Seminggu berlalu, itu artinya waktu cuti praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri yang ku tunggu pun sudah datang. Aku lumayan menantikan hari ini, hingga aku memutuskan untuk mengikuti keinginan Andreas untuk berangkat ke Kerinci bersama. Jadi aku tidak langsung pulang dari kota Padang setelah mengikuti ujian Sipenmaru untuk masuk ke jurusan Kebidanan.
Aku menatap papan Flight Information Display System, aku memperhatikan tulisan Landed di status nomor penerbangan yang membawa Andreas. Itu artinya pesawat yang ditumpangi Andreas sudah mendarat. Aku tersenyum kecil, karena aku akan segera bertemu si penyelamat nama baik ku di hadapan keluarga ku.
Aku yang sedang berdiri tepat di besi pembatas pintu kedatangan menatap jauh kedalam bandara. Terlihat satu persatu orang mulai keluar dari bandara, dan dari kejauhan aku melihat seseorang dengan seragam berwarna coklat serta memakai topi seperti topi polisi berjalan menuju pintu kedatangan.
Aku menyipitkan mata untuk melihat orang itu dengan jelas, "Kayaknya bukan Andreas," ucap ku menatap seorang praja yang berjalan dengan postur tegap dan semakin mendekat lalu melewati pintu kedatangan.
Aku memperhatikan praja itu dan pandangan ku mengikuti arah ia berjalan hingga ia menuju rombongan praja yang sedang duduk-duduk santai di bangku bandara. Jantung ku berdegup lebih kencang hanya dengan melihat seragam IPDN saja. Tidak bisa dipungkiri bahwa mereka memang terlihat gagah dalam balutan segaram itu.
Aku kembali menatap ke arah pintu kedatangan, "Mana sih?" gumam ku yang mulai tidak sabar.
Aku merasakan pundak kanan ku di tepuk oleh seseorang, aku menoleh ke kanan tapi tidak ada siapa-siapa, lalu aku menoleh ke kiri dan ternyata juga tidak ada siapa-siapa. Saat aku kembali menatap ke depan, tiba-tiba, "Baa!" ucap Andreas dari arah kanan ku. Aku kaget hingga bahu ku berguncang dan aku sedikit berteriak. Andreas tertawa lepas, "Maaf, maaf!" ucapnya sambil tertawa.
Aku tidak marah maupun cemberut, namun aku membesarkan mata dan aku usahakan agar berbinar, aku tersenyum lebar. Andreas benar-benar sedang berdiri di depan ku! Dan dia tidak canggung sedikit pun, badannya sangat tegap dan tinggi, hingga aku harus menengadah melihat wajahnya. Ia terlihat jauh lebih gagah sekarang, tatapan nya masih tajam, senyumannya masih manis, hanya warna kulit yang sedikit berubah lebih kecoklatan.
Dia bekerja keras untuk pendidikannya, batin ku.
Andreas yang masih tertawa melambaikan tangan di depan mata ku, "Hey! Ngedip dong!" ucap Andreas.
Aku berkedip dengan cepat beberapa kali, namun pandangan ku tetap menatap dalam pada mata Andreas, senyum ku semakin lebar saat menyadari ini nyata.
"Segitu terpesonanya ya?" tanya Andreas.
Aku menarik nafas sambil menggigit bibir bawah ku.
"Iya!" jawab ku singkat.
Andreas tersenyum heran menatap ku, satu alisnya naik dan keningnya sedikit berkerut.
"Jangan gitu ah," ucap Andreas sambil mengacak rambut kening ku.
Aku hanya pasrah membiarkan tangannya saat menyentuh kepala ku.
"Kamu udah makan belum? Aku laper! Makan yuk!" ajak Andreas.
"Makan disini?" tanya ku sambil merapikan kembali rambut ku dan berusaha menyadarkan diri.
"Iya, aku laper banget, ntar keburu travelnya datang!" jawab Andreas.
"Ini bandara loh," ucap ku polos.
"Iya, trus?" tanya Andreas heran.
"Nggak makan di jalan aja ntar?" tanya ku memastikan.
Aku melihat sekeliling, lalu kaki ku berjinjit untuk mendekatkan muka ku pada telinga Andreas, "Makanan disini mahal!" ucap ku agak berbisik.
"Udah, santai! Aku yang traktir!" lanjut Andreas sambil bergegas menuju restoran Padang yang ada di Bandara.
Aku hanya mengikuti langkah kaki Andreas dengan cepat, untuk mengimbangi langkah kakinya yang panjang.