Berbulan-bulan setelah kepindahan papa ke hotel prodeo, kami sekeluarga masih mencoba menata hidup. Kami tidak tahu bagaimana papa menjalani hari-harinya disana, sangat sulit pasti. Namun itu lah harga yang harus dibayarnya. Aku memang tidak bisa mengabaikan naluriku yang masih meragukan bahwa papa mampu berbuat sekeji itu. Namun untuk benar-benar bisa menghadapi papa seperti biasanya dan menganggap kasus itu tak pernah terjadi, aku butuh waktu. Kami semua butuh waktu. Dan aku yakin papa mengerti jika kami belum sanggup untuk benar-benar bisa menghadapi papa dengan keikhlasan setiap kali kami datang mengunjunginya. Dan itu tentunya tidak sering. Karena kehidupan kami semua pun tidak lebih mudah meskipun tidak berada dibalik terali besi.
Mama pastinya lah yang paling terpukul. Terguncang dahsyat oleh kenyataan yang mungkin tak kan pernah bisa sepenuhnya ia terima. Kesunyian kamar seperti teman yang setia baginya di minggu-minggu awal absennya papa di rumah. Bahkan ketika kami mencoba mengajaknya ngobrol pun mama hanya menjawab singkat-singkat atau hanya sekedar mengangguk menggeleng. Semua makanan terasa pahit baginya. Paksaan kami adalah satu-satunya alasan mengapa lambungnya masih terisi walaupun hanya beberapa sendok saja setiap harinya. Dan itu jelas tak cukup. Hingga akhirnya ketika ia mulai merasakan tubuhnya berontak, ia mencoba bangkit dan memaksakan diri untuk makan lebih banyak.
Saat ini mama perlahan mulai membaik. Tak lagi mengurung diri di kamar. Kondisi adikku Yumna yang selama ini luput dari perhatian mama, membuat mama merasa bersalah dan semakin memantapkan hatinya untuk hidup lebih normal. Menemani Yumna yang masih meraba-raba dan tertatih membangun kembali mentalnya. Kondisi yang selalu berusaha disembunyikannya setiap kali mengunjungi kamar mama. Namun aku selalu tahu, adikku pun butuh perhatian dan dukungan lebih dari kami.
Jika mama bisa punya pilihan untuk mengurung diri di kamarnya, Yumna tentu tidak. Ia masih harus bersekolah. Bertemu teman-temannya dan semua orang yang mungkin mengikuti setiap berita viral tentang pembunuhan seorang wanita hamil bernama Carla. Setiap hari terutama di minggu-minggu awal, ia harus menanggung tatapan-tatapan mengganggu kearahnya. Tatapan yang sebagian besar berarti buruk bagi Yumna. Dan adikku itu hanya bisa menangis tertahan sesampainya di rumah. Berusaha tegar untuk tidak minta pindah sekolah demi meringankan beban pikiran mama. Karena toh percuma, pindah kemana pun selama masih di negara ini ia akan tetap di kenal sebagai anak pembunuh. Dan semua itu harus ditanggungnya di kelas XII ini dimana ia seharusnya fokus belajar untuk ujian akhirnya.
Jelas, remaja mana yang masih bisa bersikap normal jika dihadapkan dengan semua kesengsaraan itu? Adikku tidak gila dan terjerumus ke pergaulan bejat saja aku sudah cukup bersyukur. Seperti mama, dia hanya butuh waktu. Waktu yang tidak sebentar. Bahkan sampai saat ini pun adikku yang ceria belum sepenuhnya kembali.
Sedangkan aku? Jika aku bisa meminta satu saja kekuatan super, aku ingin minta agar bisa memutar waktu. Jika time traveller itu benar ada, aku ingin menjadi salah satunya walau hanya untuk sehari saja. Agar aku bisa mengikuti papa dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Atau sekalian saja untuk melarang papa menemani bos-bos menyebalkan itu mabuk-mabukan.
Namun karena opsi itu tak tersedia, aku hanya perlu terus menjaga kewarasan. Untuk ibu dan adikku. Meskipun pada akhirnya aku tetap harus berkorban. Pekerjaanku sebagai seorang karyawan honorer di sebuah perusahaan property, akhirnya tak dapat kupertahankan. Bukan karena dipecat, namun karena suasana kerja yang semakin lama semakin tidak menyenangkan. Rekan kerja yang tampak jelas menjaga jarak. Atasan yang tak lagi mudah untuk mempercayakan proyek apapun. Candaan-candaan yang tak lagi lucu. Dan sindiran-sindiran yang tak lagi samar. Segala drama itu mengganggu ritme kerjaku, membuyarkan kreatifitasku. Mengundurkan diri mungkin lebih baik dari pada bertahan saat tak lagi diinginkan.
***
Kupandangi city car hitam dihadapanku lekat-lekat. Mesin, body, cat, interior, semua masih bagus dan mulus. Haruskah …?