Baru lima hari kerja di tempat panti jompo membuat Malik mudah merasa bosan. Apa lagi yang bisa dilihatnya? Tidak ada cewek cantik nan bahenol, yang ada malah para lansia. Makanan, kalau tidak tempe, tahu dan sayur bening, ya ganti ayam suwir-suwir dan mie yang dikecapin. Tinggal di tempat terpencil, dimana rumah judi jauh, bahkan pup juga tidak bisa segera dijangkau. Lagipula, dia tidak memiliki apapun selain uang satu juta yang dibekal kan sang ayah padanya.
Malik harus mulai terbiasa. Terkondisikan tidak dilayani, terbiasa menjadi orang kebanyakan, dan terlebih lagi harus benar-benar membiasakan diri berhubungan, dan mengurus orang orang tua.
Sebenarnya mengurus orang tua bukan pekerjaan menyenangkan—dan Malik bisa mengambil kesimpulan tersebut dalam sekali dua kali berinteraksi dengan para Lansia—para Lansia ini mengeluarkan bau khusus yang sepertinya hanya dimiliki para orang tua. Selama tinggal di Rumah Senja, bau itu selalu bisa dirasainya. Lalu, kadang-kadang mereka bergerak sangat lambat. Sekitar mereka pun terasa melambat. Ada juga beberapa orang tua yang sudah terserang penyakit pikun dan tulang rapuh.
Lalu, ada kalanya mereka bisa pipis di tengah ruangan, karena tidak sempat pergi ke kamar kecil. kandung kemih mereka remnya sudah blong, jadi kadang mereka terlepas begitu saja untuk kencing.
Para lansia pun buka seorang penyuka makanan, mereka memiliki masalah dalam menikmati makanan. Biasanya itu disebabkan oleh tidak utuhnya gigi yang di miliki, atau selera mereka memang sudah memudar bersamaan dengan usia yang semakin senja.
Putra ditengahi rasa bosan luar biasa, dan ingin sekali pergi keluar kota sesekali. Menikmati uang dari ayahnya yang cuma sedikit itu barang untuk menikmati judi dan taruhan dengan sedikit alkohol. Namun, di tempat rumah senja itu, para pekerjanya memang sedikit, sehingga setiap orang bergilir, dan hampir tidak ada waktu untuk istirahat, kecuali mendapat waktu shif saja. jadi, kalaupun ketika Putra berhasil Off, itu pun hanya setengah hari, dan dia harus bertukar sift pada pekerja berikutnya.
Dan ketika rasa bosan yang sudah mulai melekat pada perasaannya, maka muncullah sang biang kerok yang sempat membuat adik kecil Malik terjepit, yang alhasil membuatnya memiliki julukan yang belum juga pudar sampai sekarang, “Si adik kejepit”.
Nenek Muidah ini terlihat berbeda dengan penghuni rumah Senja lainnya yang lebih banyak tenang dan saling berinteraksi dengan sesamanya. Nenek Muidah ini bisa dibilang Neli alias nenek lincah. Perempuan yang usianya sudah masuk kepala tujuh ini seolah menolak tua, dan selalu saja melakukan banyak kejahilan yang luar biasa.
Pada satu saat, dia bisa menyembunyikan gigi palsu Eyang Wike sehingga si nenek itu menangis karena tidak bisa memakan menu yang memang khusus ditunggunya. Seluruh rumah senja heboh, sibuk mencari gigi palsu tersebut, karena Eyang Wike sedikit cerewet. Perempuan berusia 65 tahun itu menolak menggunakan gigi palsu yang lain dan hanya mau gigi palsu miliknya itu. mirip seperti bayi yang kehilangan empengnya, dan menolak menggunakan empeng yang berbeda.