Cavero memandangi pemandangan di hadapannya, langit sudah mulai menua dan terlihat warna jingga menguasai angkasa. Sudah waktunya dia harus beranjak dari tempat duduknya, namun pemuda itu tidak tahu harus menuju kemana. Pikirannya buntu, dan otaknya mendadak menjadi beku dari jalan keluar.
Selama ini hidup Cavero demikian mudah, seperti menjentik jari, masalah langsung menyingkir. Kawan pun mendekat dan kesenangan dia raih demikian mudah. Namun kini dia menemukan sesuatu yang bernama buntu. Tanpa uang, dan yang terburuk handphone, dimana semua nomor kontak temannya berada, hilang. Dia tidak lagi memiliki koneksi di dunia ini. Cavero benar-benar sendirian.
Pak Anas keluar dari gerobak kecilnya memakai sarung lusuh, kopiah berwarna hitam pudar dan dipundaknya tersampir sajadah. Cavero tak habis pikir bagaimana seseorang bisa tinggal dan tidur ditempat sempit itu. Bahkan lemari pakaiannya saja lima kali lebih luas dari gerobak jualan Anas.
“Nak Cavero masih mau disini?” tanya Anas pada Cavero yang terlihat masih menikmati cakrawala.
Cavero mengangguk, lalu Pak Anas memukul paha Cavero sambil berujar, “Kalau bingung karena hartamu hilang, ayok kita sholat.”
Cavero menelengkan kepalanya, sholat?
“Memangnya bisa apa dengan sholat Pak?” tanya Cavero heran.
“Nak, kalau kamu sedang susah, bingung hendak kemana. Coba sholat, minta sama gusti Allah, adukan masalahmu, niscaya Allah akan memberikan dirimu solusi.” Terang Anas pada pemuda dihadapannya tersebut.
“Benarkah?”
“Ayo, Sholat. Ngadu ku gusti Allah.”
Cavero terlihat ragu, wajahnya sedikit merona, lalu dia berkata dengan nada pelan, “Saya sudah lupa cara sholat Pak.”
Anas mengernyitkan keningnya, lantas menggeleng perlahan, “Anak muda-anak muda, ada-ada saja. ya udah, ikut bapak ke mesjid, nanti kamu jadi makmum saja, ikuti gerakan imam. Semua bacaan sholatmu ditanggung imam.”
Cavero bergerak berdiri, diekorinya Anas yang berjalan di depan dengan santai. Sambil berjalan pemuda itu berusaha mengingat pelajaran waktu SD dan SMP, tata cara dan gerakan sholat, namun ingatannya sedikit kabur.
Cavero tiba disebuah mushola kecil, lalu kemudian dia mengikuti Anas ke tempat berwudhu. Dengan berbisik. Cavero mengatakan bahwa dia lupa cara berwudhu. Anas lagi-lagi berdecak sambil menggeleng, namun tidak mengatakan apa-apa dan segera mengajari pemuda tersebut tata cara berwudhu sambil menekannya untuk mengingat. Karena cara berwudhu itu mudah, hanya sekali diberi tahu Cavero langsung bisa mempraktekannya.
Barisan jamaah mulai penuh, Cavero memilih berdiri disamping Anas yang mengambil posisi di saf ke dua. Cavero sendiri lupa lupa ingat cara sholat, jadi dia sesekali mengintip Anas yang tengah khusu sholat. Ketika takbir terdengar, Cavero mengikuti gerakan di depannya sambil masih memperhatikan Anas bergerak.