Malam tanpa Rembulan

Asya Ns
Chapter #5

Luka sebelum Jatuh

Cahaya matahari menerobos dari sela-sela jendela kayu. Seorang gadis berusia 13 tahun mematutkan dirinya pada cermin. Rok navy, baju putih dengan dasi sekolah menengah pertama. Wajah bulatnya melemparkan senyum, pipinya mengumpal daging; tembam, kulit coklat muda, gigi gingsul dan bulu mata lentik terlukis sempurna.

Usia tumbuh dan hari tidak pernah mudah. Beranjak dewasa, Nay mengerti sendiri apa yang pernah terjadi di masalalu. Kemana ayahnya pergi, nenek memberitahunya. Meskipun sampai detik ini kemunculananya tetap tidak membawa pengaruh apa-apa selain sakit hati. Mendapati fakta Syahdan sudah menikah lagi dan memiliki anak sebaya dengan Arisha.

"Mia, bergegas. Mbak antar sekarang," ujar Nay sembari mengenakan sepatu.

"Iya, Mbak." Dengan baju merah putihnya, dia sangat semangat menjalani hari-hari.

Nenek menyusul keduanya di balkon. "Ini sangumu, Mia." Uang 2000 rupiah tersodor, diterima dengan senyuman tak terbatas.

"Ini buat Mbak Sha." Bergantian memberikan kertas persegi panjang berwarna biru. 50.000 rupiah. Bersalaman.

"Nenek, mah, begitu, punyanya mbak masa' banyak. Aku sedikit."

"Kan, mbak udah gede, nanti Mia kalau udah sekolah tinggi juga ya kaya, Mbak."

"Hih." Gadis itu memberengut.

"Ayo, cepet, mau jadi dianter enggak?!, Tinggal bawa sepeda sendiri aja, manja. Malah enak, kok, pulangnya nggak jalan kaki," racau Nay.

"Nggak mau." Mia segera mencium tangan neneknya, naik ke jok belakang kakaknya.

"Berangkat dulu, ya, Nek. Assalamualaikum."

"Hati-hati, Nduk." Matanya menatap kedua cucunya yang semakin lenyap dari pandangan.

Shaba menghela napas. Dia bisa membuktikan dirinya kuat. Menerima cerca dari kedua anaknya, sebab dirasa pilih kasih hanya mau mengasuh anak-anak Ziya. Namun, yang butuh bantuan memang Ziya. Yang lainnya masih hidup dengan keluarga sakinah. Hanya Ziya yang merantau lagi ke luar kota. Biaya sekolah anaknya semakin banyak. Lisya sudah tidak bisa membantu karena dia sudah memiliki keluarga sendiri sekarang.

Pagi itu. Pukul 10.00 pagi. Jam kosong, di kelas Bahasa Inggris. Nay menyandarkan kepala di atas lengan, sambil memandangi jarum panjang yang membuat putaran, bunyi tik-tok muncul dan tenggelam bergantian dengan rumpian teman-temannya yang membosankan mengenai pria-pria tampan. Kakak-kakak kelas. Hidup semakin membosankan seperti terjebak dalam ruang penuh murid-murid pencari muka.

Nay tidak pernah melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Dia hanya hidup dalam arus; masuk sekolah, istirahat, mengerjakan soal, mendapat tugas, pulang dengan selamat. Namun, sialnya Nay mendapat kelas troublemaker dengan nominasi kelas paling kotor.

Seseorang mendekat ke meja Nay. Mengetuk beberapa kali, hingga Nay mengangkat kepalanya. "Arisha, minta tolong dong, tugas yang kemarin dikasih Bu Guru itu kamu udah belum?"

"Yang mana?" Nay yang di masa itu dipanggil Arisha bertanya memastikan.

"Ini gurunya nggak masuk, cuma meminta untuk tugas kemarin itu dikumpulkan aja. Aku sama temen-temenku belum, nih. Lihat dong kalau kamu udah." Gadis berkulit coklat tua, postur tubuh tinggi itu tersenyum, mengangkat satu alisnya demi meyakinkan Nay mau mengeluarkan bukunya.

Nay menghela napas panjang, menunjukkan yang harus mereka salin.

"Ah, ya. Aduh, terima kasih, Sha, kamu baik banget sumpah." Dia kabur membawa buku Nay. Lekas kembali lagi.

"Cahya, tidak punya pulpen, bisakah kamu minjemin dia? Kasihan," ujarnya lagi.

Nay mengangguk, dia malas berdebat panjang. Menaruh pulpen di atas meja.

Gadis itu berserta circlenya berjumlah 4 orang. Lima belas menit. Nay kembali terbangun. Lain gadis tadi, tapi masih salah satu circle mereka.

"Arisha, boleh tolong tuliskan, enggak? Ini bukumu." Menaruh di atas meja. "Teman-teman yang lain udah pada selesai. Tinggal aku aja yang belum, tanganku agak sakit kalau buat nulis, kemarin terkilir. Mana ini harus segera, Sha. Ini aku udah jawab nomor satu-nya kok, tinggal empat nomor lagi. Kamu mau ya, minta tolong. Kamu, kan, suka nulis katanya." Gadis yang ini juga tinggi bedanya kulitnya kuning langsat, bajunya pres body, lekuk tubuhnya terlihat menawan. Dia memohon dengan raut wajah tertekuk.

Hari senin ini Nay puasa. Berpikir sejenak. memikirkan akibatnya jika dia menolak. Nay pun mengangguk. Jam istirahat. Semua teman-temannya bermain, tertawa-tawa, tidak ada ciri-ciri tangan kesakitan atau keseleo. Gadis itu entah berbohong atau tidak, tapi, tugasnya sudah diselesaikan oleh Nay.

Tiap pulang sekolah, gorden jendela semua tertutup rapat, pintu kelas juga. Meja-meja dimundurkan ke belakang. Hari ini jelas ada pertengkaran lagi di kelas itu. Ada yang mencari gara-gara dengan si sok superior; Adit. Nay meminta dibukakan pintu, dia mau pulang.

"Kau nggak, lihat? Mo kemana kau?"

Lihat selengkapnya