Janji Waktu

Almabiru
Chapter #7

NAHAS TAK BERSUARA

Ana masih sibuk membenarkan Jilbabnya di depan cermin. Hari ini ia masuk kuliah sekitar pukul 9 pagi. Sendirian tanpa Lika membuat nya merasa ada yang kurang.

Tak ada satu orang pun di rumahnya karena Bapak dan Ibunya pergi mengajar sejak tadi pagi. Hidup seorang diri dengan satu Kakak Laki-laki yang bekerja di perbatasan Afrika. Membuat Ana sudah terbiasa dengan kesendirian.

Hari-harinya berlalu sama dan terasa cepat karena tak ada hal istimewa yang ia lewati. Namun setelah menyukai Adam sejak kelas 2 SMA membuat hidup Ana lebih berwarna.

Arloji di tangannya menunjukkan pukul 8 lewat 30 menit. Buru-buru ia berangkat menaiki motor matic pemberian Pak Yusuf sebagai hadiah ulang tahun ke 19 nya waktu itu.

Siapa sangka seorang Ana Amara, gadis cantik bertubuh mungil itu sudah berusia kepala dua. Jikapun dia mengatakan masih SMA tentu banyak yang akan percaya karena tingginya hanya setinggi kuping Lika.

Brummm.....

Sepeda motor Ana melaju di persimpangan. Memdadak lampu merah menyala membuat Ana tergelincir di pertigaan. Motornya berputar menabrak tiang listrik dan Ana ikut terpental sejauh 2 meter.

Beruntung helm masih menempel kuat di kepalanya. Para warga yang melihat langsung panik dan bergegas menolong nya.

"Dia pingsan! Cepat panggil ambulans!" Suruh seorang lelaki paruh baya mengangkat Ana ke tepi jalan.

Tak lama setelah kejadian, berita Ana pun sampai di telinga Lika yang baru pulang dari pasar. Melewati tempat kejadian, Lika melihat bagian depan motor Ana sudah penyok. Lika membelokkan sepedanya menuju puskesmas.

Sampai di puskesmas banyak warga yanh sudah berkerumun di depan puskesmas. Lika bergegas masuk dan ia mendapati Ana di temani Ibunya terbaring dengan dengan infus di tangan nya.

"Bagaimana keadaan nya Bu?" tanya Lika tak tega melihat sahabatnya itu mendapatkan banyak luka lecwt di tangan dan kakinya.

"Dia sudah siuman. Tapi masih tertidur setelah mendapatkan suntikan obat tidur,"

Lika sangat prihatin melihat kondisi Ana. Baru kemarin sore mereka tertawa lepas di warung Rumi dan sekarang dia terbaring lemah di puskesmas.

"Ibu yang sabar ya," pinta Lika.

"Yaiyalah Ibu harus sabar. Orang Aku anak satu-satunya, iyakan bu??" tiba-tiba Ana terbangun.

"Oo ... Astaga! Kagetnya Aku," hampir saja jantung Lika terjatuh karena Ana langsung bicara setelah bangun.

Lihat selengkapnya