Selena mengambil gaun merah panjang yang menggantung di sudut kamar, kemudian memakainya.
“Selena, kamu mau kemana?” Selena membulatkan kedua matanya, kemudian membalikkan badannya kaku. “Mau ke taman bun.” Perempuan berumur 30 tahunan itu mengangkat sebelah alis, seraya melipat kedua tangan di depan perut.
“Kenapa harus memakai gaun itu? Kan banyak baju santai di lemari.”
Gadis kecil itu berusaha berpikir dengan keras, agar bundanya mengizinkan ia memakai gaun merah.
“Lena tidak pernah memakai baju ini, dan kita tidak pernah liburan bersama. Lagi pula, di sini jarang ada pesta ulang tahun. Jadi, izinkan Lena pakai gaun ini ya bun, sekali ini aja.” Selena memohon pada bundanya dengan wajah memelas, sedangkan bundanya menghembuskan napas pelan. “Bunda memperbolehkan kalau Lena pergi ke taman, tidak dengan Randy.” Selena meneguk air liur keras. Ia tidak punya teman lain kecuali Randy. Padahal, Randy selalu berperilaku sopan pada papa dan bundanya, tapi mengapa dia selalu tidak diizinkan bermain dengan Randy?
“Kenapa tidak diperbolehkan bun?” bunda menekuk lututnya agar sejajar dengan Selena, kemudian mengelus rambut pirang Selena yang halus. “Kamu tahu sendiri kalau dia seperti singa yang siap memakan mangsanya.” Selena mengedipkan kedua matanya perlahan. Sungguh, ia tidak mengerti maksud bundanya ketika berbicara tentang singa. “Bunda, Lena tidak mengerti. Lena kan masih umur 7 tahun, kenapa bunda memberi Lena teka-teki Detective Connan?” Bunda tersenyum melihat gadis kecilnya yang sangat lugu. “Yang pasti kamu jangan bermain sama dia, bunda tidak suka. Kalau Lena tetap mau bermain sama dia, bunda enggak akan mengizinkan Lena main ke taman dengan gaun merah ini.” Selena menundukkan kepalanya sambil berpikir, kemudian mendongak seraya tersenyum mengembang. “Baiklah bunda. Lena enggak akan bermain bersama Randy. Lena hanya bersepeda di sana sambil melihat bunga-bunga yang indah ... oh ya, mungkin terdapat hewan lucu di sana.” Bunda tersenyum manis, kemudian berdiri kembali.
“Bunda mau ke mana? Kenapa rapi?”
“Bunda ada urusan mendadak sayang, sebenarnya bunda mau mengajak kamu, tapi kamu ingin ke taman.” Selena menganggukkan kepala bertanda paham. Ia sudah terbiasa sendiri ditemani pembantunya, maka dari itu ia selalu merasa kesepian ketika ayah dan bundanya bekerja di luar. Rumahnya yang megah, memiliki halaman atau pekarangan luas, serta di tambah pagar lumayan tinggi membuat perbatasan antara rumahnya dengan rumah tetangga, terkesan seperti istana raja di tengah gubuk rakyat.
“Hati-hati bunda.” Bunda tersenyum manis, kemudian beranjak pergi meninggalkan Selena kecil. “Jaga diri kamu baik-baik Lena, bunda menyayangimu.” Selena menganggukkan kepala, kemudian melambaikan tangan kanannya seraya tersenyum mengembang.
Mobil itu kian menjauh dari pandangan Selena. Setelah Selena tersenyum mengembang, ia memasang wajah datar. Ia ingin berlibur bersama orang tuanya, tapi apa daya? Orang tuanya sangat sibuk bekerja, apalagi sejak perusahaan papanya melonjak drastis sejak hari kelahirannya di dunia. Untung saja, Selena tidak dititipkan orang tuanya pada asisten rumah tangga. Bundanya adalah malaikat tak bersayap, karena rela meninggalkan pekerjaannya untuk merawat Selena. Tapi, ketika Selena menginjak kelas 3 Sekolah Dasar, bundanya kembali bekerja setengah hari agar papanya tidak terlalu bekerja keras menghidupi keluarga.
Selena mengambil sepeda kecil di garansi rumah. Tak lupa ia membawa boneka beruang kecil berwarna merah, lalu memasukkannya di keranjang sepeda. Ketika ia mengayuh sepeda keluar rumah, banyak orang yang menganggapnya aneh karena mengayuh sepeda menggunakan gaun panjang berwarna merah. Tak jarang orang-orang bergunjing tentang Selena, kalau Selena bermaksud pamer gaun merah yang indah, padahal nyatanya ia tidak ingin pamer ke semua orang.
