Malaikat Jatuh

Jesselyn Abdisaputera
Chapter #21

Pintu Nirwana Seperti Tertutup

Remi

‘Momen langka untukku adalah ketika kamu tertawa sambil menatapku geli. Rasanya senang jika kamu menganggap aku bagian dari rasa senangmu, seakan mengajak aku untuk setuju, dan untuk tertawa juga.’ Remi berbatin dalam hatinya.

Hatinya seperti ditarik-tarik ketika Eleana menertawakan Kaleb yang nyaris tersandung tali sepatunya sendiri yang terlepas. Sebelum tawa itu keluar keras-keras, Eleana menyempatkan diri untuk melihat ke arah Remi, seakan meminta persetujuannya kalau kejadian barusan sangat lucu, dan ia mengajaknya untuk tertawa.

Remi akhirnya ikut tertawa. 

Ikut tertawa artinya setuju dengan apa yang ditertawakan.

Malam itu, adalah rapat terakhir mereka sebelum lagu ‘Malaikat Jatuh’ dirilis. Video klip di produksi dengan indahnya, atas kerjasama team Torro and Ibanez yang mengedit, tapi konten tidak akan bisa tercipta tanpa sumbangan karya dari Duo Kesatria. Kompilasi jepretan mereka lah yang akan menyempurnakan visual dari video klip tersebut.

Rapat pun diadakan di sebuah tempat main bowling di daerah BSD. Miso yang sepertinya kesepian karena tidak ada Max selama ini, mengusulkan agar mereka melakukan bonding time dengan main team, termasuk dengan Duo Kesatria. Tanpa diduga Remi, semuanya kelewat bersemangat untuk main bowling. Akhirnya disewalah sebuah ruang makan privat di dalam, yang disertai oleh reservasi main bowling untuk semua yang ikut.

“Untuk yang belum pada dengar lagunya versi final, pada mau denger nggak? Udah selesai di mixing sempurna sama Jordan!” Reza menengok, setengah berteriak kepada anggota tim nya.

Pertanyaan tersebut disahuti oleh seruan setuju dan anggukan dari yang lainnya.

“Yuk, kita dengar hasil final dari lagu yang ditulis oleh Remi,” Jordan, sebagai orang yang bertugas di bidang audio, mengisyaratkan agar semuanya diam sejenak. 

Suara berisik perlahan menghilang, semuanya berfokus pada pendengaran mereka.

Remi terdiam, sedikit melirik Eleana. Dipandanginya gadis itu. Yang sedang memejamkan kedua matanya, seperti hendak mengheningkan cipta. Remi menulis puisi dan lagu ini untuknya, hanya reaksi nya lah yang terpenting, yang ditunggunya.

Lagu diputar. Terdengarlah sebuah iringan gitar yang dimainkan oleh Remi sendiri. Sebuah instrumental sendu yang melambangkan kemegahan pintu nirwana yang terbuka. Di tengah permainan gitarnya, ada suaranya sendiri membacakan puisi ‘Malaikat Jatuh’. Kata-kata Remi terdengar penuh pilu, tapi pada saat yang sama ada kemerduan yang menagih disana. Setiap kata mengalir dengan eloknya, dan bagi yang menggunakan hati untuk mendengarkan, pasti bisa memahami ketulusan Remi di dalamnya.

Seisi ruangan terdiam. Banyak yang memejamkan mata, sisanya menatap kehampaan. Ada perasaan aneh yang timbul, kegaduhan dalam hati yang suasananya hening, kata demi kata berhasil menyentuh sanubari.

Niki lah yang pertama tidak tahan. Tidak jelas mengapa, tapi setetes air mata mulai mengalir dari matanya sendiri. Dua tetes. Tiga tetes.

Beberapa isakan terdengar.

Begitu lagu selesai, mendadak udara di ruangan penat dengan berbagai emosi. Ternyata Miso dan Renata sudah menangis tersedu-sedu, beberapa cowok bahkan mengelap wajah mereka, tidak jelas karena mata mereka mendadak berair atau karena berkeringat tidak jelas.

“Remi, kok lagunya sedih banget sih,” Miso berseru, mengelap wajahnya sendiri yang basah, “Lo patah hati sama siapa sih?”

Remi tertawa kecil ketika Miso sudah berhambur memeluknya, “Nggak ada kok.”

Tanpa sengaja matanya bertemu dengan mata Eleana. Ia menatap lurus-lurus sang inspirasi. Eleana menatap Remi balik, dalam-dalam, seperti tahu pesan tersembunyi apa yang ingin disampaikan kepadanya. Kedua pipinya memerah, tapi sepertinya bukan karena malu. Tapi karena emosi yang terkuak keluar mendengar karya agung Remi.

“Aku yakin lagu ini akan sangat nge-hits,” Eleana setengah berteriak kepadanya, karena jarak yang lumayan jauh.

Remi kemudian menengok sedikit dan menemukan Niki sedang mengelap wajahnya. Gadis itu menangis. Banyak.

Niki mengelap pipinya dengan satu tangan, sebelum meninggalkan ruangan untuk pergi ke toilet.

__________

Sudah lama rasanya tidak ada waktu bermain bagi seluruh tim The Factory sejak proyek ‘Malaikat Jatuh’ dimulai. Suasana sendu dengan cepat tergantikan begitu bowling lane dibuka. Permainan dimulai, diramaikan dengan tawa dan candaan dari semua anggota Paradise Escape, Torro and Ibanez, dan tamu spesial mereka, si kembar Kesatria.

Memang sudah seperti super woman yang selalu memikat, lane milik Eleana terlihat paling heboh. Ia main berempat, bersama dengan Kaleb, saudara kembarnya Karel, juga Reza yang entah bagaimana bisa nyasar kesana. Tapi perhatian memang selalu mengikutinya. Tidak ada yang menyangka kalau Eleana ternyata sangat jago bermain bowling. Strike berkali-kali.

“Gila si Eleana ya,” Miso berujar kepada Remi, sambil menunggu gilirannya bermain. Di depannya, Jordan sedang asik melemparkan bola bowling sambil bersiul keras-keras.

Remi yang sedari tadi memperhatikan Eleana, menoleh kepada Miso, “Jago banget dia.”

Tidak butuh waktu lama sampai beberapa pria dari berbagai departemen ikut menimbrungi dan menyoraki Eleana yang skornya mengalahkan yang lain. Kaleb pun mengeluarkan kameranya dan sibuk mengabadikan setiap momen gadis itu.

“Hmm, Max telepon gue semalam,” Miso tiba-tiba membuka pembicaraan, “Katanya dia akan balik besok.”

Remi tersenyum, “Bagus dong. Kangen nggak?”

Ada ekspresi aneh dari wajah Miso, sebelum ia melanjutkan, “Gue mulai ada perasaan ragu sama Max, jujur.”

Lihat selengkapnya