AKU memanggilmu kekasih. Tidak seperti lelaki yang datang sebelum dirimu, aku memberi panggilan khusus bagimu. Aku tak tahu apakah ini akan menjadi penting bagimu, tetapi aku sangat paham bahwa kehidupanmu yang tak teratur dan membingungkan bagiku, membuatku harus memberikan ingatan khusus di pikiranku bahwa kamu memang berbeda dari laki-laki lain yang pernah kukenal. Aku tak peduli apapun, bahkan ketika semua orang tak percaya bahwa aku bisa jatuh cinta kepada laki-laki seperti kamu: gondrong, kumal, kadang bau dan tak beraturan. Tetapi kamu adalah pilihanku, dan aku tak peduli apapun.
“Apa tidak ada laki-laki lain yang mau sama kamu, sampai kamu harus mati-matian mempertahankan dan membela dia?” Itu kata Rahayu, redaktur life style, orang yang memang selalu melihat seseorang dari penampilannya, gaya hidupnya dan segala yang berhubungan dengan penampakan dari luar. Aku bisa maklum. Aku hanya tersenyum mendengar itu.
“Flo yang cantik, coba deh kamu pikirkan lagi, dibanding dengan cowok-cowokmu sebelumnya, dia toh tak ada apa-apanya. Masa depan nampaknya suram: mobil atau motor gak ada, pakaian kumal, bau badan kacau... aduh, bisa buram duniamu...” yang ini kalimat Lili Darmasari, reporter yang setiap hari memang meliput tentang fashion show dan segala jenis selebritis. Kata orang, bahkan gaya hidupnya lebih selebritis dari selebritis sendiri.
Aku sebenarnya marah mereka memperlakukan kamu seperti itu. Tetapi aku tak akan melakukannya di depan mereka, toh mereka tidak mengenalmu, aku yang mengenalmu. Aku ingin katakan kepada mereka bahwa aku benar-benar menginginkanmu dengan semua yang kamu miliki. Bukan hanya sekedar kepemilikan tubuh, tetapi lebih dari itu, sesuatu yang tak kupahami bentuknya. Aku tak peduli dengan apa yang mereka katakan. Sungguh, aku benar-benar tak peduli, aku hanya peduli dengan jalan hidupmu dan segala cita-citamu yang hingga kini hanya menjadi batu, tak bergerak. Diam. Kamu tak bisa menentukan jalan mana yang harus kamu tapaki sehingga kamu terus berjalan dan dalam siklus tertentu, jalanmu akhirnya juga sampai ke rumahku. Aku sedih sebenarnya, tetapi aku tak ingin terjadi apa-apa denganmu. Aku hanya ingin mengatakan kepadamu bahwa aku benar-benar mencintaimu tanpa latar belakang apapun. Kamu sangat berbeda dengan laki-laki lain yang kukenal, dan aku ingin mengenangmu lebih dalam dari sekedar percintaan di malam-malam yang sering kita lalui.
“Maafkan aku. Aku tak bisa memberi ketenangan bagimu,” katamu suatu ketika.
“Kau bisa memberi ketenangan, asal kau bisa menetap di sebuah tempat di mana aku bisa menemukanmu ketika aku ingin bertemu denganmu. Aku bisa mencari dan menemukanmu, bukan hanya kamu yang datang padaku tanpa kabar sebelumnya...”
“Aku harus hidup berpindah-pindah, Flo...”
“Aku bisa paham...”
“Mereka masih mencariku dan aku belum siap masuk penjara.”
“Aku bisa mengerti...”
Di kesempatan lain, kau pernah bercerita tentang Wang Dan, lelaki kumal yang berada di belakang demonstrasi mahasiswa besar-besaran di Tiananmen yang membuat ratusan mahasiswa terbunuh oleh tentara pemerintah, termasuk Wang sendiri yang akhirnya tertangkap di kemudian hari. “Orang seperti Wang tak pernah memikirkan dirinya sendiri. Yang dipikirkannya adalah pembebasan untuk semua...”
“Kau ingin pembebasan untuk siapa?”
“Orang-orang kampungku. Mereka telah berjuang bertahun-tahun untuk mempertahankan tanahnya, tetapi mereka tak mampu karena mereka tidak memiliki kekuatan...”
“Itu kasusnya berbeda. Wang didukung oleh ribuan mahasiswa dan pejuang pro demokrasi di seluruh dunia, sedang kamu hanya di sini, ribuan kilometer dari kampungmu dan kamu tak bisa berbuat apa-apa...”