Mama mulai membicarakan tentang pernikahan lagi, ternyata mama serius soal Andra, karena ternyata Andra mengiming-imingi mama dengan janji akan membiayai kuliah ku yang tinggal satu setengah semester ini.
Sudah pasti aku menolak dengan lantang lagi, kali ini aku berlindung di balik aturan kuliah kebidanan tidak boleh menikah. Ternyata kak Sovi membeberkan fakta pada mama bahwa sebenarnya kuliah kebidanan tidak harus perawan, boleh saja menikah, hanya saja tidak boleh hamil selama pendidikan.
Aku kembali dihantui ketakutan dipaksa untuk menikah, dan karena himpitan ekonomi, mama harus sangat berjuang merawat kakek dan nenek yang sering bolak balik masuk rumah sakit, Nugraha yang juga sudah mulai kuliah, dan kak Sovi yang baru saja melangsungkan pesta pernikahannya. Jadi, mama sudah sampai menjual aset serta banyak mengambil pinjaman uang. Hingga iming-iming dari Andra sudah pasti menjadi angin surga bagi mama yang memang butuh bantuan.
Aku tidak tau apakah jalan yang ku ambil ini benar atau tidak, tapi dengan banyaknya pelajaran hidup yang aku dapatkan selama masa kuliah, aku semakin yakin dengan keinginan ku untuk menjadi wanita mandiri, kuat, tangguh dan semakin berat rasanya jika aku harus menikah terlalu cepat, sedangkan aku belum menjadi apa-apa.
Dengan padatnya jadwal kegiatan perkuliahan di jurusan kebidanan ini, aku jadi tidak punya celah untuk belajar bisnis di luar, apalagi untuk fokus membangun usaha. Usaha kosmetik yang ku rintis bersama teman-teman ku pun juga kandas ditengah jalan karena semakin sibuk dengan tugas kuliah. Satu-satunya hal yang masih bisa ku perjuangkan hanyalah tetap berusaha menjalani kuliah ku dengan sebaik mungkin.
Aku tetap semangat mencari pasien untuk diberikan asuhan dan aku tatap melakukan tugas dari kampus dengan senang hati.
Kali ini, aku bertugas memberi penyuluhan kesehatan di taman kanak-kanak.
Di tengah keramaian taman sebuah TK, aku berusaha menampilkan senyum hangat dan mata penuh semangat. Aku berdiri di depan kelompok anak-anak yang berbaris rapi di lantai warna-warni, untuk mengajarkan mereka tentang pentingnya mencuci tangan.
Aku memulai dengan mengangkat sebotol sabun cair dan sebuah hand sanitizer yang berkilau diterpa sinar matahari. "Halo, adik-adik!" sapa ku ceria.
"Hari ini, kita akan belajar tentang sesuatu yang sangat penting untuk kesehatan kita," aku mulai menjelaskan tujuan ku berdiri di hadapan mereka.
Anak-anak memandang ku dengan rasa ingin tahu. Beberapa dari mereka bahkan sudah mulai mengerutkan dahi, penasaran dengan apa yang akan terjadi.
“Kalian tahu nggak? Tangan kita bisa kotor tanpa kita sadari! Kotoran-kotoran itu bisa membuat kita sakit, jika kita tidak cuci tangan dengan benar," lanjut ku menjelaskan.
Dengan gerakan lembut, aku menuangkan sedikit sabun cair ke telapak tangan Gea yang bertugas untuk memperagakan cara mencuci tangan dengan benar.
“Mari kita lihat bagaimana sabun bekerja!" ujar ku saat Gea mulai menggosokkan sabun di kedua tangannya.
"Saat kita mencuci tangan dengan sabun, sabun akan membersihkan semua kuman dan kotoran yang menempel,” lanjut ku menjelaskan.
Gea menggulung lengan bajunya dan mulai menunjukkan langkah-langkah cuci tangan yang benar. Dia mencuci tangannya dengan penuh perhatian, menggosok setiap sudut dan sela jari dalam 6 langkah.
"Kita harus mencuci tangan selama dua puluh detik! Itu artinya kita bisa menyanyikan lagu Happy Birthday dua kali!" ucap ku sambil tertawa kecil untuk tetap menarik perhatian anak-anak.
Anak-anak mulai mengikuti gerak-gerik Gea, mereka tertawa kecil saat mencoba menghitung waktu dengan menyanyikan lagu. Aku tertawa bersama mereka, menanggapi dengan penuh semangat.
"Bagus sekali! Sekarang kalian sudah tahu bagaimana caranya mencuci tangan dengan benar! Jangan lupa, lakukan ini sebelum makan, setelah bermain di luar, dan setelah menggunakan toilet ya!" ujar ku penuh semangat ceria.
Setelah sesi praktikal, Aku dan Gea memberikan setiap anak selembar stiker berbentuk sabun dengan gambar yang lucu.
"Ini untuk kalian, sebagai pengingat agar terus mencuci tangan dengan benar! Kalian semua sudah sangat hebat hari ini!" ujar Gea sambil memberikan stiker itu.
Setelah memberikan stiker, semua anak-anak masuk ke dalam kelas, tugas kami pun selesai, aku melihat teman-teman kelompok ku yang bertugas untuk dokumentasi dan lain-lain mulai pamit pada guru TK.
"Kita ke kampus dulu?" tanya Gea pada ku.
"Kayaknya aku mau di sini dulu! Kalian lanjut duluan aja!" ujar ku pada Gea.
Aku izin pada guru TK untuk boleh ikut kegiatan belajar mengajar di TK. Aku mulai jenuh dengan pusingnya dunia kampus, tugas akhir dan laporan-laporan. Aku ingin menikmati sedikit keceriaan murni dari anak-anak, tanpa harus memikirkan kerasnya dunia, serta tanpa harus menakuti masa depan.
Aku ikut bermain dan bernyanyi dengan anak-anak, kami hanya memikirkan bagaimana untuk jadi bahagia detik ini. Kami menggambar, kami menari dan kami tertawa.
Di pertengahan kegiatan belajar mengajar, hp ku tiba-tiba berdering. Aku melihat ternyata telepon dari Andreas, aku heran, karena memang jarang sekali Andreas menelpon ku jam segini, aku beranjak keluar kelas untuk mengangkat telepon.
"Halo, Assalamu'alaikum!" ucap ku mengangkat telepon.