Semua serba tak terduga dan begitulah kehidupan. Saya mengatakan seperti itu karena semua yang saya lalui hingga saat ini tak pernah terbayang sebelumnya, ya tak pernah ada di dalam pikiran saya sebelumnya hingga kehidupan saya berlanjut saat ini. Tapi begitulah kehidupan bukankah semua telah diatur dan kita tinggal menjalani alurnya. Ya, kita tinggal menjalani alur skenario yang telah dibuat Tuhan tapi dengan ikhlasnya Tuhan juga memberikan kita kebebasan untuk kita menentukan bagaimana kita menjalani alurnya. Seperti selalu saya tangkap kita memilih menjadi baik atau memilih ke jalur yang tidak baik. Entahlah terkadang seperti kata bijak “Sesuatu yang baik, belum tentu benar. Sesuatu yang benar, belum tentu baik. Sesuatu yang bagus, belum tentu berharga. Sesuatu yang berharga/berguna, belum tentu bagus”. Sampai pada titik ini saya masih merasa bingung tapi saya percaya alur skenario yang ditetapkan Tuhan adalah sebuah kebenaran.
Setelah seminggu yang lalu balik dari praktek MAGK di Malang, waktu terasa begitu cepat. Saya merasa kalau saya ini baru lulus SMA, dan saya baru selesai kuliah semester I, hehehe. Dan tak terasa pula umur saya sudah capai 20 tahun. Padahal saya merasa saya belum layak berumur seperti ini, umur 20 tahun bagi saya sudah memasuki masa dewasa dan sudah selayaknya berpikir dewasa, hehehe. Saya pernah berpikir saya senang belajar mendewasakan pikiran saya tapi saya tidak suka ketika diposisikan sebagai orang dewasa, hehehe, begitulah saya mungkin belum siap diposisikan sebagai sosok dewasa.
Minggu ini kita bakal melanjutkan dinas di salah satu Rumah Sakit di Ternate lagi. Saya bakal dinas di Minggu ini di Instalasi Gizi. Di hari pertama dinas di Rumah Sakit ini tanpa sadar atau karena hujan atau karena malas atau karena hal lain sebagian besar dari kita terlambat saat dinas di hari pertama itu. Saya termasuk di dalamnya tapi parahnya ada yang lebih terlambat dari itu. Tapi sudahlah saya tak mau bicara soal terlambat karena terlambat adalah hobby saya, hahaha.
Di hari pertama dinas itu dan keterlambatan itu sudah jelas, kita pasti kena marah sama CI kita. Tapi sudahlah itu hal wajar bagi saya. Terkadang entah karena apa saya mulai merubah presepsi saya terhadap hal yang wajar, sebelumnya saya selalu berpikir kalau banyak hal yang tak wajar.
Contohnya seorang pemimpin boleh ini boleh itu dan bawahan tidak boleh ini tidak boleh itu, saya berpikir ini bukan hal yang wajar dan selalu mengkritisi hal seperti ini tapi sekarang entah mengapa saya berpikir hal seperti itu wajar dengan alasan memang sudah selayaknya seperti itu. Contoh lagi seperti orang dengan strata tertentu bisa ini bisa itu sedangkan orang yang tidak memiliki strata tertentu tidak bisa ini bisa itu. Intinya bagi saya sekarang hal yang wajar sudah selayaknya wajar mungkin dulu saya berpikir dalam konteks tertentu semua orang punya wewenang yang sama. Sekarang saya sudah mulai memilah mana hal yang wajar dan memang sudah selayaknya wajar. Contohnya lagi seperti ketika sebuah penerbit menerima naskah seorang penulis ternama dibandingkan penulis baru bagi saya hal itu wajar tetapi dulu saya selalu berpikir kalau hal itu tidak wajar seharusnya tak ada pembeda antara penulis ternama dengan penulis baru. Dan padahal ini saya selaku orang yang baru belajar menulis dan lebih jauhnya senang menulis bukan penulis, tulisannya belum pernah menang ataupun lolos dalam suatu audisi menulis, huh bego, hehehe.
Intinya sekarang mungkin presepsi saya terhadap hal yang wajar adalah salah satu bentuk bahwa saya sadar saya memiliki hal yang tidak bisa saya lakukan dan ada hal yang bisa saya lakukan. Dan begitulah manusia. Bukankah seorang yang dikatakan ahli bukan karena dia mengetahui dan menggeluti semua bidang tapi karena dia fokus terhadap apa yang digelutinya. Intinya dalam hidup ini kita tidak bisa menggapai semua hal sekaligus. Dan bukankah kita butuh latihan selama sepuluh ribu jam untuk memperoleh keahlian yang dibutuhkan demi menjadi seorang ahli kelas dunia. Uhm intinya lagi Einstein belum tentu menang main pingpong melawan Ma Long dan Einstein belum tentu bisa menulis pelit sekocak Raditya Dika, benarkan ? hehehe.
Ternyata saya sudah menguraikan sepanjang itu untuk hal yang wajar, hehehe, semua serba tak terduga mungkin itu alur pikiran saya mungkin itulah alur tulisan saya. Sudahlah pada dinas hari pertama di Instalasi itu kita melakukan penerimaan bahan makanan, menimbang dan melihat spesifikasi. Setelah itu diluar didugaan kita ditanya-tanya oleh CI kita, ‘Apa tujuan kalian dinas disini ? Apa kompetensi yang harus kalian capai ?’, teman-teman saya yang lain menjawab ini itu, dan CI bilang lagi ‘hanya itu saya rasa kompetensi yang harus dicapai masih banyak lagi’. Beeh satu-satu dari kita buka panduan baca lagi, huh bego, hehehe.
Setelah baca panduan walau setengah paham kita langsung dibagi dua unit kegiatan, hehehe. Dan saya dan teman-teman kelompok II dibagian unit pengolahan. Mereka itu Yunita, Citra, dan Aslinda sedangkan yang kelompok I dibagian unit manajemen, mereka itu Nanik, Aryati, Dian, dan Dewi.
Selama dinas juga saya harus berutak-atik dengan laporan. Dan saya sempat berdebat antara pikiran saya yang egois dan pikiran saya yang sok mulia. Beginilah perdebatannya setelah mulai bosan dan pasrah terhadap laporan praktikum yang sudah dari zaman dahulu ini tetapi belum selesai hingga zaman sekarang ini, dan ini tugas kelompok dan teman kelompok saya hanya menyelesaikan sepintas dan setelah mereka semua sakit dan yang lain entahlah sikap meraka yang tidak peduli.
Pikiran egois : “Buat apa catat nama mereka di tugas ini, apa mereka peduli ketika kamu begadang semalam menyelesaikan itu laporan dan besok waktu dinas kau harus berbagi mengantuk dan mereka dengan muka yang fresh ?”