Malam Tanpa Kulit

Irvan D
Chapter #4

4.Luka yang tidak sembuh

Kantor Polisi, Jakarta – 03.17 WIB

Hujan kembali turun di luar jendela, tapi Rendra hanya menatap layar laptopnya yang kini menampilkan berkas bernama "FERDIAN ADITYA – REKAM MEDIS LAMA".

"Aku merasa ini bukan lagi soal dendam, tapi… eksperimen yang belum selesai," katanya lirih.

Arif, masih pucat setelah kejadian di Klinik Revive You, duduk di seberang dengan termos kopi. "Bos, kita butuh bantuan ahli. Psikiater, profiler, siapa pun yang ngerti cara pikir orang kayak dia."

"Ada satu nama," kata Rendra sambil mengetik. "dr. Rahma Almas. Dulu rekan sejawat Ferdian. Sekarang jadi dosen neurologi dan psikiatri di UI. Mungkin dia tahu lebih banyak dari siapa pun."

Matahari belum sepenuhnya muncul ketika Rendra dan Arif menemui dr. Rahma. Wanita paruh baya dengan mata sayu itu menatap mereka lama sebelum akhirnya berkata, "Kalian terlambat. Aku sudah coba memperingatkan polisi tiga tahun lalu."

"Dia punya sejarah medis yang buruk?" tanya Arif.

Rahma mengangguk pelan. "Ferdian bukan sekadar psikiater. Ia obsesi pada konsep transformasi manusia. Dia percaya manusia bisa 'dibebaskan' dari trauma melalui penderitaan fisik—melalui luka. Dalam pikirannya, kulit adalah penjara emosi."

"Jadi dia menyakiti orang... untuk menyembuhkan?" Arif bergidik.

"Lebih tepatnya: dia menciptakan kembali seseorang dari luka mereka. Ia pernah berkata, 'Manusia yang terbelah, lebih jujur dari yang utuh.'"

Rendra terdiam. Kata-kata itu pernah ia dengar, bertahun lalu, dari seorang anak yang duduk bersamanya di rumah panti asuhan. Anak itu suka memotong serangga dan merekatkannya kembali.

Siang itu, panggilan darurat masuk dari sebuah rumah tua di Cipete. Seorang pemilik rumah menemukan sesuatu tergantung di dinding ruang tamunya—bukan lukisan biasa.

Ketika Rendra tiba, suasana di lokasi sudah mencekam. Petugas forensik bahkan terlihat menahan mual. Di dinding, tergantung kulit punggung manusia, direntangkan seperti kanvas, lengkap dengan urat dan lapisan tipis lemak yang sudah mengering. Di atasnya, dilukis dengan darah beku:

Lihat selengkapnya