Cit .... Selena mengerem sepedanya tepat di depan rumah Randy. Ia pun mengambil bonekanya kemudian bermaksud mengetuk pintu rumah Randy. Tapi, sebelum itu, “B****t ibu ini gimana sih! Kenapa ....” Bruk! Suara benda terjatuh dengan keras. Selena menoleh ke belakang, banyak orang yang penasaran dengan isi rumah Randy. “Argh!” teriak Randy keras, hingga orang-orang di belakang Selena menggelengkan kepalanya pelan. “Anak sekecil dia seperti singa.” Selena mengangkat sebelah alis. Kenapa sedari tadi semua orang membahas singa? Apa hubungannya Randy dengan singa? Sungguh, ia tidak tahu tentang ini. Selena pun memundurkan langkahnya, kemudian membalikkan badan. Ia tidak jadi mengetuk rumah Randy karena takut.
“Syifa!” Selena mematung. Ia sangat tahu siapa pemilik suara ini. Ya, dia Randy. Lelaki sebaya sekaligus sahabat terbaik Selena. Dia memiliki paras yang sangat tampan, dengan bibir kemerahannya ia tersenyum manis. “Aku menunggumu Selena Rasyifa.” Randy mendekati Selena, kemudian melirik boneka beruang yang tengah di dekap Selena. “Don’t be afraid Fa.” Selena menunduk menatap boneka beruangnya. Mengapa Randy tahu kalau ia tengah takut dan cemas akan suatu hal? Kenapa dia tidak salah fokus saja dengan gaun merah yang tengah dipakainya?
Randy mengelus puncak kepala Selena seraya tersenyum. “Ayo pergi!” ia menarik tangan Selena dengan lembut.
“Tuan putri tidak boleh mengayuh sepeda. Tuan putri harus selalu berada di lindungan pangeran.” Selena tersenyum. Randy sangat bisa membuat hatinya lega dan tidak takut lagi.
Udara pagi hari membuat suasana hati Selena bagaikan kupu-kupu yang telah berhasil keluar dari fase kepompong. Ia bersenandung ria. “Ding Dong, here I come to find you hurry up and run let’s play a little game and have fun.” Randy menyauti, “Ding Dong, where is it you’ve gone to? Do you think you’ve won? Our game of hide and seek has just begun.” Mereka tertawa ceria, hingga sampailah di taman rahasia khusus yang terletak di arah Timur hutan agak jauh dengan desa.
“Fa, kamu tahu kenapa aku mengajakmu ke taman sambil memakai gaun merah yang kamu ceritakan padaku?” Selena menunduk menatap wajah imutnya di kolam. Ia tidak mendengarkan pertanyaan Randy. Ia hanya fokus dengan pikirannya sendiri tentang singa yang dibicarakan orang akhir-akhir ini.
“Hei!” Randy menepuk bahu Selena, hingga Selena terjingkat kaget. “Si-singa!” Randy menaikkan sebelah alis. Tangan kanannya mengepal membentuk gumpalan batu, rahangnya mengeras. Ia seperti bukan anak kecil.
Selena berjalan menyamping dengan wajah ketakutan. Baru kali ini Randy bersikap seperti ini dengannya. Apa Selena mengucapkan kata yang salah?
Randy menghembuskan napasnya perlahan, kemudian bersikap normal kembali. “Maaf, sudah membuatmu takut.” Mata Selena berkaca-kaca menatap Randy yang tengah menunduk, kemudian memberanikan diri untuk mendekati Randy.
“Ka-kamu kenapa Ran?” Randy hanya menggeleng pelan. “Tidak apa-apa.”
“Kamu marah sama Lena?” Randy menatap Selena, kemudian tersenyum simpul. “Nggak, aku nggak marah sama kamu Fa.”
Selena memandang rumah pohon yang terletak tidak jauh dari Randy seraya berpikir agar Randy tidak memperlihatkan sikap menakutkan lagi. “Lalu, kenapa kamu tadi tidak seperti biasanya?” Selena menutup mulutnya dengan tangan kanan. “Ups, maaf.” Rasa penasaran berhasil mengalahkan rasa sungkan dan takutnya pada Randy.
Randy melangkahkan kaki menuju batang kayu besar yang telah tumbang, kemudian duduk di atasnya. “Aku akan menjawab semuanya, tapi dengan satu syarat.” Selena menatap Randy dalam. “Kita harus selalu sama-sama.” Selena tersenyum mengembang. Ternyata syaratnya Cuma itu? Mudah, karena ia tidak akan meninggalkan desa ini sampai kapanpun. Orang tuanya juga sibuk sendiri, mana mungkin ia pergi.
“Siap kapten, hehe.” Selena duduk tepat di samping Randy. “Kamu tahu tugas singa jantan apa?” Selena berpikir keras. “Mungkin mencari makan untuk keluarganya, karena umumnya jantan yang menghidupi keluarga.” Randy tertawa meledek Selena. “Kok ketawa sih?” Selena menggembungkan pipinya seperti bakpau. “Jangan gitu tuan putri, nanti-”