Surat yang Tak Pernah Sampai
Setelah Dimas pergi, Maya menemukan sebuah amplop di bawah tasbih yang ia tinggalkan.
Ia membuka dan mulai membaca, dengan tangan gemetar dan air mata yang tak henti mengalir:
Untuk Dewi,
Jika surat ini sampai padamu, berarti aku sudah punya cukup keberanian untuk menulis,
meski belum tentu cukup berani untuk bertemu.
Aku mencintaimu. Dulu, sekarang, entah sampai kapan.
Waktu itu, aku berusaha keras memperjuangkanmu. Tapi Ayahku menganggapmu aib.
Ia memaksaku pindah keluar kota, memutus semua jejak. Aku hanya anak yang lemah, yang tak bisa melawan.
Dan aku... aku kehilanganmu.
Aku mencarimu, Dewi. Bertahun-tahun.
Tapi kabar yang kudapat hanya satu: kau sudah pergi, diusir keluargamu, dan hilang tanpa jejak.
Aku tak pernah berhenti menyesal.
Setiap malam aku berdoa, agar Tuhan mempertemukan kita lagi.
Bukan untuk menebus semuanya—karena itu tak mungkin. Tapi setidaknya agar aku bisa bilang: maafkan aku, Dewi.
Maaf karena aku pengecut. Maaf karena aku tak cukup laki-laki untuk melindungimu.