Malam Tahun Baru

Purnama Putri
Chapter #6

#6 DEMI MASA

Menu sarapan yang baru telah selesai dimasak. Hidangan disajikan di wadah keramik yang ditutupi plate serving covers berbahan kaca. Tidak ketinggalan, ragam minuman, buah, dan kudapan ringan diletakan pula di troli stainless steel khusus pengangkut pangan. Pengantar makanan ke setiap kamar dimandatkan kepada enam pelayan wanita. Supaya dapat mengefisiensi waktu bekerja, mereka dibagi menjadi dua kelompok dengan haluan ruang yang berbeda

Tiga orang pertama membawakan sarapan ke kamar cucu kesayangan Mahawirya. Mereka mengetuk pelan pintu agar tidak menimbulkan kegaduhan yang mengganggu. Alhasil, pintu cokelat itu tak bergeming dari posisi rapatnya sesentipun. Sehingga sesuai prosedur yang berlaku, pelayan yang bertugas diizinkan masuk ke dalam kamar dengan sendirinya.

“Permisi, Nona,” tutur sopan wanita berponi rata sambil melangkahkan kaki di kamar cantik bernuansa Eropa klasik. Sementara rekannya yang berperan mendorong dan menarik troli, setia membuntuti di belakang. Begitu ketiganya sampai di samping ranjang, mereka mendapati Beatrix masih tertidur pulas. Hal ini membuat mereka berinisiatif menarik gorden, serta memangil – manggil gadis belia tersebut guna membangunkannya.

Setelah cukup lama, akhirnya Beatrix perlahan membuka mata. Dia tidak segera bangkit dari pembaringan, melainkan hanya berguling sesaat, lalu memandangi sekeliling. Dilihatnya tiga wanita berpakaian maid rapi sedang berdiri tegap di sebelah tempat tidurnya. Dengan tatapan sayu, Beatrix bertanya, “What are you doing here?

Meski para pelayan tidak ada yang paham bahasa asing, setidaknya salah seorang dari mereka dapat sedikit meraba maksud dari pertanyaan yang dilontarkan. “Em… kami di sini untuk mengantarkan sarapan Nona,” ungkapnya ragu.

I’m on diet. I ain’t need a breakfast. So please get out of my room, right now!

“Maaf, Non. Kalau boleh tahu, apa artinya?”

Beatrix berdecak malas. Dia menyahut dengan mata yang kembali terpejam, “Aku lagi diet. Jadi kalian pergi aja sana! Sekalian bawa keluar makanannya.” Selimut ditarik menutupi wajah. Ia belum rela menyudahi mimpi indahnya.

Ketiga pelayan saling melempar pandangan. Mereka khawatir bila Beatrix cuma membual. Karena tidak masuk akal jika wanita sekurus dia melakukan diet. Salah – salah, bukannya berkurang berat badan, malah nanti ia jatuh sakit. Tetapi mereka tidak bernyali menyanggah perkataan nona yang terkenal moody ini.

Beruntung Beatrix merasai sendiri gelagat kebimbangan para pelayan. Dengan penglihatan yang masih buram, dia menyadari bahwa mereka masih bertengger di dalam kamarnya. “Kenapa kalian berdiri di situ terus? Apa kalian tuli? Kubilang, aku tidak mau sarapan karena sedang diet. Sebaiknya kalian pergi sekarang atau aku akan mengusir paksa kalian!”

Mendengar kalimat bernada ancaman, mereka bergegas mematuhi perintah. “Baik, Nona. Kami keluar sekarang,” sahut wanita berambut keriting. Mereka lekas memberi hormat, kemudian melangkah menjauhi ruangan.

Bukan tanpa alasan mereka takut terhadap gertakannya. Beatrix memanglah anak yang manis dan easy going. Tetapi ketika dia marah, ia bisa menghancurkan segalanya, termasuk karier seseorang. Maka saat kalimat ‘mengusir paksa’ terpelesat, mereka meyakini definisi yang dimaksud bukan sekadar mengusir dari kamar, namun mengusir dari rumah ini. Alias tidak boleh lagi bekerja dan menginjakan kaki di istana Cakrabuana. Tak ayal, tindakan paling bijak yang dapat mereka laksanakan yaitu mengindahkan permintaan nona.

Lihat selengkapnya