Maitua

intan elsa lantika
Chapter #2

Ferdi

Kerinci, 2013.

Sebelumnya, perkenalkan namaku Intan. Aku percaya bahwa aku adalah wanita yang cantik, pintar dan selalu beruntung. Kenapa aku bisa seyakin itu? Karena aku banyak disukai lawan jenis karena fisik ku, dan itu cukup membuktikan kalau aku cantik. Untuk pintar dan beruntung, aku yakin karena prestasi akademik ku bagus hingga pernah menjadi pemenang Olimpiade Biologi, aku juga cukup aktif di kegiatan ekstrakurikuler dan aku berhasil lulus dari SMA terbaik di daerah ku.

Walaupun baru lulus SMA tiga hari yang lalu, kali ini aku mencoba mengikhlaskan hati untuk bertemu dengan laki-laki dewasa yang sudah mapan dan sudah sangat siap untuk menikah. Tapi harus digaris bawahi, kali ini aku memutuskan untuk mau bertemu Ferdi, karena kasihan pada mama yang sudah telanjur berjanji pada orang tua Ferdi untuk mempertemukan kami. Ingat, hanya untuk kenal! Bukan karena setuju dengan perjodohan!

Sebelumnya aku belum pernah mengenal apalagi bertemu dengan Ferdi. Katanya, Ferdi masih memiliki hubungan keluarga dengan ku walaupun hubungannya sudah jauh, dan keluarga ku berniat untuk menyatukan kami agar hubungan keluarga kami erat kembali. Tapi aku lebih percaya alasan keterbatasan biaya untuk kuliah, hingga keluarga ku merencanakan agar aku menikah saja. Hmm, alasan ini bukan alasan yang bagus untuk menikah, apalagi bagi ku yang sangat memimpikan pernikahan yang berlandaskan cinta dan kasih sayang.

Hari ini adalah hari yang sudah dijanjikan, aku akan bertemu Ferdi. Aku setuju untuk bertemu tapi dengan syarat saat berkenalan cukup hanya ada kami berdua, tidak boleh ada orang lain yang mengintervensi ataupun ikut campur dalam perkenalan kami ini.

"Cantik banget dandannya! Mau ketemu siapa sih?" goda Nugraha adik laki-laki ku yang umurnya hanya terpaut 2 tahun dari ku.

"Diem Nug! Aku dandan cantik buat diri aku sendiri bukan buat Ferdi ya! Aku harus tetap cantik kapanpun dan dimanapun!" jawab ku ketus.

"Orangnya udah di depan tuh!" ujar Nugraha sambil menunjuk dengan gerakan kepala ke arah teras.

Mata ku membesar, "Serius?"

"Iya! Udah nungguin dari tadi, udah makan juga! Nungguin kamu dandan lama banget!"

Aku melihat kearah teras dan memang ada siluet laki-laki yang sedang duduk.

"Kenapa nggak manggil? Kirain orangnya belum dateng!" ucap ku agak gugup.

"Bang Ferdi yang larang, katanya, biar aja Intan siap-siap senyamannya dulu, saya nggak apa-apa nunggu kok tante," ucap Nugraha agak drama menirukan Ferdi bicara.

"Not bad!" lanjut Nugraha.

Mendengar perkataan Nugraha, aku malah mendadak merasa deg-degan, aku takut Ferdi tidak seperti yang aku bayangkan, karena yang aku bayangkan dia laki-laki tua, norak, sok asik, pokoknya seperti laki-laki yang sering digambarkan di film-film tentang perjodohan.

Aku menatap siluet seseorang yang duduk di teras itu lagi, tampak jelas tubuhnya ideal, sangat ideal! Dari belakang terlihat rambutnya pun rapi, cara duduknya tegap dan tidak ada banyak gerakan.

Aku berusaha menormalkan nafas ku, tenang Intan! Itu baru penampakannya dari belakang, mana tau saat melihat dia dari depan kamu bakalan kaget, dia bakalan kayak cowok perjodohan di film-film yang giginya ompong, rambut berminyak dan norak! Batin ku.

"Ferdi," teriak mama dari arah belakang ku.

Siluet itu langsung berdiri dan mulai berjalan kearah pintu. Aku semakin gugup, lalu aku menutup mata dan menunduk.

"Ya, Tante!" terdengar suaranya yang berat namun lembut.

"Ya ampun, dari suaranya udah kedengaran ganteng!" ucap ku pelan, namun masih menutup mata dan menunduk.

"Nih, Intan udah siap!" ucap mama.

Mama menepuk lengan ku, "Disapa dong!" ucap mama pelan pada ku.

Aku mengangkat kepala dan membuka mata pelan-pelan, aku melihat Ferdi berdiri tepat di depan ku, dia tersenyum dan sedang mengulurkan tangan.

Apa yang aku takutkan terjadi! Ferdi adalah laki-laki ideal, perawakannya tegap, gagah dan senyumanya manis. Ditambah dengan embel-embel lulusan terbaik UGM, sudah bekerja di BUMN dan sudah siap menikah, aku hampir tidak punya alasan untuk menolak orang ini.

Aku memaksakan senyum, "Hai," ucap ku singkat sambil menyambut uluran tangan yang kekar itu.

"Ferdi," Ferdi menyebutkan namanya.

"Salam kenal," jawab ku.

"Tante, biar lebih santai, nggak apa-apa kami ngobrol di cafe sekitar sini aja? Biar nggak canggung di rumah" ucap Ferdi pada mama.

"Iya, nggak apa-apa! Tadi papa kamu udah ngabarin tante juga kok, tapi jangan jauh-jauh ya, ini pertama kalinya loh tante ngizinin Intan jalan sama cowok!" jawab mama.

"Siap tante," ucap Ferdi yakin.

"Aku pergi dulu ya ma," ucap ku sambil menyalami mama.

"Baik-baik dan sopan ya!" mama mengingatkan ku.

"Iya, Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam"

*****

Kami duduk bersebrangan, aku bisa menatap wajah Ferdi secara langsung dan Ferdi pun juga sedari tadi menatap ku, beberapa kali ia tersenyum tapi belum juga memulai pembicaraan. Bukan karena kaku tapi karena waiter yang masih tetap berdiri dimeja kami dan sedang menunggu ku yang sangat lama dalam memilih menu.

"Mie rebus satu, air mineral satu" ucap ku memesan.

"Baik, ada tambahan lagi?" tanya waiter.

"Saya juga itu, samain aja!" ucap Ferdi.

Lihat selengkapnya