Kara diumurnya yang 24 tahun, akan selalu menjadi penanggung jawab untuk keluarganya setelah ayahnya meninggal dunia karena sakit, dan setelah itu disusul kakak iparnya yang meninggal kecelakaan.
Keadaan itu membuatnya menjadi satu - satunya lelaki dirumah ini dan harus menafkahi mereka, syukurlah Kara merupakan anak yang penurut, rajin, dan bertanggung jawab atas apa yang telah ia tanggung.
“Deeek!! Bangun” Ucapnya menggoyang tubuh Kara.
Yang mengguncang tubuh Kara adalah kakaknya, Lula. Janda anak satu yang berkerja membantu ibu mereka berjualan di kafe milik keluarga Kara.
“Apaansiiihh” ucap Kara mengerang.
“Jemput Citra di kelas baletnya yaa” Sambung kakanya memohon kepada Kara.
Ini hari libur pertamanya, setelah hampir 2 minggu Kara tidak mendapatkan jatah libur karena lembur dan menggantikan temannya. Tetapi yang ia terima malah diminta bantuan oleh kakanya.
“Tolongin gue kebooo” Sahut lula yang mulai menarik tubuh Kara agar berdiri.
“Iyayaa!” Jawab Kara yang jengkel
Dengan mata yang benar - benar sangat mengantuk Kara memakai jaketnya dan pergi menjemput kepenokannya ke kelas balet yang diperintahkan kakaknya.
Rasa lelah apapun yang ia rasakan, dan setidak ingin apapun ia menjemput keponakannya. Kara akan tetap memberikan senyumnya dengan tulus.
"Kara pergi yaaa" Pamit Kara.
Dia sendiri baru mengetahui kalau keponakannya mengikuti kelas balet, biasanya Kara hanya mendapat tugas menjemputnya pada jam sekolah.
“Karaaaaa” Jerit Citra berlari menghampiri Kara.
“Halo boss” Jawab Kara mencubit kecil hidung Citra.
"Sejak kapan sih ikut ginian? Kok Kara gak tau?" Sahut Kara sembari membawa tas bawaan Citra.
"Karena Citra selalu main bola sama temen - temen" Jawab Citra dengan candanya sembari menggandeng Kara.
Citra memang memanggil Kara hanya dengan sebutan nama, karena Kara ingin terlihat menjadi teman untuk keponakannya.
“Citra” panggil seseorang yang menahan langkah mereka.