Maitua

intan elsa lantika
Chapter #7

Seperti Anak Pejabat

"Maaf, aku benar-benar nggak bisa nerima lamaran Ferdi," kata ku dengan suara yang gemetar, tapi tegar.

Keluarga besar ku masih memasang ekspresi sinis menatap ku. Mereka seperti tidak terima akan keberanian ku menentang perjodohan ini tanpa ada pembela. Aku duduk sendirian di lantai, sedangkan semua keluarga ku duduk di sofa.

"Aku mau belajar lebih banyak! Aku mau jadi anak yang bisa memberikan yang terbaik untuk keluarga ini. Dan menurut ku, menikah sekarang akan menghentikan semuanya, aku nggak mau nikah sekarang!" lanjut ku menjelaskan.

"Nggak ada yang minta kamu ngelakuin sesuatu untuk keluarga ini! Kamu cukup menikah dan mengurangi beban keluarga saja, itu sudah sangat membantu," ucap nenek serius.

"Mak," ucap mama sambil mengelus punggung tangan nenek untuk menghentikan nenek bicara.

"Maksudnya bukan beban! Tapi dengan kamu bisa punya kehidupan yang lebih baik bersama Ferdi, itu sudah sangat membantu, kamu nggak harus melakukan apapun lagi! Kamu hidup dengan baik, bersama orang baik, itu sudah sangat membantu mama," lanjut mama menjelaskan.

"Tapi ma, aku pengen balas jasa mama yang udah berjuang besarin aku dari kecil, aku tau nggak mudah buat mama berjuang sendiri untuk membesarkan anak, tapi ternyata mama bisa, kasih aku kesempatan untuk bisa melakukan sesuatu buat mama," ucap ku.

"Kamu mau ngelakuin apa lagi? Membesarkan kamu itu kewajiban mama, nggak perlu dibalas," ucap mama serius.

"Aku mau jadi pengusaha! Aku pengen berangkatkan mama haji," jawab ku yakin.

"Walaupun aku tau, berangkatkan mama haji pun nggak akan cukup untuk membalas jasa mama yang udah ngelahirin aku, tapi kasih aku kesempatan untuk berjuang, Ma," lanjut ku dengan air mata yang mulai menetes.

"Mama nggak pengen naik haji!" ucap mama tegas.

Air mata ku seketika tumpah, apa yang harus aku lakukan jika orang yang ingin ku perjuangkan tidak menginginkan perjuangan ku?

"Kenapa?" tanya ku dengan suara pelan.

"Mengurus keluarga dan memastikan kalian semua baik-baik saja jauh lebih penting daripada berangkat haji!" ucap mama dengan suara bergetar.

"Mama sudah mengurus kami semua dengan baik, sekarang biarkan kami berjuang untuk mama," pinta ku.

"Mama nggak butuh itu! Mama cuma butuh kamu nikah!" ucap mama tegas.

Aku menarik nafas panjang, sebenarnya aku sudah sangat muak dengan kata-kata menikah ini, apa tidak ada jalan keluar lain selain menikah?

"Nggak adil, Ma! Kenapa nggak kakak aja yang duluan nikah?" tanya ku dengan perasaan geram.

"Kakak kamu juga udah kami carikan jodoh! Tapi kuliah kebidanan nggak boleh nikah sambil kuliah, jadi harus nunggu dia lulus dulu!" jawab mama.

Air mata ku masih mengalir, aku beranjak berlutut di depan mama, ku raih tangan mama dan kepala ku menunduk hingga kening ku menempel di kedua punggung tangan mama.

"Aku mohon, Ma! Aku pengen kuliah, aku pengen jadi perempuan yang hebat dan mandiri, aku pengen sukses menggapai cita-cita ku, Ma! Aku belum mau nikah!" ucap ku dengan tersedu-sedu.

Lihat selengkapnya