The Factory kembali membuktikan dirinya. Setelah pesta pembukaan yang fantastis, malam hari ini ia kembali menghebohkan dunia musik dengan acara hangout komunitas Anak-Anak Senar yang untuk pertama kalinya, tidak diadakan dengan menyewa kafe atau klub. Untuk pertama kalinya, The Factory menjadi rumah untuk Anak-Anak Senar.
Seperti keinginan Remi sendiri, dekorasi tempat dibuat se-dramatis mungkin. Keinginannya adalah untuk membuat sensasi, tanpa harus melibatkan drama, seperti yang direncanakan banyak YouTubers lainnya demi menggaet masa. Pencahayaan lounge The Factory tidak dibuat terlalu gelap, tapi semarak ruangan diatur untuk selalu berganti menjadi beberapa seri warna. Jangan ditanya koleksi gitar-gitar Remi dan Max yang diangkut dan dipajang, seperti ada mini galeri gitar: edisi kolektor sejati.
Sebuah neon text yang di custom secara khusus oleh Miso, tergantung di dinding sebelah layar LED, yang bertuliskan: ANAK-ANAK SENAR. Dibawahnya ada tulisan lagi yang bercahaya kontras dengan tulisan diatasnya: #GUEANAKSENAR.
Dari sore, Remi dan tim nya sudah sibuk menyambut gitaris-gitaris legenda tanah air, sampai beberapa anggota band dan musisi sudah menjadi bagian dari Anak-Anak Senar. Barulah ketika malam datang, datanglah lautan manusia, yang semuanya adalah gitaris. Seluar biasa itulah pengaruh Anak-Anak Senar, komunitas gitaris yang telah dibangun oleh Remi. Di tempat ini, semua gitaris mendapatkan kesempatan untuk menemukan komunitas mereka, sekaligus peluang untuk menambah ilmu lewat workshop yang bintang tamunya selalu gitaris hebat, atau malah legendaris.
Miso pun mengambil momentum dari acara ini. Ia membuat banyak merchandise Anak-Anak Senar, dari kaus, jaket, topi, gelang, kaos kaki, stiker, buku, pick gitar, capo, dan masih banyak lagi. Tak lama, banyak sponsor yang datang, hanya dengan syarat boleh menjual perlengkapan gitar. Dari penjual gitar, senar, sampai effects dan pedal boxes.
Remi punya semangat tersendiri untuk acara seperti ini. Tapi berbeda dari biasanya, ia malah ingin mengesankan orang lain, bukan wartawan, bukan musisi lain.
Tapi seorang wanita yang berdiri di sampingnya sedari tadi.
Eleana, si malaikat. Mungkin, Malaikat Jatuh.
Remi terhenyak sendiri. Itu! Itu akan menjadi judul dari karya agungnya. Masterpiece.
Sebuah proyek musik bernama: Malaikat Jatuh.
Remi senang, ia sudah menemukan judulnya.
__________
Niki & Renata
Tidak ada yang pernah memberitahu Niki, kalau musisi tidak hanya terlihat memukau ketika sedang bermain musik. Tapi, juga termasuk ketika mereka sedang membagikan pengetahuan mereka. Sejak acara dimulai, Niki terkagum-kagum melihat Remi berbicara dengan lancar, menyambut semua pemain gitar yang sudah hadir. Acara workshop Guitar Talks yang sudah ditunggu-tunggu juga berjalan dengan sempurna.
Remi memamerkan pedal board nya yang sukses membuat nyaris semua hadirin membuat suara “woah” yang bersamaan. Meskipun tidak memahami gitar dan aksesorisnya, Niki bisa tahu kalau koleksi Remi bukan yang main-main. Berlanjut dengan Tohpati yang membagikan ilmu gitarnya, diakhiri dengan sesi tanya jawab. Tentu saja di akhir acara, Tohpati bermain gitar berdua dengan Remi.
