Satu pekan lagi acara FASI(festival anak sholeh Indonesia) akan berlangsung. Persiapan demi persiapan sudah di lakukan. Persiapan sudah hampir rampung 85 persen.
Sejak surat itu sampai pada Lika, ia tak memiliki waktu yang tepat untuk membalasnya. Pagi ia sibuk mengerjakan pekerjaan rumah, siang nya ke aula pengajian dan malam nya ia harus beristirahat. Meskipun ia tak bisa langsung tidur saat malam hari.
Semakin mendekati acara, Lika menjadi jarang di rumah. Sesekali ia juga mampir ke rumah Ana untuk menjenguknya.
Saat masih sibuk mendata barang di ruang perlengkapan aula pengajian, tiba-tiba Lika mengalami insiden tak terduga. Hidung nya mengalami mimisan sampai mengenai buku perhitungan milik bendahara. Ia mendongakkan kepalanya agar mimisan itu berhenti.
"Kenapa harus hari ini?"
Lika berlalu menuju kran air di samping aula. Ia cuci bersih tangannya dan menyapu wajahnya. Kepalanya sedikit pusing karena kurang beristirahat.
"Kamu kenapa Lika?" Ustadz Dika yang baru datang melihat Lika sedang membasuh wajah nya.
"Aahh tidak apa-apa ustadz, Lika hanya sedikit mengantuk,"
"Lebih baik istirahat dulu. Nanti dilanjutkan kembali besok,"
"Hampir selesai kok ustadz. Tapi ..."
Ustadz Dika menunggu Lika melanjutkan ucapannya namun Lika menggeleng. "Tidak ada, ustadz bisa pulang lebih dulu kok,"
Ustadz Dika mengangguk. Berlalu pergi menyisakan Lika yang masih membersihkan tangan nya. Melewati ruang utama aula, Lika melihat para ustadz dan ustadzah lainnya tertawa lepas. Meski tal bisa ikut bergabung di sana, Lika tetap senang melihat orang lain juga senang.
Ustadz Riza dan ustadz Hilmy sedang ke pesantren untuk meminjam karpet dan tenda untuk didirikan di tengah lapangan desa. Biasanya yang selalu membantu Lika adalah ustadz Hilmy. Tapi sekarang patnernya sedang pergi, menyisakan Lika yang harus menyelesaikan pekerjaan nya sendiri.
Pukul 6 kurang 10 menit sore, Lika baru pulang dari aula pengajian. Langit tampak mendung membuat Lika terburu-buru di jalan.
"Assalamualaikum, Ibu ..." Lika langsung membuka pintu depan dan berlalu menuju kamar. Di bukanya laci meja hiasnya mencari sesuatu yang sangat ia perlukan sekarang. Namun sesuatu yang ia cari tak dapat ia temukan.
Lika berjalan keluar dengan tangan kiri menempel di dinding. Sambil memanggil Ibu nya yang masih ada di dapur membuat Lika merasa tak mampu lahi untuk berjalan.
Akhirnya ia terduduk di dekat pintu dapur. "Bu ... Buu ..." panggil Lika lirih.
Betapa terkejutnya Ibu setelah kembali dari kamar mandi melihat Lika tersandar dengan mata terpejam. "Lika ... Kamu kenapa, nak?" berulang kali Ibu mengguncangkan tubuhnya namun tak ada respon apapun dari Lika.
Buru-buru Ibu menghubungi Adam. Dan berung Adam langsung mengangkat panggilan Ibu. Ia bergegas pergi ke rumah Lika.
"Ibu ..."
Adam berlari mendekati Lika yang masih tersandar. Ia mengecek nafas Lika tak ada. Denyut nadinya masih ada namun cukup lemah. Tak ada pilihan lain. Adam mebawa Lika ke puskesmas dengan mobil pick up yang ia bawa setelah mengantar tenda ke lapangan desa.
Di puskesmas Ibu tak hentinya berdoa untuk keselamatan Lika. Selama ini, Lika tak pernah mengeluh sakit. Bahkan Lika selalu terlihat sehat setiap harinya.
Lika mulai tersadar. Pandanganya pertama kali menangkap wajah Ibu yang ada di sampingnya.