Sejak subuh, entah mengapa kepala Lika tak hentinya berdenyut. Pandangan nya sedikit kabur saat menuruni anak tangga sungai membuatnya terpeleset. Beruntung dia tidak jadi jatuh karena segera berpegang pada batang pohon yang ada di dekat tangga sungai.
“Hati-hati nak, jalan nya licin,” pesan Umi Nadya istri kyai yang baru datang ingin ke sungai.
Lika tersenyum sembari mengangguk setuju dengan apa yang di katakan Umi. Dibantu Umi, Lika turun dengan selamat. Ia duduk berseberangan dengan Umi sambil sesekali berbicara.
“Kamu sekarang sudah besar ya, tambah cantik lagi,” puji Umi membuat Lika tersipu mendengarnya. Kapan lagi mendengar pujian dari seorang istri kyai batin Lika.
“Umi juga tetap cantik kok. Dari dulu sampai sekarang cantik nya awet banget,” balas Lika tak mau kalah. Karena kenyataan nya memang benar. Meskipun sudah berusia 50 an. Umi masih terlihat seperti usia 30 an. Mungkin karena murah senyum dan tak pernah marah membuat Umi masih tetap menawan sampai sekarang.
“Kamu bisa saja Lika. Umi itu suka sekali melihat kamu, baik, sopan, santun, dan juga sholehah. Ingin sekali Umi punya anak seperti Kamu,” jelas Umi membuat Lika tercengang.
Indah sekali pendengaran Lika. Seperti itukah penilaian orang terhadap Lika. Bahkan Lika sendiripun tak merasa sebaik itu. Kadang dia bisa marah,ngambek, cengeng dan banyak kekurangan yang tak bisa di sebut satu persatu olehnya.
Karena Allah sangat baik. Allah menutup keburukan Lika di pandangan manusia. Ia juga bersyukur jikalau dirinya masih dinilai baik oleh masyarakat.
Ia yang di kenal baik tidak pernah sekalipun menjadi bahan pembicaraan warga desa. Jika pun ada pasti itu kumpulan pujian.
“Lika anak yang sangat baik,”
“Dia anak yang cantik dan sopan,”
“Dia sangat menyayangi Ibunya,”
“Ibunya tidak pernah marah sekalipun pada nya,”
“Ibu Asna benar-benar hebat mendidik anak,”
Bahkan Lika juga tidak segan membantu warga kampung meskipun hanya sekedar tenaga.
“Umi bisa saja ...” sahut Lika tertawa kecil, ia bingung harus merespon apa terhadap pernyataan Umi Nadya tersebut.
“Mau tidak jadi mantu Umi?"
“Mantu?" tanya Lika tersentak kaget.
Umi tersenyum dan mengangguk. "Tidak mau ya?Yah batal deh Dika punya istri seperti kamu yang tidak ada dua nya di desa ini,” canda Umi dengan niat yang bisa saja itu sebuah keingian tulus Umi untuk benar-benar memiliki mantu seperti Lika.
Lika hanya tersenyum. Ia tak ingin salah bicara saat bersama Umi dan tentu saja ia tak bisa menerima karena ustadz Imam datang lebih dulu.
“Tapi umi yakin kok jodoh tidak akan kemana,” ucap Umi membuat Lika benar-benar terdiam dalam waktu yang lama. Tiba-tiba saja lampu hijau menyala dari seorang Umi Nadya istri Kyai Husein.
“Makasih Lika sudah bantu Umi. Kapan-kapan Kamu harus mampir ke rumah toh” undangan Umi sudah mendarat pada Lika.