Maitua

intan elsa lantika
Chapter #28

Wisuda Intan

"Pokoknya Andra harus datang!" ujar mama memaksa agar Andra boleh datang di acara wisuda ku besok.

"Nggak!" ucap ku lantang menolak kehadiran Andra.

"Bodoh banget sih kamu! Andra bilang mobil untuk besok biar dia yang sediakan! Dia bakal kasih dua mobil untuk kita pakai!" ujar mama.

"Aku cuma mau wisuda, Ma! Nggak butuh mobil! Naik taksi juga bisa!" jawab ku ketus.

Mama terdiam tak menjawab dan menatap ku dengan tatapan datar.

"Yang dateng juga cuma mama! Buat apa dua mobilnya sama kita? Mama satu mobil, aku satu mobil, gitu?" aku melembutkan nada bicara ku agar mama tidak sedih.

"Ya, nanti biar Andra nya jemput keluarga besar kita, yang bisa ikut biar ikut!" jelas mama penuh harap.

"Nggak usah, Ma! Aku cuma butuh mama aja yang seneng liat aku wisuda! Yang lain nggak ngerayain, nggak apa-apa! Mama maksa Andra datang, itu cuma bikin aku sedih lo, Ma! Masa di hari bahagia aku, aku nggak bahagia?" aku berusaha memberi pengertian dan berusaha menenangkan mama.

"Jadi gimana? Andra nggak usah datang?" tanya mama memastikan.

Aku mengangguk, "Soalnya Andreas datang!" ucap ku sambil tersenyum tipis.

Mama terlihat belum ikhlas karena Andra tidak aku izinkan untuk datang di hari wisuda ku. Namun juga tidak terlalu berani memaksa.

Keesokan harinya, pagi-pagi Andreas sudah datang dan menjemput ku serta mama, lalu mengantarkan kami ke kampus untuk mengikuti prosesi wisuda ku. Aku lulus dengan IPK 3,72 dan mama tidak terlalu bangga. Mama tidak banyak tersenyum di hari wisuda ku.

Entah apa yang mama pikirkan, aku juga tidak mengerti. Mama melarang ku untuk berfoto lama-lama dengan teman-teman ku. Setelah berfoto dengan mama dan Andreas. Kami segera mencari tempat makan.

Kami memilih makan di restoran khusus seafood di pinggir pantai Padang. Aku merasa tidak enak pada Andreas yang tidak terlalu disambut hangat oleh mama seperti biasanya. Sebenarnya, aku merasa cukup sedih, di hari bahagia ku, mama malah banyak diam dan memasang muka masam.

Selama makan kami semua hanya diam, seperti hanya sedang makan siang biasa, tidak ada keceriaan sebagaimana layaknya orang-orang melakukan perayaan.

Namun, aku berusaha mendiamkan saja agar suasana tidak semakin kacau, aku berusaha mengimbangi Andreas dan juga mama. Untungnya Andreas membawa Ahmad, sepupunya, jadi Andreas punya teman bicara dan tidak canggung karena didiamkan oleh mama.

Lihat selengkapnya