Niki terlarut dalam pikirannya. Memang tidak akan ada cewek normal manapun yang tidak suka kepada Remi. Masih muda. Ganteng. Sukses. Jago gitar. Punya startup. Punya apartemen. Punya gedung kantor. Punya mobil bagus. Bisa ngomong di depan banyak orang.
“Ngeliatin Remi yah, Nik?” suara Renata dari samping membuyarkan Niki dari lamunannya. Niki menoleh ke arah Renata. Mereka berdua memang hanya duduk sedari tadi di kursi bar yang disusun untuk acara ini. Acara sudah selesai, dan makan malam secara otomatis menjadi waktu yang sempurna untuk para musisi ini membangun koneksi. Ngobrol, berkenalan, bahas-bahas gitar. Lampu ruangan menjadi agak temaram, meja minuman dibuka, dan tentu saja ada live music.
Niki mengangguk. Daritadi diperhatikannya Remi. Sedang duduk bersama dengan Jordan dan Tohpati, kelihatan asik sekali mengobrol. Setiap kali Remi nyengir atau tertawa, Niki merasakan ada sesuatu yang menusuk dalam hati.
“Gak ada harapan, Nik,” Renata berujar. Niki kaget. Renata seakan memberikan jawaban atas angan-angannya. Renata baru saja sukses membaca pikirannya.
“Apa?”
“Gak ada harapan.” Renata mengulangi, “Gue tahu kok, lo punya perasaan ke Remi. Gue yakin semua cewek yang kerja di The Factory setidaknya pernahlah sekali suka sama dia. Gue paham. Tapi, gue udah kenal dia dari kecil. Gak pernah ada satupun sosok yang akan diseriusin sama dia. Dari dulu kerjaannya cuma gonta-ganti,”
Otak Niki berputar keras untuk mencari jawaban, sekedar untuk menyahuti Renata. Insting pertamanya adalah membela diri. Tapi tidak ada yang keluar. Niki diam saja.
“Dia memang hebat dalam pekerjaannya. Tapi soal cinta, gue rasa dia masih immature. Dia tipe yang jatuh cinta setiap detik. Gampang suka, dikit-dikit tertarik. Tapi cepat lupa juga. Nggak jelas, Nik. Dari dulu sudah seperti itu. Sampai setiap kali dia ganti gandengan, gak ada yang peduli untuk nanyain. Termasuk Max dan Miso. Karena mereka semua tahu, nggak lama, pasti tiba-tiba cewek itu sudah gak kelihatan lagi.”
Niki dan Renata memandang ke arah yang sama, tapi Niki tahu, Renata hanya memperhatikan Jordan sedari tadi. Ketika datang ke The Factory, Jordan membawa seorang gadis cantik yang samasekali tidak familier. Tidak ada yang tahu, tapi tidak ada yang kaget, bahkan Renata sendiri.
Niki dan Renata berakhir berduaan terus selama acara, karena Miso sibuk dengan tim nya di booth merchandise.
“Bagaimana dengan lu dan Jordan?” Niki jadi bertanya. Ia tidak ingin hanya dirinya yang terlihat salah dan bodoh.
Renata menghela napas, tiba-tiba merasa di dalam posisi yang sulit.
“Udahlah, Ren, gue tahu kok, kita berdua sama-sama hopeless. Jadi gak usah deh kita saling nasihatin,” Niki tiba-tiba merasa menjadi orang yang menyebalkan disini.
Renata terkekeh, “Kasus gue berbeda sama lo, Nik. Jordan memang gak pernah menjanjikan apa-apa, gue terjebak begitu lama jadi sahabat dia. Tapi itulah yang mengikat kita berdua. Kita punya banyak tahun-tahun bersama, melewati masa sulit bareng. Setiap kali Jordan jajan cewek keluar, dia selalu balik ke gue. Tapi, lo sama Remi… nggak ada, Nik.”
“Oh ya? Lo rela jadi kesetan kakinya Jordan? Mau sampai kapan, Ren?”