MALAM : Matahari Tak'Kan Tenggelam

Ivory Gracia
Chapter #1

Matahari dan Malam

Namaku, Mattea Hariendra. Panggil saja aku dengan sebutan, Matahari.

Aku bersumpah akan menerangi, dan menghangatkan setiap orang yang berada di sekitarku.

Hari ini adalah hari yang paling kunantikan, ini adalah hari pertama kali sekolah.

Matahari datang dan menyapaku, sinarnya terpancar ke setiap sudut kamarku. Sinarnya hangat dan terang menghangatkan tubuhku, serta membangunkanku dari alam bawah sadar.

“Selamat pagi dunia,” ucapku sembari mengusap kelopak mataku.

Aku masih setengah sadar saat itu, mataku ingin terpejam dan tubuhku tak kunjung bergerak karena tertarik oleh kuatnya gravitasi kasur empuk ini.

Mataku menangkap sebuah cahaya terang yang menyilaukan mata; cahaya matahari. Aku bertanya-tanya mengapa matahari bersinar seterik ini, padahal kan ini masih pagi?

Dengan cepat aku mengambil dan membuka ponsel yang tergeletak di atas mejaku.

Waktu hampir menunjukan pukul tujuh.

Sialan! Pantas saja mataharinya begitu terik.

Aku pun segera melempar ponsel itu ke atas kasur sembari berlari kalang-kabut menuju kamar mandi.

Aku tidak bisa menyebut diriku sedang ‘Mandi’, tidak ada manusia normal yang mandi kurang dari lima menit.

Berlarian kesana-kemari tanpa mengenakan handuk, dan mengobrak-abrik seisi lemari demi mencari seragam baru yang berbalut warna putih abu-abu.

Memasang dasi, tak lupa memasang sebuah pin yang bertuliskan, ‘Semesta Global School’ pada dada kiriku.

Itu adalah lambang kebanggaan bagiku, orang yang bisa mendapatkan pin itu hanyalah siswa unggulan. Semesta mengizinkanku untuk masuk ke dalamnya, dan aku tak akan mengecewakan Semesta.

Aku harus menjadi Matahari yang akan menerangi semesta, dan membuat semesta menjadi hangat dan bersinar layaknya diriku.

Tetapi itu tidak berlaku untuk hari ini. Mana mungkin Matahari ingin menerangi semesta, jika ia tak bisa menjadi terang bagi dirinya sendiri?

Aku telah melakukan kesalahan hari ini, cahayaku yang terang kini memudar perlahan.

“Sial!! Maafkan aku semesta,” umpatku sembari berlari menuju ke Sekolah.

Karena terburu-buru aku menjadi gila, dan aku malah memilih untuk berlari dari pada menaiki sepeda motor.

Sial! Sang Matahari kini t'lah menjadi gila.

Berlari menyusuri sepanjang jalan dengan tak henti-hentinya mengumpat dan menyalahkan diriku sendiri.

Aku berlari layaknya di kejar seekor anjing gila, berlari kesana-kemari tanpa memperhatikan sekitar.

Bodo amat yang penting aku nggak terlambat.

Begitulah pikirku saat berlari dan menumbur beberapa manusia yang berada di sekitarku.

Aku hanya bisa berkali-kali mengucapkan kata, "Maaf" sembari menunduk malu.

Di tengah jalan aku melihat seorang gadis yang memakai seragam persis sepertiku, dia hanya berjalan layaknya siput yang tak berdosa. Aku pun semakin cepat berlari ke arahnya dan berencana untuk menumburnya.

“Maafkan aku, apakah kau tidak apa-apa?” ucapku licik.

Aku berhenti dan menghampirinya sejenak. Aku sangat ingin berbicara dengannya, dan aku pun memberanikan diri untuk berbicara dengannya.

“Apakah kamu bersekolah di Semesta?” ucapku ramah sembari tersenyum manis.

Dia tiba-tiba menghilang di saat aku hendak berbicara dengannya. Dalam satu kedipan mata dia bisa menghilang begitu saja.

Sial!! Apakah dia jelmaan setan?

Aku pun memutuskan untuk meneruskan perjalananku ke sekolah, dan betapa tekejutnya aku melihat dia yang muncul tak jauh di depanku!

Syukurlah ternyata dia bukan jelmaan setan. Dia hanya mengacuhkanku, aku pun mencoba berjalan cepat untuk memotong jarak diantara kami berdua.

Aku masih sangat kesal melihat dirinya yang terus menunduk, dan berjalan layaknya siput. Dan yang paling membuatku kesal adalah dia tega mengacuhkanku, sang matahari yang penuh dengan cahaya.

“Nyonya Siput, apakah kamu ingin terlambat?” ucapku yang berdiri tepat di sampingnya.

Lihat selengkapnya