Makhluk Bego

M. Sadli Umasangaji
Chapter #21

Bingung, Perdebatan Pikiran, dan Efek Kabur dari Kampus

Seperti biasa saya harus siap-siap ke kampus saya yang tercinta ini, jiah. Walau banyak tanggapan sama kampus saya ini, ada yang negatif dan ada yang positif, terkadang saya juga punya tanggapan untuk kampus ini, tapi anggap saja itu pandangan dari mahasiswa bego, salam mahasiswa bego. Secara sadar dan secara langsung bukan secara tidak sadar dan secara tidak langsung kampus ini juga tempat inspiratif lahirnya tulisan-tulisan saya, lagi-lagi dari pandangan saya, mahasiswa yang ngakunya bego tidak bego benaran, jiah.

 Setelah di kampus, memang masih terbayang bagaimana jadinya nanti setelah kemarin kita (mahasiswa semester V) kabur dari kampus, kita masih terbayang apa yang akan kita dapat apa hadiah, apa ucapan selamat atau sebuah kejutan ? Jiah. Dan yang kita dapat adalah hukuman, itu hadiahnya, hehehe

Ekh sebelum itu ternyata setelah tiba di kampus saya ternyata kembali melakukan hobi saya, ya saya terlambat dan terlambat lagi dari sebelumnya tidak terlambat, jiah. Untungnya saya masih belum masuk kategori benar-benar terlambat, jiah emang ada kategori?

Marhama, teman saya yang tidak terlambat mengatakan, “siap-siap dah torang (kita) sadiki (nanti) dapat hukuman”. Kita pasti dicabut kepalanya dan dipasang kembali, saya rasa begitu, jiah sudah mulai berpikir tingkat tinggi.

Begitulah saya, saya punya hobi, jiah hobi lebih tepatnya kesukaan buruk terlambat, mendadak kepepet dan berpikir aneh (baca: bego). Ya, mendadak kepepet itu hal dalam menyelesaikan tugas, seperti kata Andrias Harefa “Kepepet itu penting”, hehehe. Untuk selanjutnya saya jelaskan saya punya dua pikiran, dan dua otak karena saya telah berubah menjadi alien tanpa sadar, jiah. Saya punya dua pikiran yang membuat saya berdebat dengan diri saya, antara hati dan pikiran saya. Saya yang berpikir positif (baca: ‘sok pintar’ bukan ‘pintar’) dan saya yang berpikir negatif (baca: malas dan bego). Dan sekali lagi begitulah saya, saya yang sedang menjelaskan tentang saya di depan forum penting, jiah kaga nyambung.

Perkuliahan yang masuk pertama hari ini adalah perkuliahan dari dosen Ekonomi Pangan dan Gizi. Seperti biasa satu detik, satu menit, enam puluh menit, dan seterusnya akhirnya kita selesai belajar.

Setelah perkuliahan jelas, kita pasti berpikir menanti datangnya koordinator kelas kita menyampaikan ucapan selamat dan hadiah untuk kita karena telah berhasil kabur dari kampus, itu kesuksesan luar biasa, jiah. Sudah pasti koordinator kelas kita datang untuk menanyakan dan memberi hukuman atas kaburnya kita kemarin, hehehe. Setelah tak lama koordinator kelas kita akhirnya masuk juga, koordinator kelas kita ini bertanya-tanya dengan sedikit versi Hitler, ‘Ngoni (kalian) kasi mati laptop ka tarada (laptop dimatikan atau tidak) kalau tarada saya banting ngoni p laptop ekh (kalau tidak saya banting laptop kalian), ngoni bkiapa kemarin pulang dari kampus dosen ada yang mau masuk kong? (Mengapa kalian kemarin pulang dari kampus, ada dosen yang mau masuk kan?)’ semua terdiam hening. Ceramah singkat dan penjelasan padat dari koordinator kelas kita akhirnya selesai juga, kita dapat hukuman tidak bisa keluar kampus sebelum selesai perkuliahan, jelas! Saya berharap kampus kita buat penjara saja untuk kita, secara keluar makan saja tidak bisa, makan saja di kantin, print tugas juga tidak bisa keluar, harus print di kantin, bisnis yang baik saya mau mencoba melamar membuat kantin di kampus kita, jiah. Kita kembali ke rencana membuat penjara di kampus tadi, menurut saya dengan dibuat penjara di kampus berartikan makan, print tugas harus di dalam penjara dan karena ini penjara kemungkinan gratis pasti ada karena ditanggung pihak pembuat penjara, jiah.

Setelah itu kita lanjut perkuliahan Perencanaan Program Gizi yang kontrak perkuliahan hari itu. Ketika dosen ini sedang mengajar di depan, saya yang lagi diderita suasana hati malas, malah berdebat dengan pikiran saya. Pikiran saya yang ‘sok pintar’ dan ‘bego’. Di depan dosen saya yang menjelaskan juga mengatakan ‘semoga ngoni (kalian) kuliah baek-baek (baik-baik) la (biar) bisa kuliah di luar Ternate, la (biar) ngoni (kalian) rasa sadiki (sedikit) dia p susah (susahnya), ngoni (kalian) disini terlalu manja dalam pembuatan KTI (sebagai tugas akhir) juga m bagitu (seperti itu) disini mahasiswa manja’. Wah saya terkagetkan dengan kalimat seperti itu, teman-teman saya sebagian tertawa atas pernyataan seperti itu.

Pikiran saya yang ‘sok pintar’ mengomentari pernyataan itu, saya bilang ‘Amin, semoga, soalnya saya ingin sekali kuliah di daerah Jawa lebih jauhnya saya ingin mencoba yang namanya karakter pendidikan di sana yang katanya berbeda jauh (baca: sangat jauh) dengan di sini’.

Pikiran saya yang ‘bego’ mengatakan, ‘Jiah emang bisa ? Kuliah disini saja sudah hampir setengah mati tapi belum mati juga’. Pikiran ‘bego’ saya mencoba mempengaruhi pikiran ‘sok pintar’ saya, saya bingung.

Pikiran ‘sok pintar’ saya sedikit terpengaruh, ‘Apa saya bisa? Apa saya benar-benar manja? Apa saya nanti bisa bersaing di sana bila kuliah di sana nanti? Apa saya memang benar-benar malas? Apa mahasiswa di sini memang rendah kualitasnya?’ Saya terhening dan dosen di depan masih menerangkan di perkuliahan hari itu.

Pikiran ‘bego’ saya kembali mencoba mempengaruhi, ‘Sudahlah lupakanlah, buat apa kuliah di luar? Bikin repot saja, nikmati saja rasa malasmu itu, bukankah malas itu sukses ?’ Sudah mulai menyesatkan dengan kata malas ini, pikiran ‘sok pintar’ saya mencoba kembali menanggapi.

Pikiran saya yang ‘sok pintar’ mengatakan, ‘Yang dimaksud dengan malas yang sukses itu adalah malas yang malas diperintah oleh orang lain dan mencoba membuat sesuatu seperti mencoba memilih menjadi pengusaha dibandingkan menjadi pegawai’.

Pikiran saya yang ‘bego dan malas’ membantah, ‘Sudahlah apalagi untuk jadi pengusaha, kamu tidak berbakat untuk itu’.

Lihat selengkapnya