal separuh.

"Bang Ipta, kenapa suka makan asap, gak sehat tau!" katanya seraya mengerucutkan bibirnya.

Dipta tersenyum. Pintar. Mari tepuk tangan untuk kedua orang tuanya yang mengajarkan anak laki-lakinya seperti itu.

Dipta pernah dimarahi sewaktu pertama kali ketahuan merokok. Tetapi, yah... mungkin ia sudah terlalu bandel bagi mereka.

Jangan sampai anak laki-lakinya yang lain gagal seperti dirinya. Gagal dinasehati.

"Makanya, nanti Aldin kalau udah gede jangan kayak Abang, ya."

"Tapi, kenapa Bang Ipta makan asap terus?"

Karena Abang gak bisa berhenti, Aldin...

Melihat abangnya hanya bungkam saja, Aldinata bosan. Ia naik ke atas kasur dan mendusel pada abangnya itu. "Abang, aku ngantuk!" katanya dengan nada memanjang di akhir.

"Sini, tidur." Dipta menepuk pahanya, tepat sedetik sebelum adik terakhirnya itu rebahan di sana. Dipta memainkan rambut-rambut di kepala bocah tujuh tahun itu, sementara Aldinata memejam.

Dipta termenung. Berpikir.

Besok adalah pengungkapan kasus. Ia berpikir ke belakang, mengingat bagaimana usahannya bersama teman-temannya selama ini. Tetapi, satu nama berhasil mengusik pikirannya. Ayu Willa.

"...krisis yang melanda negara kita ini terus berlanjut, kiriman dari Ibu Bapaknya juga ikut seret."

"...orang tua Willa sudah pisah, dua-duanya sudah berkeluarga masing-masing. Willa ditawarin mau tinggal sama siapa, dia malah pilih Nenek."

Bagaimana jika Willa mengecewakan nenek satu-satunya itu? 

Apakah perempuan itu bakal di drop out dari sekolah?

Dada Wira mencelos.

***

Abimanyu Adjie.

Perasaan Nai mendadak berkecamuk tidak karuan. Lelaki itu adalah tulang punggung keluarga. Mempunyai tiga adik...

...dan ditinggal kedua orang tuanya. 

Lantas, jika sanksi yang diberikan kepada anggota GNB berupa didepak dari sekolah—

Nai menggigit bibir.

—bagaimana laki-laki itu berhasil menyelesaikan studinya untuk bekerja menghidupi adik-adiknya?

***

Pagi-pagi sebelum Wira berangkat ke sekolah, ia menyempatkan diri untuk pergi ke rumah Aylin sebab tadi malam ia tidak jadi. Menjaga Bang Juno yang rawat inap. Namun sewaktu ia memasuki halaman, keadaan seperti kurang kondusif. Ia melihat Ibu Aylin menangis dan suaminya yang sibuk menelepon seseorang. Sewaktu matanya menangkap kehadiran Wira dengan seragam sekolahnya, pria paruh baya itu buru-buru mendekat. 

"Wira! Di mana Aylin?!" tanyanya seraya meraih bahu Wira. 

"Aylin gak ada, Om? Saya ke sini malah mau ketemu sama Aylin, kemarin dia izin gak berangkat sekolah, kukira dia ada kepentingan keluarga?" Wira menjelaskan dengan terbawa suasana. Suaranya menuntut, terlihat khawatir.

"Saya sama Ibu pulang pagi tadi, keadaan rumah berantakan, Bibi gak tau apa-apa dan Aylin hilang! Kalau ini penjarahan, kenapa hanya rumah saya?!" suara Pak Hao terdengar frustasi. Mengingat di beberapa titik kota telah terjadi kerusuhan yang banyak menimpa warga Tionghoa, ia jadi ketakutan akan nasib anak satu-satunya itu.

"Ini bukan penjarahan, Pak, barang-barang di rumah kita masih utuh. Hanya berantakan saja," sela Ibu yang tengah tersedu.

Wira bergeming. Ia jadi ingat apa yang dialami Aylin akhir-akhir ini. Dia mendapat ancaman, ketahuan telah mengetahui rahasia organisasi, mencuri flashdisk penting...

"...dan aku jadi tau banyak rahasia di rumah Ren. Kayak Sandra yang ternyata adik tiri Ren dan Pak Rukman adalah Papa Ren,"

"Surat izin Daniella Aylin,"

Ren.

"Om, Wira cari Aylin dulu!" Wira beranjak menaiki motor tergesa-gesa. 

"Wira, selalu kabari Om!" teriaknya untuk kemudian beranjak mengajak istrinya untuk menaiki mobil, melaju menuju kantor polisi. 

Pelaporan anak hilang.

"Iya!"

Wira tidak pernah melaju dengan kecepatan setinggi ini.

***

Langkah Wira tergesa-gesa di koridor lantai atas, ia menuju kelas Ren yang ada di ujung sana yang ternyata, laki-laki itu tidak ada. Apa dia belum berangkat? Apakah Wira terlalu pagi? Atau ia langsung saja mendatangi Kepala Sekolah sialan itu?!

Akhirnya, ia putuskan untuk ke kelasnya terlebih dahulu. Mengabari Nai dan Dipta mengenai hilangnya Aylin. Jika ternyata Aylin hilang sedari kemarin... 

Ya Tuhan...

"Wira, kamu kayak habis dikejar setan tau!" Nai menginterupsi laki-laki itu yang napasnya tengah memburu.

Lihat selengkapnya