Makhluk Bego

M. Sadli Umasangaji
Chapter #32

Catatan Kacau nan Bego Pecandu Menulis

Saya baru selesai mengupdate status di facebook, “Hah, ini hari minggu ya? sebelum melanjutkan aktivitas lain, lakukanlah hal yang mencandu itu, mencandu yang menyenangkan, hehehe, 'pecandu menulis' ... hahaha”. Ya ini hari minggu, saya mau menulis. Entah mengapa saya semakin ketagihan menulis. Entah mengapa setiap minggu saya belajar meluangkan waktu untuk menulis di sela-sela masa kuliah yang semakin mendekati akhir, semakin terasa sesak, hehehe. Tugas yang masih sedikit banyak, masih perlu perbaikan, saya malah memilih menulis dulu sebentar.

Sejujurnya saya memang memilih fokus menulis agar kelak saya bisa menjadi penulis sukses, penulis ternama, jauh sebelum itu saya memilih fokus menulis agar bisa menghasilkan karya tulis, bisa menghasilkan buku atas karya saya sendiri. Saya menulis untuk mengejar impian saya, impian untuk menjadi penulis, untuk terus menulis, hehehe. Entah mengapa juga saya menikmati untuk bisa menulis, walaupun belum ada kepastian bagi saya untuk bisa menghasilkan buku atas karya sendiri apalagi menjadi penulis ternama. Belum ada kepastian bagi saya atas impian saya itu, hehehe. Tapi sekali lagi saya katakan saya menikmati proses ini, saya menikmati bisa menulis setiap waktu. Mungkin disisi lain karena impian itu saya selalu semangat menulis, disisi lain juga saya senang bisa menulis, perasaan yang sangat melegakan, kebahagiaan yang saya sendiri terkadang tidak tahu ini perasaan bahagia apa, yang mungkin disisi lain saya menulis sebagai self therapy, terapi diri, saya menemukan dunia yang menyenangkan dari menulis, itu yang membuat saya senang bisa menulis, hehehe, sungguh.

Selain menulis membuat saya berani mempertaruhkan impian saya, menulis juga sebagai terapi diri buat saya, ternyata bagi saya akhir-akhir ini menulis juga membuat saya kacau! Ya, kacau karena saya senang menulis, saya juga kecanduan untuk membaca buku-buku, entah mulai dari buku tentang kepenulisan yang lebih mengkhususkan pada pengembangan diri, saya juga senang membaca pelit (personal literatur). Ini membuat saya lebih asyik membaca dibanding mempedulikan masalah kuliah. Efeknya beberapa tugas belum saya selesaikan, buku-buku gizi tidak saya baca dan beberapa hal lain yang bagi saya ini efek dari saya senang menulis. Tapi sejujurnya menulis bagi saya adalah sebuah kenikmatan, menulis tetap membuat saya kuat walaupun juga membuat saya kacau. Ketika menulis saya percaya saya akan lebih kuat, saya belajar mengenal dan mencintai proses kehidupan, terlebihnya saya belajar mencari jati diri saya, mengenal lebih jauh diri saya. Menulis membuat saya berdebat dengan diri saya, hehehe.

Sudahlah saya ‘pecandu menulis’ dan saya mahasiswa yang sedang belajar ilmu gizi, hehehe. Ah, selaku mahasiswa gizi yang sedang menjalani masa dinas, minggu ini saya akan melanjutkan dinas di Poli Gizi. Dari teman-teman sebelumnya yang dinas di Poli Gizi katanya di Poli cukup santai. Ini karena di Poli Gizi di rumah sakit ini jarang ada pasien. Cukup berbeda ketika masih dinas di Malang, di Poli Gizi sana kata teman yang dinas pasien setiap harinya pasti ada. Sekiranya satu hingga dua orang. Sejalan dengan pertama dinas di sini kata CI saya disini di Poli Gizi jarang ada pasien, mungkin dalam sebulan hanya satu hingga dua orang.

Disisi lain saya senang setidaknya bakal banyak waktu santai, dan bisa dimanfaatkan untuk membaca, serta mungkin lebih punya waktu menyelesaikan tugas yang belum diselesaikan. Tapi apa daya tugas yang belum diselesaikan tetap tak selesai karena dihadang rasa malas dan terlalu santai, hehehe. Sudahlah kembali ke tentang poli gizi, disatu sisi saya kesal! Karena bagi saya mengapa jarang ada pasien dan sangat berbeda dengan poli gizi waktu di Malang? Begitulah saya mencoba bertanya dalam pikiran saya. Dan saya mencoba menganalisis dan menjawab atas pertanyaan itu dalam pikiran saya lagi. Mungkin karena masalah presepsi, disini orang belum terlalu mempedulikan tentang hal-hal seperti itu mereka mungkin yakin kalau sakit dan ada obat semua bisa terselesaikan, mungkin mereka berpikir seperti. Padahal bagiku bukankah ‘mencegah lebih baik daripada mengobati’ ? Menurut saya gizi dalam kesehatan bisa bersifat sebagai promotif, preventif, kuratif, dan juga rehabilitatif.

           Ini kekesalan saya walaupun disisi lain saya sendiri belum banyak yang bisa dilakukan, hehehe. Seperti ketika waktu lalu saya pernah menonton suatu acara di televisi, saat wawancara dengan pebisnis makanan organik. Saya malah berpikir bukankah dulu makanan organik banyak ditemukan tapi sekarang apa daya sangat sulit didapat. Semakin maju teknologi disisi lain orang malah merindukan sesuatu yang sangat natural. Tetapi dalam hal itu teknologi sangatlah membantu pastinya. Pokoknya seperti hal diatas (tentang poli gizi) sekarang makanan organik sangat mahal. Mungkin orang akan tersadar ketika kesehatan akan menjadi suatu hal yang sangat mahal dan gizi akan perlu diperhatikan khususnya untuk masyarakat disini, hehehe. Seperti kata bijak “Ketika jatuh pada suatu penyakit maka Anda adalah apa yang Anda makan”, dan juga kata Edward Stanley “Mereka yang tidak memiliki waktu untuk mengonsumsi makanan sehat. Cepat atau lambat akan datang penyakit”. Tak lupa mengutip kata Hiromi Shinya“Sehat atau tidak, bergantung pada apa yang dimakan dan cara hidup sehari-hari orang itu”. Ah, makanan dan gizi adalah suatu bagian yang saling keterkaitan. Jiah memang saling terkait kan ? Gizi kan ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal, hehehe, bego.

           Kekesalan itu juga membuat saya cukup kacau minggu ini, saya kembali menanyakan pada diri saya atas kelayakan saya sebagai mahasiswa gizi. Saya punya mimpi juga untuk jadi ahli gizi setidaknya masih tetap bermimpi untuk lanjut kuliah di gizi lagi. Disisi lain saya malah kaku dengan fisik saya yang kurus ini, dan terbayang-bayang kata-kata, ‘Ahli gizi kok kurus?’. Selain itu karena saya yang kaku dan terkadang tidak peduli dengan orang lain, sikap seperti ini, apakah layak sebagai mahasiswa kesehatan? Kata itu menyesakkan bagi saya walaupun saya tetap meyakinkan kalau itu bukan suatu halangan untuk tetap bermimpi terus menuntut ilmu gizi.

Lihat selengkapnya