MAKOM KERAMAT SYEH SIRNA JAYA

Rana Kurniawan
Chapter #6

Tanah yang Berzikir

Pagi itu tidak biasa. Langit di atas Gunung Kencana berwarna kelabu kehijauan — bukan mendung biasa, tapi seperti bayangan raksasa yang menutupi cahaya matahari.

Udara terasa berat, dan dari kejauhan terdengar suara seperti gemuruh halus dari dalam tanah.

Rana duduk di serambi, menatap batu kecil segitiga yang kini ia simpan dalam kain putih. Batu itu berdenyut perlahan, seperti jantung yang berdetak pelan.

Sukma duduk di sampingnya, wajahnya pucat tapi matanya tenang.

“Batu itu masih hidup, Ran,” katanya lirih.

Rana mengangguk. “Ia seperti... menunggu sesuatu.”

“Menunggu kamu,” jawab Sukma pelan, nyaris berbisik.

Rana menoleh. Tatapan Sukma lembut, tapi di matanya ada ketakutan yang dalam.

“Abah bilang, kalau segel itu benar-benar terbuka, maka ilmu yang dulu disembunyikan Syeh Sirna Jaya akan mencari pewarisnya. Dan sepertinya, yang dipilih itu kamu.”

Rana tak menjawab. Ia menatap bukit di kejauhan. Angin bertiup membawa suara aneh, seperti lantunan doa yang terputus-putus.

Siang hari, Ustadz Hudri memanggil semua santri ke surau. Wajahnya tegang, tangan kirinya memegang mushaf, dan di sebelahnya berdiri Abah Muhadi dengan tongkat kayu tua yang kini tampak retak di ujungnya.

“Anak-anakku,” kata Ustadz Hudri dengan suara berat, “mulai malam tadi, bumi di bawah pesantren ini bergetar tiga kali. Dan setiap kali itu terjadi, sebagian huruf di nisan lama muncul cahaya hijau. Ini bukan kejadian biasa. Kalian semua harus banyak berzikir dan jangan keluar malam.”

Seisi surau hening.Topan, yang duduk di barisan belakang, berbisik ke Rana, “Kayak film aja, ya. Tapi ini kayaknya beneran...”

Rana hanya diam. Batu di sakunya bergetar pelan.

Lihat selengkapnya