Malaikat Jatuh

Jesselyn Abdisaputera
Chapter #25

Epilog

Terlarut di dalam musik memang selalu membuat Remi melayang, menembus segala dimensi, tidak adanya lagi ruang dan waktu, atau dinding apapun yang menghalangi raganya untuk berlayar.

Tidak ada lagi batas. Tidak ada lagi terminus.

Jemari-jemari itu tidak pernah lambat menyentuh senar dan membentuk not. Ujung jemarinya bergerak kesana, kemari, melewati fret-fret dengan mulus. Tidak ada kecanggungan disana. Hubungannya dengan melodi selalu terasa bersahabat. Semuanya sempurna. Nada-nada yang indah selalu mengalir ketika ia bermain gitar.

Ia selalu merasa dirinya memetik senar, merasa jiwanya penuh. 

Tapi kali ini ia tidak bermain sendirian, ada petikan senar lain yang beriringan berjalan berdua dengannya lewat nada. Bukan langkah kaki yang berpadu, tapi langkah melodi.

Remi mengangkat kepalanya, mengulas sebuah senyum. 

Darius tersenyum balik, sebelum kembali menunduk untuk memperhatikan gerakan jemarinya di atas fret. Berbeda dengan Remi yang sudah bisa bermain dengan kedua mata terpejam, ia tidak bisa. Ia harus terus mengamati pergerakan jarinya agar tidak salah.

Tapi tidak ada siratan rasa iri seperti yang dulu dirasakannya ketika Eros mengungguli permainannya, yang ada hanya bangga yang merekah. Memang hanya kasih orang tua, yang bisa melebihi segala akal dan melayangkan pergi segala keinginan untuk mengadu. Hanya orang tua yang rela melihat anaknya menembus apa yang mereka anggap ujung dan melampaui apa yang mereka anggap sebagai batas.

__________

Kemarin, pencarian Remi dalam menemukan Niki berakhir dengan sepucuk surat yang dititipkannya kepada Renata.

Sebuah surat yang ditulis Niki, sebelum gadis itu, yang ternyata adalah malaikat sesungguhnya, pergi terbang jauh menembus awan. Ternyata selama ini dialah yang punya sayap.

Bukannya Remi tidak bisa pergi dan mengejar, tapi ia tahu, tidak ada yang berhak menembus awan itu. Termasuk dirinya.

Untuk Joshua Remi,

Belajar mencintai mungkin adalah 

salah satu hal yang paling bisa 

mengusik renungan manusia.

Darimu, aku belajar untuk mencintai.

Tapi bukan hanya itu. Aku pun tersadar,

bahwa hanya lewat penolakan,

kita baru bisa betul-betul belajar mencintai.

Aku minta maaf untuk semua

yang sudah terjadi, dan untuk

semua hal yang tidak akan pernah

sama lagi karena aku.

Tapi, dalam kejadian-kejadian

inipun, aku sadar satu hal.

Aku tidak bisa mencintai sampai

mengorbankan diriku sendiri. 

Memang ada orang-orang luar biasa 

Lihat selengkapnya