Dalam hidup ada hal yang tak bisa dilakukan dan tak sempat dilakukan. Mengulang waktu memang tak mungkin, tapi manusia bisa mewujudkan hal yang pernah di inginkan namun terlewatkan meski tak sepenuhnya sama.
Lika duduk termenung di bangku dekat sawah. Dibawah pohon yang rindang, Lika bersenandung agak samar namun masih terdengar merdu. Pandangannya masih tertuju pada sebuah buku yang tadi kemarin sore ia temukan tergeletak di dalam lemarinya.Buku dengan sampul setangkai bunga yang masih kosong tanpa ada coretan sedikitpun.
Sosok laki-laki berpeci putih datang mendekat berdiri di hsdapan Lika. Semula pandangan Lika yang menunduk, terbangun. Ia tersadar bahwa ada yang sedang melihatnya. Sayu senyuman tergaris di wajah Lika tatkala ustadz Dika lebih dulu memberi senyuman untuknya.
"Apa yang membuatmu begitu serius sampai tidak menyadari kehadiranku?"
"Apa ini dari ustadz?" Lika memperlihatkan buku yang ada di genggaman nya itu.
Ustadz Dika mengambil tempat duduk di sebelah Lika. Matanya terus tertuju pada buku yang Lika lihatkan padanya. "Kamu belum memakainya?"
"Belum. Karena Lika baru mendapatkannya di dalam lemari,"
"Saya memberikan itu untuk Kamu. Supaya bisa mengisinya dengan hal-hal yang menyenangkan yang terjadi dalam hidup Kamu,"
Lika kembali menatap bukunya. "Pasti. Lika akan mengisi buku ini sampai penuh. Dan ustadz menjadi orang pertama yang membacanya,"
Ustadz Dika mengangguk tersenyum mendengar betapa senangnya Lika mendapatkan buku itu. Ia berharap Lika bisa menulis banyak kebahagiaan yang ia lewati sekarang dan semakin sempurna suatu hari nanti.
"Ustadz ... Apakah jatuh cinta itu harus pada orang yang tepat?"
"Memang Kamu mau jatuh cinta dengan orang yang salah?"
"Kita kan nggak tahu dia orang yang tepat buat kita atau hanya menjadi sebuah cerita di kehidupan kita,"
Ustadz Dika menatap Lika setenang mungkin. Dilihat nya wajah gadis yang sangat penasaran tentang sebuah cinta. "Dalam hidup, semua sudah ada pada takdir. Salah atau benar itu tergantung bagaimana cara seseorang mendapatkan cinta yang dia inginkan. Diambil dengan cara yang berkah atau di dapat dengan cara yang salah. Tapi satu hal, cinta hakiki tahu siapa pemilik aslinya,"
Lika tersenyum mendengar apa yang ustadz Dika jelaskan. Bagaimana bisa Lika melewatkan satu orang yang membuat hatinya tak bisa berpaling untuk hati yang lain.
***
Di pagi menjelang siang, Ana dan Lika masih sibuk membilas cucian di sungai. Ditemani beberapa Ibu desa lainnya, suasana sungai hari ini lebih ramai dari biasanya.
“Bu, katanya anak kyai Sula mau pulang ke kampung ini ya?” tanya Bu Inah mulai menghangatkan telinga dingin yang sedari tadi hanya mendengar gemuruh air sungai
“Ohhh yang jadi dokter itu ya?” sambar Bu Maya secepat kilat.
"Siapa kyai Sula?" tanya Lika penasaran.
"Itu penceramah yang istrinya secantik bidadari,"
"Aaa ... begitu,"
Lika kembali mendengarkan pembicaraan para ibu-ibu yang semakin membuat penasaran.