Sudah seminggu berlalu setelah MTQ yang berjalan sukses meskioun Lika tak bisa ikut di acara penutupannya.
Langit malam menyapa Lika yang masih berdiri di depan cermin mengenakan gamis hitam dan jilbab merah muda.
“Sudah cantik kok,” tutur Ibu melihat Lika yang masih betah berdiri menatap wajahnya sendiri di cermin.
“Ibu … bukan gitu, Lika hanya aneh saja melihat diri Lika sendiri berpakaian rapi di malam hari,” sahut Lika.
“Loh Kamu kan memang selalu rapi, lagi pula ini undangan dari istri Kyai, masa kamu tidak mau berpakaian rapi,” sahut Ibu.
“Tapi tidak aneh kan Bu?” tanya Lika lagi untuk memastikan kesekian kalinya.
Ibu tersenyum. “Lebih baik berangkat sekarang takutnya kamu terlambat,” sahut Ibu menghentikan Lika memikirkan penampilannya.
“Adam sudah menunggumu di depan,"
"Lika pamit ya Bu. Assalamualaikum,” ucap Lika sembari mencium tangan Ibu.
“Waalaikum salam bidadari,” canda Ibu tak mau kalah dari Lika.
Kedua sudut bibir Lika terangkat mendengar perkataan Ibu. Memiliki Ibu yang sangat penyayang, penuh perhatian dan selalu lucu membuat Lika merasa lebih dari cukup. Dari semua kebahagiaan yang Lika punya, Ibu adalah kebahagiaan terpenting dalam hidup Lika. Ibu segalanya, tanpa ridho Ibu semua tidak berarti apa-apa.
"Kak Adam ..."
"Apa lagi?"
"Umi nya itu Ibunya? Lalu Ayahnya?"
"Bukan Ayah tapi Kyai. Kyai Husein pemilik pondok pesantren tempatku mengajar,"
"HAH?? Jadi dia anak pemilik pesantren. Kenapa Kak Adam baru bilang sekarang?"
"Kamu sudah tahu Lika,"
"Benarkah? Lalu apa hubungan Lika dengan ustadz Dika? Kenapa dia mengundang Lika kerumahnya?"
"Lah ... manak Aku tau. Itu pembicaraan Kamu dan Uminya saja. Coba di ingat apa yang Kamu bicarakan waktu itu,"
"Jangan-jangan Uminya mau menjadikan Lika mantu,"
Brakkk ...
Motor Adam menabrak batu di tengah jalan. Hampir saja mereka terjatuh di tengah jalan.
"Lika. Lebih baik Kamu segera ke rumah sakit untuk memeriksa keadaanmu sekarang,"
Belum sempat menjawab. Motor Adam sudah berhenti di depan rumah ustadz Dika. "Itu rumahnya. Aku akan pergi sekarang,"
"Kak Adam. Makasih dan hati-hati di jalan,"
Adam mengangguk dan memutar balik motornya untuk pulang. Sebelum masuk Lika melepaskan sendal di dekat teras yang terbuat dari marmer putih sepanjang 5 meter persegi.
Tokk … Tokk … Tokk …
“Assalamualaikum,”
“Waalaikum salam,” terdengar sahutan dari dalam.
Tidak berselang lama pintu rumah pun terbuka menampakkan Umi dengan jilbab merah yang sedang tersenyum. Lika terdiam menatap Umi beberapa detik lamanya sampai ia membalas senyuman Umi.
“Ayo masuk Lika, pas sekali semua sudah pada ngumpul di ruang makan,” ajak Umi dengan sangat ramah.