Baru saja turun dari rumah, berkali-kali Lika beristighfar melihat Adam duduk dengan tatapan serius pada Lika.
“Kak Adam. Nanti copot loh matanya,”
“Aku memang ingin mencopot mataku Lika. Aku ingin sekali mataku tidak di sini sekarang!"
"Lalu kenapa disini?"
"Ustadz Dika mencarimu, dia bilang Kamu harus segera ke aula pengajian. Sekarang,"
“Kak Adam tidak mau mengantar Lika ke aula pengajian?”
“Kenapa? Takut kepanasan. Nanti tambah hitam terus ustadz Imam tidak suka gitu ya??”
“Astaghfirullah hal'adzim Kak Adam ... Seudzon mulu sih. Heran Lika kenapa Ana bisa suka sama Kak Adam?"
Belum sempat Adam menjawab. Lika terburu pergi meninggalkan nya. Sambil sesekali menoleh pada Adam dengan senyuman dan lambaian tangan, Lika mempercepat langkah nya.
Sampai di aula, Lika tak langsung masuk, ia di panggil menuju ruang perlengkapan di aula pengajian. Terlihat sosok ustadz Dika sedang berdiri dengan buku catatan di tangan nya.
"Ustadz memanggil saya?"
Ustadz Dika langsung menyadari kedatangan Lika. Ia sedikit berjalan mundur untuk berdiri sejajar dengan Lika.
Ustadz Dika memberikan sebuah buku bersampul setangkai bunga. Tampak bingung saat menerimanya. Tapi ustadz Dika langsung menjelaskan nya pada Lika. "Untuk Kamu saja. Terserah mau di apakan buku itu,"
Setelah memberikannya pada Lika, ustadz Dika berlalu pergi. Lika menatap bingung pada buku dan ustadz Dika yang sudah pergi.
Setelah selesai mengajar. Lika dan Ana pulang menuju rumah Lika. Rencana nya mereka berdua akan membuat rujak jambu air yang ada di belakang rumah Lika.
“Setiap kali ustadz Dika hadir di aula pasti semua ustadzah yang masih jomblo akan datang lebih awal dari biasanya,” tutur Ana menerka-nerka. Tapi benar saja, terutama Rumi. Ia datang paling awal untuk menemui ustadz Dika.
Hampir semua ustadz dan ustadzah di aula pengajian mwngetahui kalau Rumi menyukai ustadz Dika. Hanya ustadz Dika yang tak peka dengan Rumi. Entah dia benar-benar tak tahu atau mengetahui semua namun memilih diam karena tak ingin membuat orang-orang salah faham dengan utadz Dika.
Lika hanya mengangguk tanpa memberikan komentar apapun. Bagi Lika tidak perlu terlalu memikirkan ustadz Dika yang tidak ada sangkur paut dengan nya. "Biarlah urusan ustadz Dika menjadi di urusan pribadiny," tutur Lika pada Ana.
Kaki Lika berhenti di depan rumah. Kedua matanya tertuju pada Adam yang berdiri bersama Ibu di dekat pohon dekat teras.
“Assalamualaikum,” ucap Lika sembari mencium tangan Ibu.
"Waalaikum salam. Ibu masuk dulu ya, kompor belum Ibu matikan," jelas Ibu bergegas mwnuju dapur.
"Bu hati-hati ya," pesan Lika. Ibu mengangguk dan berlalu dari pandangan nya.
Adam mengulurkan tangan dengan harapan Lika juga mencium tangannya. Tapi Lika hanya menatapnya sambil memperhatikan apa yang sedang Adam lakukan. Lika mengulurkan jari telunjuknya. Seketika jarinya berbelok menunjuk Ana yang ada di sampingnya.
“Kak Adam ada Ana nih…” ucap Lika mencoba menggoda Adam.
Adam langsung memelototi Lika dengan tatapan penuh kekesalan. "Aku lihat kok,"