MALDEVIR

Okhie vellino erianto
Chapter #2

Bayangan Maldevir #2

Kereta kuda yang membawa Leonard Grayson meninggalkan desa Brevan perlahan menapaki jalan setapak menuju kastil Varlen. Kabut tipis mulai turun, menutupi pegunungan Carpathian yang menjulang di kejauhan, seakan menjadi tirai misteri yang menghalangi pandangan siapa pun. Di sisi kanan dan kiri, hutan-hutan kelam berdiri bisu, dengan pepohonan tua yang batangnya seperti tangan-tangan keriput, mencoba mencakar langit kelabu.

Di dalam kereta, Leonard mengamati suasana dengan penuh rasa ingin tahu bercampur waspada. Sopir tua di depannya, yang memperkenalkan diri sebagai Gheorghe, terus memegang kendali kendaraannya dengan wajah muram. Sejak awal, Gheorghe hampir tak banyak bicara. Hanya jawaban singkat, lirih, seolah-olah ada ketakutan yang menahan lidahnya.

"Sudah berapa lama Count Varlen tinggal di kastil itu?" tanya Leonard, mencoba mencairkan suasana.

Gheorghe menoleh sekilas, ragu. "Lebih lama dari usia desa ini, Tuan."

Leonard mengerutkan kening. "Maksud Anda?"

"Sudah puluhan… mungkin ratusan tahun. Tapi jangan bertanya terlalu banyak, Tuan. Ada hal-hal yang sebaiknya tetap terkubur di sini."

Sebelum Leonard sempat menggali lebih dalam, kereta tiba di depan gerbang besi tinggi yang berkarat. Dua patung gargoyle menatap tajam dari atas gerbang, seolah menjadi penjaga abadi kastil yang berdiri angkuh di atas tebing. Kastil Varlen tampak seperti bayangan hitam raksasa melawan langit suram, dengan menara-menara lancip dan jendela-jendela sempit yang menganga seperti mata kosong.

Saat pintu gerbang berderit terbuka, angin dingin menerpa wajah Leonard. Ia turun dari kereta, sementara Gheorghe menolak untuk ikut masuk.

"Saya hanya sampai di sini, Tuan. Semoga Tuhan melindungi Anda," ucapnya sebelum memutar balik kudanya dan menghilang di balik kabut.

Leonard menatap ke arah kastil, menelan ludah. Ia menyesuaikan mantel wolnya dan melangkah menuju pintu utama. Ketukan logam berat pada pintu bergema panjang sebelum akhirnya pintu berderit terbuka dari dalam.

Sosok tinggi berjubah hitam berdiri di hadapannya Count Varlen.

"Selamat datang, Tuan Grayson," sapanya dengan suara berat, dingin, namun sopan. "Saya telah menanti kedatangan Anda."

Leonard mencoba tetap tenang meski bulu kuduknya berdiri. "Terima kasih, Count Varlen. Suatu kehormatan bagi saya bisa bertemu langsung."

"Masuklah. Malam di sini bisa sangat… menggigit."

Leonard melangkah masuk ke aula besar yang dingin dan temaram. Lilin-lilin besar menyala di sudut-sudut ruangan, menerangi lukisan-lukisan tua para bangsawan yang memandang tajam dari dinding batu. Di tengah aula, berdiri sebuah tangga spiral yang mengarah ke lantai atas. Udara di dalam kastil terasa lembab, bau kayu lapuk bercampur aroma tanah basah.

"Semoga Anda tidak keberatan dengan kondisi kastil kami yang sudah sangat tua," ujar Count Varlen.

Lihat selengkapnya